RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Kamis, 25 Maret 2010

Tukang becak membaca selebaran tentang penyakit tuberkulosis (TB)

Kampanye Bahaya Tuberklolusis

Tukang becak membaca selebaran tentang penyakit tuberkulosis (TB) yang dibagikan aktivis dari Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta saat memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia di sekitar Pasar Gede, Solo, Jawa Tengah, Rabu (24/3). Mereka mengampanyekan bahaya penyakit tuberkulosis yang di Indonesia menjadi penyebab kematian sekitar 100.000 pengidap per tahun. (Kompas/Iwan Setiyawan)*** Source : Kompas, Kamis, 25 Maret 2010

Virus Komputer ”Life is Beautiful” Mengancam

KILAS IPTEK

Virus Komputer ”Life is Beautiful” Mengancam

Perusahaan peranti lunak Microsoft dan Norton, Selasa (23/3), menginformasikan adanya ancaman penyusupan virus baru lewat surat elektronik (e-mail) yang merusak data komputer pengguna layanan internet, seperti Yahoo, Hotmail, AOL (American OnLine).

Virus itu masuk ke surat elektronik dalam bentuk program presentasi Power Point dengan nama ”Life is Beautiful”. Jika Anda menerimanya segera hapus file tersebut. Karena jika itu dibuka, akan muncul pesan di layar komputer Anda kalimat: ”it is too late now; your life is no longer beautiful...” (Sudah terlambat sekarang, hidup Anda tak indah lagi). Akibatnya, Anda akan kehilangan semua data di komputer.

Bukan itu saja, orang yang mengirimkan ”virus” itu akan mendapatkan akses ke nama, e-mail, dan password Anda. AOL telah mengonfirmasikan, peranti lunak antivirus yang sementara ini sudah ada tidak mampu menghancurkan ”Life is Beautiful”. Virus ini diciptakan oleh seorang hacker yang menyebut dirinya ”Life Owner”. (Microsoft/YUN)

Source : Kompas, Kamis, 25 Maret 2010 | 04:07 WIB

Penyakit Dapat Menjadi Bencana Global

PENGENDALIAN PENYAKIT

Komunikasi Versus Virus

Oleh INDIRA PERMANASARI

Penyakit dapat menjadi bencana global. Korban yang berjatuhan pun mampu mengalahkan jumlah jiwa yang melayang dalam perang dunia.

Perang Dunia I, misalnya, diperkirakan menelan korban sekitar 16 juta jiwa. Tak kalah mengerikan, wabah influenza yang menyapu dunia tahun 1918 ternyata membunuh sekitar 50 juta jiwa!

Mengutip buku Crisis and Risk Emergency Communication; Pandemic Influenza, dalam hitungan bulan, virus pada 1918 tersebut membunuh lebih banyak dibanding berbagai jenis penyakit yang pernah terekam dalam sejarah.

Begitu dahsyatnya, kejadian tahun 1918 itu kemudian masuk dalam pembelajaran sejarah Amerika.

Kemunculan sindrom pernapasan akut parah (SARS), flu burung (H5N1), dan influenza A-H1N1 membangkitkan kesadaran pentingnya perhatian pada tragedi kesehatan publik. Selain aspek kesehatan, wabah juga berdampak terhadap perekonomian, kondisi sosial, dan psikologi.

Flu burung menyebabkan 1,25 juta unggas dibunuh dalam dua hari dan para petani stres kehilangan bisnisnya di Hongkong pada Juli 2005. Ancaman belum akan berakhir. Bahkan, bermunculan berbagai penyakit infeksi baru dan kembali munculnya infeksi lama di tengah kondisi manusia dan lingkungannya yang terus berubah.

Komunikasi krisis

Komunikasi krisis dan risiko kedaruratan menjadi komponen vital dalam respons kedaruratan kesehatan masyarakat. Perhatian strategi komunikasi tidak hanya seputar persoalan klinis, tetapi juga pada level biologis, psikologis, dan sosiologis.

Pakar komunikasi dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika, Barbara Reynolds dalam Crisis and Emergency Risk Communication (CERC) Training di Atlanta, Amerika Serikat, awal Maret lalu, menyatakan, komunikasi krisis ikut menentukan keberhasilan pengendalian penyakit. Komunikasi krisis bertujuan mencegah kesakitan dan kematian selanjutnya, menenangkan situasi, membangkitkan kepercayaan terhadap sistem operasional. Terlebih lagi situasi krisis kerap ditandai dengan kekacauan.

Komunikasi krisis dan risiko dalam kedaruratan, terutama penting ketika menghadapi penyakit yang menyebabkan kematian, mudah ditularkan, dan belum pernah ada sebelumnya. Misalnya SARS, yang merupakan wabah global pertama pada abad ke-21 yang kemudian menjadi salah satu pemicu pengembangan strategi komunikasi krisis dan risiko kedaruratan. Strategi komunikasi tersebut merupakan payung dari kebijakan perencanaan, persiapan, dan respons terhadap kedaruratan.

Barbara menyatakan, dalam beberapa kajian, misalnya, kasus influenza A-H1N1 dan flu burung, dengan strategi komunikasi krisis yang baik kepada publik, setidaknya bisa dicegah terjadinya ledakan besar kasus dalam waktu cepat.

”Tetap terjadi peningkatan kasus, tetapi dengan kurva lebih landai dan kemudian perlahan turun jumlah kasusnya. Jika tidak ada komunikasi publik yang baik, kasus cenderung meningkat tajam dengan cepat di tempat tersebut dan kemudian baru turun setelah adanya penanganan. Namun, korban lebih besar telanjur terjadi,” ujarnya.

Dalam penanganan krisis A-H1N1 di Meksiko, misalnya, penanganan tidak hanya oleh ahli epidemologi, tetapi melibatkan pakar komunikasi.

Pemimpin harus jujur

Konsultan Komunikasi Risiko Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Jodi Lanard berpendapat, dalam situasi krisis dan risiko kedaruratan, persepsi orang terhadap risiko berbeda-beda.

Orang dipenuhi rasa ketidakpastian, cemas, dan merasa tidak aman. Dalam situasi darurat, cara berkomunikasi pun harus berbeda. Peran tersebut terutama dipikul oleh otoritas atau pemimpin.

”Di tengah krisis, otoritas perlu menjadi yang pertama menyampaikan informasi. Pesan harus jujur, serta disampaikan penuh empati,” ujarnya.

Dia meyakini, dalam situasi krisis dan kedaruratan secara psikologis masyarakat masih mampu menerima berita buruk.

”Yang mereka butuhkan bukan kata-kata palsu menenangkan, melainkan informasi. Masyarakat siap menerima instruksi agar bahaya tidak menimpa mereka,” kata Jodi.

Ketika pemimpin tidak segera angkat bicara dan memberikan informasi, masyarakat mencari sumber-sumbernya sendiri. Padahal, belum tentu sumber itu benar dan, bahkan sebaliknya, bisa berbahaya. Industri terkait juga mengambil kesempatan berdagang. Rumor pun rawan beredar. ”Saat kasus SARS, muncul cerita SARS merupakan virus dari debu luar angkasa yang jatuh ke Bumi,” ujar Jodi.

Pesan yang disampaikan kepada masyarakat juga harus jujur. Barbara mengatakan, masyarakat mampu ”mendeteksi” kebohongan. Tidak hanya dari kata-kata, tetapi juga bahasa tubuh. ”Ketika terjadi bencana dan dalam beberapa hari pemimpin mengatakan, situasi sudah terkendali, masyarakat tentu sulit percaya. Beritahukan informasi yang sudah diketahui dan segera selidiki informasi lainnya,” ujarnya.

Ketika pemimpin jujur menyampaikan informasi, masyarakat percaya dan akan mengikuti rekomendasi yang diberikan. Rekomendasi sederhana sekalipun, seperti mencuci tangan, jika dituruti, akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Kejujuran juga menentukan kredibilitas pemberi pesan yang dalam jangka panjang sangat menguntungkan.

Kegagalan berkomunikasi di tengah krisis akan merugikan pemimpin lantaran masyarakat kehilangan kepercayaan, rekomendasi tak dipatuhi, pendanaan hilang, penyakit sulit dikendalikan, dan yang terpenting: masyarakat merasa diabaikan.

Source : Kompas, Kamis, 25 Maret 2010 | 04:08 WIB

Tumpukan Senjata Sitaan di Nairobi

Tumpukan Senjata di Nairobi

Seorang tentara dari Unit Layanan Umum berdiri di depan tumpukan senjata di Nairobi, Kenya, Rabu (24/3). Kepolisian Kenya bekerja sama dengan UNDP menyita sejumlah senjata yang kemudian dikumpulkan untuk dihancurkan. Ada 2.545 pucuk senjata yang disita. (AP Photo/Khalil Senosi)*** Source : Kompas, Kamis, 25 Maret 2010

Rabu, 24 Maret 2010

Salah Kaprah Tuberkulosis Anak

HARI TUBERKULOSIS SEDUNIA

Salah Kaprah Tuberkulosis Anak

Oleh Fx Wikan Indrarto

Setiap tanggal 24 Maret kita memperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia sebab pada 24 Maret 1882, Dr Robert Koch berhasil mengenali bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagai kuman penyebab penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah sangat tua, bahkan sangat mungkin lebih tua daripada sejarah manusia itu sendiri.

Gambaran adanya TB telah ada sejak lama, misalnya dalam salah satu tokoh cerita The Hunchback of Notre Dame yang terkenal karya sastrawan besar Victor Hugo. Di dalam piramida Mesir kuno juga ditemukan gambar relief manusia bongkok yang kemungkinan besar menderita TB tulang belakang atau gibbus pada spondilitis TB. Tidak hanya itu, juga ditemukannya kuman TB pada sebagian mumi Mesir dan sebagian fosil dinosaurus.

Sepanjang dasawarsa terakhir pada abad ke-20, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, di mana 95 persen kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TB masih merupakan masalah besar, bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai penyumbang kasus TB terbanyak di dunia.

Pada anak, TB secara umum dikenal dengan istilah ”flek paru-paru”. TB pada anak juga mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa, baik dalam aspek diagnosis, pengobatan, pencegahan, maupun TB pada kasus khusus, misalnya pada anak dengan infeksi HIV.

Dalam praktik klinis harian untuk TB pada anak, sering kali terjadi kesulitan dan keraguan dalam aspek diagnosis, pengobatan, dan penghentian pengobatan. Sebagai akibatnya, dalam banyak kasus dikatakan anak ”flek paru-paru” yang sebenarnya dapat dikatakan terjerumus dalam pitfalls (lubang perangkap). Ini berarti terjadi ”kekeliruan” dalam proses diagnosis dan/atau terapi, yang oleh karena seringnya hal tersebut terjadi, justru seolah dianggap benar (salah kaprah).

Salah kaprah

Salah kaprah biasanya dimulai dengan bias interpretasi terhadap gejala klinis anak yang dikeluhkan oleh orangtua. Batuk merupakan gejala utama infeksi TB pada paru-paru, yaitu batuk yang berlangsung lama (kronis), berdahak yang kadang bercampur dengan darah karena ada pembuluh darah di paru yang pecah. Gambaran tersebut nyata hanya pada pasien TB paru dewasa, sedangkan pada pasien anak infeksi TB jarang menyebabkan batuk. Batuk lama dan berulang pada anak justru lebih sering disebabkan asma, bukan TB.

Badan berkeringat pada malam hari juga merupakan gejala klinis yang sering mengkhawatirkan orangtua. Keringat malam sebenarnya merupakan gejala klinis yang penting pada pasien TB dewasa. Produksi keringat pada malam hari pada saat tidur nyenyak biasanya disebabkan oleh peningkatan metabolisme basal tubuh (basal metabolic rate). Pada infeksi TB dewasa terjadi peningkatan tersebut sehingga keluhan keringat malam pasti sering dijumpai.

Sebaliknya, peningkatan metabolisme basal pada anak lebih sering disebabkan karena dikeluarkannya dan berfungsinya hormon pertumbuhan (growth hormone) pada malam hari. Hormon ini sudah tidak dikeluarkan dalam jumlah bermakna pada orang dewasa sehingga hanya ditemukan pada anak yang mengalami pertumbuhan, terutama pada malam hari (sircadian cycle). Itulah yang menyebabkan anak sering berkeringat saat tidur malam, bahkan pada saat tidur di ruang ber-AC yang orangtuanya justru sudah kedinginan dan berselimut tebal.

Nafsu makan

Nafsu makan anak yang tidak baik merupakan keluhan yang sangat sering disampaikan oleh orangtua yang takut akan ”flek paru-paru” (phobia flek). Keluhan ini disebabkan oleh berbagai hal, baik bersifat medis, psikologis, sosial, maupun salah kaprah. Hampir semua penyakit pada anak akan menurunkan nafsu makan, tidak hanya dan bukan satu-satunya akibat TB.

Variasi, rasa, dan tampilan menu makanan secara psikologis juga akan memengaruhi selera makan anak. Begitu juga suasana rumah, hubungan antaranggota keluarga, dan masalah sosial lain, bahkan termasuk persepsi orangtua yang keliru tentang nafsu makan anak, sangat berpengaruh dalam tinggi rendahnya nafsu makan mereka.

Penyakit saluran cerna, baik sariawan, sakit gigi, gangguan pencernaan, maupun, bahkan, cacingan, perlu juga dipikirkan sebagai salah satu penyebab terganggunya nafsu makan anak, sebelum pelacakan TB dimulai.

Demam ringan lama yang biasanya bersifat demam ringan atau subfebris (Jw: semlenget), dapat disebabkan oleh adanya infeksi di organ apa pun, tidak hanya ”flek paru-paru” dan stadium awal penyakit kanker (keganasan). Memang, TB harus dipikirkan sebagai penyebab utama, tetapi penyakit lain yang cukup sering terjadi pada anak seperti tifus, amandel (tonsilitis), congek (otitis media), sinusitis, ataupun infeksi saluran kencing juga harus dipikirkan dan kalau perlu diperiksa terlebih dahulu.

Benjolan di leher, yang merupakan pembesaran kelenjar limfa dan sering disamakan dengan tanda ”flek paru-paru”, seharusnya perlu dibedakan antara ”teraba” dan ”membesar”. Kelenjar itu dikatakan membesar bila diameternya di atas 1 sentimeter, sedangkan kalau di bawah 1 sentimeter harus dianggap teraba, yang biasanya disebabkan oleh batuk pilek berulang atau alergi, dan sering kali disertai pembesaran amandel. Benjolan di leher yang mengarah ke TB sebenarnya cukup khas sebab akan teraba besar, bergerombol, tidak nyeri saat ditekan, dan saling melekat.

Pemeriksaan penunjang medis yang sering dilakukan untuk mendiagnosis TB pada anak meliputi pemeriksaan foto rontgen dada, uji tuberkulin atau Mantoux, laju endap darah, limfositosis, dan serologi.

Meskipun pemeriksaan tersebut dapat dilakukan di hampir semua fasilitas kesehatan, sebenarnya nilai atau bobot diagnostik untuk TB tidaklah tinggi. Bahkan, pada pasien TB anak semuanya hampir tidak khas karena dapat dipengaruhi oleh banyak aspek nonmedis dan dapat menyebabkan salah interpretasi.

Oleh sebab itu, pada kasus yang meragukan, semakin banyak pemeriksaan yang dilakukan dan menunjukkan hasil positif, tentunya akan semakin mengecilkan kemungkinan terjadinya kesalahan diagnosis. Demikian juga sebaliknya.

Pasien TB dewasa lebih mudah didiagnosis sebab ada sebuah pemeriksaan penunjang medik yang obyektif dan dapat dijadikan baku emas (gold standard) diagnosis TB. Pemeriksaan tersebut adalah menemukan bakteri TB pada pemeriksaan dahak (BTA positif pada sputum).

Pengeluaran dahak sebagai bahan yang akan diperiksa di laboratorium bukan hal mudah yang dapat dilakukan anak, apalagi anak kecil. Tanpa bukti adanya bakteri TB dalam pemeriksaan mikroskopis, diagnosis TB akan semakin terbuka kemungkinan untuk diragukan.

Dengan memahami ”salah kaprah” (pitfalls) tentang TB pada anak, seperti diuraikan di atas, dokter, dan orangtua atau keluarga pasien dapat saling mengingatkan sehingga tidak terjerumus dalam overdiagnosis dan overtreatment TB yang tidak perlu.

FX WIKAN INDRARTO,

Dokter Spesialis Anak di RS Bethesda Yogyakarta

Source : Kompas, Rabu, 24 Maret 2010 | 04:08 WIB

Rabu, 17 Maret 2010

Pemerintah Sudah Menetapkan Program Percepatan Pemanfaatan Geotermal

ENERGI TERBARUKAN

Geotermal Tanpa Industri Lokal

JAKARTA - Pemerintah menargetkan pemenuhan kebutuhan listrik dari panas bumi atau geotermal sebesar 9.000 megawatt pada tahun 2025, sedangkan kapasitas yang dicapai sekarang baru 1.189 megawatt. Tanpa percepatan dan dukungan komponen dari industri lokal, target tersebut sulit dicapai.

”Selama ini, hampir nol persen penggunaan komponen dalam negeri untuk produksi listrik dari geotermal,” kata Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Abadi Poernomo dalam konferensi pers di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Senin (15/3) di Jakarta.

Abadi Poernomo mengatakan, untuk mendistribusikan uap panas geotermal digunakan pipa-pipa besi baja yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri. Begitu pula untuk pipa-pipa reinjeksi air panas. Namun, selama ini yang digunakan bukan pipa-pipa produk dalam negeri.

”Pipa produk impor kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah,” kata Abadi.

Peran pemerintah

Direktur Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi BPPT Arya Rezavidi serta Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propulsi Supra Dekanto turut memberikan informasi pada konferensi pers tersebut. Arya Rezavidi mengatakan, butuh keberpihakan pemerintah untuk menghidupkan industri lokal dalam pemanfaatan geotermal untuk produksi listrik.

Saat ini, menurut Rezavidi, pemerintah sudah menetapkan program percepatan pemanfaatan geotermal, yaitu melalui program pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt (MW) tahap kedua dengan menetapkan kontribusi dari geotermal sebesar 3.962 MW. ”Sekarang sudah ditetapkan 44 lokasi baru panas bumi yang sangat potensial sebagai pasar,” kata Rezavidi.

Abadi Poernomo mengatakan, PT Pertamina Geothermal Energy baru memproduksi listrik dari geotermal sebesar 272 MW. Dalam lima tahun ke depan ditargetkan meningkat menjadi 1.342 MW.

”Tahun 2010 ini sedang dieksplorasi 33 sumur. Sebelumnya, pada tahun 2009 dieksplorasi 23 sumur,” kata Abadi.

Supra Dekanto menuturkan, perusahaannya mendukung BPPT dalam memproduksi komponen lokal untuk pembangkit listrik panas bumi skala kecil.

Menurut Arya Rezavidi, BPPT sudah mengembangkan pembangkit listrik geotermal dengan komponen lokal meski kapasitasnya masih sangat kecil. (NAW)***

Source : Kompas, Rabu, 17 Maret 2010 | 03:13 WIB

Jumat, 12 Maret 2010

Teknologi Hidrologi dari Bribin untuk Gunung Kidul

HIDROLOGI

Dari Bribin untuk Gunung Kidul

Oleh MAWAR KUSUMA/GESIT ARIYANTO

Beberapa kali pergi-pulang menempuh perjalanan panjang Jerman-Indonesia, sejak tahun 2002, Guru Besar Institut Teknologi Karlsruhe, Jerman, Franz Nestmann, akhirnya puas dengan pencapaian Proyek Bribin II di Gunung Kidul, DI Yogyakarta.

Nestmann, tokoh penting pelaksanaan proyek itu, pantas puas karena debit air 80 liter per detik dari bendungan goa bawah tanah pegunungan karst sukses dipompa sekitar 250 meter. Hari ini, Kamis (12/3), proyek itu diresmikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Dua pekan sebelumnya, sejumlah pekerja teknis proyek Bribin II masih dilanda kerepotan. Langit-langit bendungan bawah tanah, tempat platform pompa dan turbin dipasang—sejajar dengan bendungan, masih meneteskan air akibat porositas karst. Lantai platform pun selalu basah. Lift yang menghubungkan permukaan dengan goa bawah tanah (104 meter) seperti tak pernah beristirahat.

Ahli teknologi informasi dari Jerman juga sibuk mengawasi pemasangan alat pemantau waktu langsung (realtime) pada antena bangunan yang akan memudahkan peneliti KIT memantau perkembangan Bribin II setiap detiknya. Yang lain, sibuk memantau fungsi kelistrikan bendungan.

”Sekarang semua sudah beres. Tetesan air sudah berkurang signifikan, meskipun tidak mungkin hilang seluruhnya,” kata perwakilan KIT di Bribin, Solichin, Rabu (10/3). Ketinggian air bendungan mendekati maksimal untuk mencapai debit 80 liter per detik.

Perkembangan itulah yang Senin (8/3) lalu membuat wajah Nestmann berseri-seri. Ia memaparkan proyek Bribin II pada Konferensi Internasional Pengembangan Air Baku di Daerah Karst di Yogyakarta. Belum lagi teruji keberlangsungannya dalam jangka panjang, ia sudah memaparkan rencana serupa di Goa Seropan, dua kilometer dari Bribin.

Ide proyek Bribin II melibatkan Sultan Hamengku Buwono X, yang tahun 1998 menantang Nestmann ketika memaparkan rencana penelitian pertamanya di kawasan karst Gunung Kidul. Sultan mendorong pemecahan kelangkaan air bersih yang berlangsung beberapa generasi. Padahal, kawasan karst dikenal kaya sumber air bersih di sungai-sungai bawah tanahnya.

Melalui proyek Bribin I, tahun 1984, sempat tumbuh asa menyusul sukses mengangkat air ke permukaan. Hanya saja, proses itu mahal karena menggunakan generator solar yang setiap jamnya mengonsumsi 200 liter solar. Menggunakan pompa listrik dari PLN, biayanya Rp 265 juta per tahun.

Pada proyek Bribin II, di luar biaya 3,2 juta euro untuk pengadaan lift, pipa, turbin, pompa, dan pembangunan bendungan bawah tanah, ongkos memompa air nol rupiah. Air dipompa memanfaatkan turbin bertenaga listrik mikrohidro. ”Kami masih butuh BBM untuk operasional lift,” kata Solichin.

Oleh karena itulah Menteri PU Djoko Kirmanto menilai proyek tersebut memiliki nilai lebih. Teknologi pengangkatan air dari perut bumi telah banyak dikenal. Namun, mengangkat air dengan ongkos rendah merupakan hal baru.

”Teknologi ini layak diadopsi daerah lain,” kata Djoko seusai konferensi dua hari lalu.

Teknologi bekerja

Prinsip kerja Proyek Bribin II terbilang sederhana. Air dipompa melewati pipa setinggi 104 meter. Pompa beroperasi dengan penggerak turbin listrik mikrohidro. Daya listrik sebesar 200 kilowatt sebatas untuk mencukupi kebutuhan proyek, seperti lampu penerangan bawah tanah dan kantor.

Proyek Bribin II mulai diuji coba tahun 2009. Pembangunannya sempat terhenti dua tahun akibat gempa bumi tahun 2006.

Saat itu, sungai bawah tanah belum dibendung. Baru dibangun platform berukuran 8 x 8 meter yang selesai dibangun tahun 2005. Kini, lima pompa ditanam di bendungan Goa Bribin. Satu pipa dipasang untuk mengangkat air ke permukaan melalui lubang lift.

Di permukaan tanah, air didorong melalui pipa berdiameter 20 sentimeter (cm) sepanjang sekitar tiga kilometer menuju penampungan (reservoir) berkapasitas 1.000 meter kubik di atas bukit setinggi 144 meter. Tepatnya di Dusun Kanigoro, Dadapayu, Kecamatan Semanu. Air itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga 80.000 jiwa.

Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), tampungan air dialirkan melalui pipa ke rumah-rumah penduduk hingga jangkauan 30 kilometer. Fakta itu disambut gembira. Kelangkaan air yang menjadi momok rutin perlahan tersingkir. Namun, masih menunggu bukti kondisi suplai air pada musim kemarau.

Djoko Kirmanto, secara khusus, mengingatkan pentingnya menjaga keberlanjutan Bribin II. Tidak hanya aspek pemeliharaan teknis, tetapi juga memastikan suplai air. Caranya, pemda dan masyarakat di kawasan hulu harus menjaga kelestarian lingkungan.

Djoko juga berharap agar Bribin II menginspirasi banyak perguruan tinggi dan peneliti. Bribin sudah membuka akses bagi penelitian lanjutan. Penelitian-penelitian itulah yang diharapkan menyejahterakan warga di kawasan karst, yang selama ini identik dengan kekeringan dan kemiskinan.

Di sana, ilmu pengetahuan dan teknologi ditantang berperan nyata menjadi solusi masalah, sekaligus menyejahterakan warga. Hari ini (Kamis, 11/3), Proyek Bribin II dialihkelolakan dari Jerman, yang disokong Kementerian Pendidikan dan Penelitian Jerman, kepada Pemerintah Indonesia.

Sejauh ini, iptek telah memberikan harapan dan kepuasan banyak pihak di Gunung Kidul. Bagaimana kelanjutannya, seperti dikatakan Nestmann, tinggal bagaimana kiprah Pemerintah Indonesia pasca-pengalihan pengelolaan. ***

Sumber : Kompas, Kamis, 11 Maret 2010 | 03:48 WIB

Ekstrak dari Telur Burung Langka hingga Bintang Kerdil

KILAS IPTEK

Ekstrak dari Telur Burung Langka

Sejumlah ilmuwan Australia hari Rabu (10/3) mengumumkan, mereka telah mengekstraksi asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid/DNA) dari sel yang diambil dari telur burung yang memfosil. Penelitian itu merupakan langkah penting upaya pemetaan genom burung yang punah akibat kerakusan manusia. Namun, para ahli mengingatkan, hal ini bukan berarti hewan-hewan langka tersebut dapat kembali hidup, seperti dalam film Jurassic Park. Tim yang dipimpin Michael Bunce dari Murdoch University, Perth, Australia bagian barat, ini mengungkapkan, DNA itu diisolasi dari membran bagian dalam fosil telur-telur yang ditemukan di 13 lokasi di Australia, Madagaskar, dan Selandia Baru. Telur itu, antara lain, adalah telur moa atau Dinornis (burung unta raksasa bisa setinggi 4 meter) yang punah akibat perburuan oleh suku Maori di Selandia Baru, akhir abad ke-18, juga burung gajah—sampai 3 meter. Burung ini punah diburu orang Eropa saat menguasai Madagaskar tahun 1700-an. Telur tertua, yaitu dari emu (Dromaius novaehollandiae), sekitar 19.000 tahun. (AP/ISW) ***

Bintang Kerdil Saling Mengitari

Telah satu dekade berlalu dengan penuh misteri para astronom kini bisa menunjukkan adanya sepasang bintang kerdil berwarna putih yang saling mengitari dalam waktu selama 5,4 menit. Hal ini menjadikan keduanya sebagai ”pengeliling orbit tercepat” dan sebagai sistem bintang biner paling erat yang pernah ditemukan. Rekor bintang biner adalah HM Cancri atau RX J0806.3+1527—hal ini membutuhkan penjelasan tentang bagaimana sistem semacam itu bisa terbentuk. Bintang super cepat mungkin mewakili masa depan di mana dibutuhkan penelitian untuk mendeteksi gelombang gravitasi yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Sejumlah peneliti mengatakan, bintang biner HM Cancri posisinya amat dekat satu sama lain—jaraknya sekitar seperempat jarak matahari-Bumi.(livescience.Com/ISW)***

Sumber : Kompas, Kamis, 11 Maret 2010 | 03:56 WIB

Kamis, 04 Maret 2010

Mengapa Kubis Dapat Mencegah Kanker?

KESEHATAN MASYARAKAT

Mengapa Kubis Dapat Mencegah Kanker?

Di Amerika, 1 dari 5 kematian disebabkan oleh kanker. Berdasarkan data dari American Cancer Society, kematian akibat kanker pada wanita didominasi oleh kanker payudara sebanyak 19 persen, kanker paru 16 persen, serta kanker kolon dan rektum 15 persen. Ali Khomsan

Sementara itu, pada pria kanker yang dominan sebagai penyebab kematian adalah kanker paru (34 persen), kanker kolon dan rektum (12 persen), dan prostat (10 persen).

Diet kaya lemak pada studi epidemiologis menunjukkan adanya kaitan erat dengan munculnya kanker usus ataupun kanker payudara. Kandungan lemak yang rendah dan konsumsi serat yang tinggi seperti pada pola makan vegetarian diketahui menyebabkan rendahnya insiden kanker.

Hormon tertentu mungkin ikut bertanggung jawab pada munculnya tumor. Hormon ini pengeluarannya dipicu oleh konsumsi lemak yang tinggi. Sebagai contoh hormon prolactin (serum) yang merangsang pertumbuhan tumor ternyata semakin meningkat apabila diet kita kaya akan lemak.

Makanan mengandung zat zat penyebab (promoters) dan pencegah (inhibitors) kanker sekaligus. Sejauh mana tercapai keseimbangan antara dua komponen tersebut akan sangat menentukan apakah kita akan berisiko terkena kanker atau tidak.

Alkohol mungkin berperan sebagai penyebab kanker melalui berbagai jalur. Pertama, alkohol secara langsung dapat merupakan racun bagi sel tubuh. Kedua, alkohol dapat menjadi wahana untuk ditumpangi kokarsinogen. Ketiga, alkohol menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh. Alkohol sebagai penyebab langsung munculnya kanker masih diragukan bukti ilmiahnya. Namun, tampaknya tak diragukan lagi bahwa alkohol dapat menjadi promoter terjadinya tumorigenesis.

Penyebab langsung kanker tampaknya tetap sulit untuk dideteksi. Hal ini mengingat kemunculan kanker yang memerlukan waktu relatif lama setelah pola makan tertentu diterapkan. Namun, dengan adanya bukti-bukti epidemiologis yang mengaitkan kebiasaan makan (food habits) suatu kelompok masyarakat dengan insiden kanker, dapat ditarik pelajaran tentang perlunya memerhatikan asupan gizi yang berasal dari pangan alami, dan dikonsumsi secukupnya sesuai kebutuhan tubuh.

Semua kubis-kubisan tergolong dalam kelompok crucifera, kelompok ini dikenal karena kandungan sulforaphane dan indoles-nya yang berkhasiat sebagai antikanker. Riset tentang indoles membuktikan kemampuannya mendeaktivasi metabolit estrogen yang menyebabkan tumor, terutama pada sel-sel payudara. Pada saat yang sama indoles meningkatkan senyawa tertentu yang bersifat protektif terhadap kanker.

Selain menekan pertumbuhan sel tumor, indoles juga dapat mengurangi proses metastasis sel kanker. Metastasis adalah pergerakan sel-sel kanker ke bagian tubuh yang lain sehingga terjadi penyebaran sel tumor.

Sementara itu, sulforaphane berperan meningkatkan peran enzim yang bertanggung jawab dalam detoksifikasi. Dengan semakin optimalnya detoksifikasi, substansi karsinogenik penyebab kanker bisa lebih cepat disingkirkan. Selain itu, studi tentang sulforaphane dan efeknya terhadap tumor pada tikus menunjukkan bahwa sulforaphane menyebabkan tumor berkembang lebih lambat dan beratnya lebih kecil. Sulforaphane dapat menyebabkan apoptosis (bunuh diri sel kanker) pada sel-sel leukemia dan melanoma.

Banyak orang telah tahu manfaat mengonsumsi pangan nabati, seperti sayuran dan buah yang kaya phytonutrients (gizi nabati). Phytonutrients mampu mencegah kanker karena berfungsi sebagai antioksidan—sehingga dapat mencegah berbagai kerusakan sel tubuh akibat serangan radikal bebas.

Suatu studi di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle, AS, yang melibatkan sampel manusia lebih dari 1.000 orang mengungkapkan, mereka yang rajin makan sayuran dapat mengurangi risiko kanker kolon sebesar 35 persen, sedangkan yang mengonsumsi kubis-kubisan dapat menekan risiko kanker 44 persen. Sementara studi di Belanda dengan sampel lebih dari 100.000 orang hasilnya relatif sama, yaitu konsumsi sayuran bisa mengurangi risiko kanker kolon 25 persen, kubis-kubisan bisa mengurangi risiko sampai 49 persen. Hal ini menegaskan bahwa peran kubis-kubisan sebagai sayuran antikanker dapat diandalkan.

Kubis-kubisan dapat mengurangi risiko kanker paru sampai 30 persen pada kelompok bukan perokok. Pada kelompok perokok, lebih baik lagi, yaitu menekan risiko kanker paru sampai 69 persen. Jadi, ini dapat menjadi kabar baik bagi perokok, kalau memang tidak bisa berhenti merokok jangan lupa selalu mengonsumsi kubis-kubisan sebagai sayur teman nasi.

Sampai saat ini belum diketahui obat kanker dan penyebabnya pun cukup beragam. Sering kali deteksi kanker amat terlambat sehingga pertolongan menjadi semakin sulit. Oleh karena itu, upaya preventif harus lebih diutamakan untuk mengatasi kanker. Di sinilah gizi memainkan peranan penting untuk menawarkan proses pencegahan sehingga penyakit yang mematikan itu dapat dihindari.

Mengonsumsi kubis-kubisan mungkin tidak menjadi garansi bahwa Anda akan terbebas dari penyakit kanker. Namun, paling tidak risiko untuk terserang penyakit tersebut menjadi lebih kecil karena unsur nutrisi dan substansi lainnya di dalam kubis-kubisan telah terbukti berkhasiat bagi kesehatan.

Membiasakan diri mengonsumsi kubis-kubisan 3-5 serving seminggu adalah sangat dianjurkan. Satu serving setara dengan 1 cup. Memilih kubis-kubisan yang ditanam secara organik jelas akan membawa manfaat lebih besar karena sayuran organik mengandung phytonutrients lebih tinggi. Di Indonesia, sayuran organik kini dapat dijumpai di swalayan-swalayan tertentu. Hanya saja harganya masih relatif lebih mahal dan ketersediaannya belum begitu luas.

ALI KHOMSAN,

Dosen Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB

Source : Kompas, Kamis, 4 Maret 2010 | 04:57 WIB