RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Rabu, 28 April 2010

Kepunahan Massal Semakin Dekat

LINGKUNGAN ALAM

Kepunahan Massal Semakin Dekat

YOGYAKARTA - Para ahli biologi memperkirakan dunia tengah menghadapi ancaman kepunahan keanekaragaman hayati secara massal. Dugaan ini muncul dari krisis keanekaragaman hayati yang semakin parah. Diperkirakan, saat ini sebanyak 50-150 spesies bumi punah setiap harinya.

Perkiraan ini berdasarkan atas proyeksi laju kepunahan yang terjadi saat ini. Proyeksi tersebut menyebutkan, sekitar 50 persen dari sekitar 10 juta spesies yang ada saat ini diprediksi akan punah dalam kurun waktu 100 tahun ke depan. ”Laju kepunahan beragam spesies saat ini mencapai 40-400 kali lipat dari laju kepunahan 500 tahun yang lalu,” kata Ign Pramana Yuda, peneliti Teknobiologi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dalam pidato ilmiah Dies Natalis Ke-44 universitas tersebut di Yogyakarta, Jumat (2/10).

Laju kepunahan burung dan binatang menyusui antara tahun 1600 dan 1975, misalnya, telah diperkirakan mencapai 5-50 kali lipat dari laju kepunahan sebelumnya. Tidak hanya spesies, kepunahan juga mengancam gen dan ekosistem tempat spesies tersebut tinggal.

Menurut Pramana, Indonesia adalah salah satu kawasan yang memiliki ancaman kepunahan terbesar. Ekosistem hutan tropis berkurang 10 juta-20 juta hektar setiap tahunnya. Sebanyak 70 persen terumbu karang di Indonesia juga mengalami kerusakan sedang hingga berat. Kerusakan juga terjadi di sejumlah ekosistem khas di Indonesia lainnya, seperti hutan bakau, sungai, danau, dan kawasan pertanian.

Pramana mengatakan bahwa kepunahan massal kali ini terjadi dalam skala yang jauh lebih luas dan lebih cepat lajunya dibandingkan dengan lima kepunahan massal yang pernah terjadi di Bumi sebelumnya. Kepunahan massal terbaru terjadi sekitar 65 juta tahun lalu.

Luasnya skala kepunahan massal kali ini bisa dilihat dari banyaknya spesies yang punah dan makin pendeknya usia kelestarian satu spesies. Saat ini usia spesies kurang dari 35.000 tahun, padahal jutaan tahun yang lalu satu spesies bisa berusia 10 juta tahun.

Solidaritas lintas spesies

Besarnya skala kepunahan ini perlu diredam karena bisa berakibat berdampak buruk pada kelangsungan kehidupan di Bumi. Salah satu upaya peredaman itu adalah dengan menumbuhkan solidaritas lintas spesies yang saat ini masih sangat minim. Selama ini pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih berorientasi pada kesejahteraan umat manusia.

Menurut Pramana, sektor pendidikan berperan sangat penting dalam hal ini. Komunitas akademis perlu mulai mengembangkan program dan kurikulum pendidikan serta pelestarian yang mengacu pada konservasi keanekaragaman hayati.

Peneliti Keanekaragaman Hayati dari Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Djoko Raharjo, berpendapat, kepunahan yang terjadi saat ini tidak bisa disebut alami karena dipicu oleh berbagai sebab buatan, antara lain polusi, eksploitasi berlebihan pada sumber daya alam, dan industrialisasi.

”Meskipun sudah sangat parah, sebenarnya masih banyak yang bisa kita lakukan untuk meredamnya pada laju yang alami,” ujarnya.

Berbagai penemuan di bidang konservasi memberikan harapan baru di bidang pelestarian alam. Masyarakat juga bisa berkontribusi dengan menekan penggunaan energi dari bahan tambang serta mengurangi konsumsi yang bisa menyebabkan polusi serta eksploitasi alam berlebihan. (IRE)***

Source : Kompas, Senin, 5 Oktober 2009 | 04:08 WIB

PENYU HIJAU TERSESAT

PENYU HIJAU TERSESAT - Wardi (43), warga Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menemukan penyu hijau (Chelonia mydas) yang hendak bertelur di Pantai Sluke, Selasa (26/1). Penyu itu kemungkinan tersesat karena pantai itu bukan tempat yang biasa digunakan penyu untuk mendarat dan bertelur. (Foto:Kompas/Albertus Hendriyo Widi)***
Sumber : Kompas, Rabu, 27 Januari 2010

Kementerian Pendidikan Nasional memfasilitasi pembangunan rumah sakit pendidikan di lima perguruan tinggi di Indonesia

KEDOKTERAN

Lima Rumah Sakit Pendidikan Didirikan

BANDUNG - Kementerian Pendidikan Nasional memfasilitasi pembangunan rumah sakit pendidikan di lima perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya, meningkatkan kompetensi pendidikan kedokteran, kualitas penelitian, serta pelayanan rumah sakit.

”Sinergitas dunia pendidikan dan kedokteran akan membentuk hasil lebih baik,” ujar Wakil Menteri Fasli Djalal saat meresmikan Rumah Sakit Pendidikan Padjadjaran di Bandung, Selasa (27/4).

Fasli mengatakan, perguruan tinggi yang akan difasilitasi adalah Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Negeri Solo (Solo), Universitas Andalas (Lampung), dan Universitas Indonesia (Depok).

Penelitian Departemen Kesehatan dan Universitas Gadjah Mada tahun 2003 melaporkan, ada 97 rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan. Dari data Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia tahun 2007, hanya ada 37 rumah sakit yang memiliki surat keputusan Menteri Kesehatan sebagai rumah sakit pendidikan. Jumlah pendidikan tinggi kedokteran ada di 52 universitas.

Fasli mengatakan, USU, Undip, UNS, dan Andalas kemungkinan besar didanai dana pinjaman lunak dari Islamic Development Bank, Rp 300 miliar-Rp 450 miliar. Hanya Rumah Sakit Pendidikan Padjadjaran yang memakai dana Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

”Untuk pembangunan fisik bangunan biasanya dibutuhkan waktu dua tahun, sedangkan penyediaan alat lazimnya satu tahun,” ujar Fasli.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengakui belum ada model ideal rumah sakit pendidikan dan rumah sakit umum di Indonesia. Biasanya, rumah sakit pendidikan lebih fokus menyiapkan tenaga kerja dan riset kesehatan. (CHE) ***

Sumber : Kompasa, Rabu, 28 April 2010 | 04:13 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

nonel @ Rabu, 28 April 2010 | 14:45 WIB
Universitas Negeri Surakarta (UNS) gitu loh mas bre...

Bre @ Rabu, 28 April 2010 | 08:35 WIB
emang ada ya Universitas Negeri Solo? saya ko ga pernah denger ya?

Letusan Gunung dan Perubahan Iklim

KILAS IPTEK

Letusan Gunung dan Perubahan Iklim

Langit di atas Eropa selama letusan gunung berapi Eslandia dapat menghasilkan petunjuk langka tentang bagaimana penerbangan dapat menyebabkan perubahan iklim. Ini merupakan bukti baru setelah penutupan wilayah udara Amerika Serikat setelah tragedi 11 September 2001. Gangguan iklim, menurut para pakar, dapat disebabkan oleh pembakaran bahan bakar jet pada lapisan udara tinggi. Namun, hal ini belum banyak diketahui, antara lain, karena para ilmuwan tidak memiliki data untuk membandingkan kondisi cuaca cerah dengan hari-hari ketika angkasa banyak dilewati oleh jet yang selama penerbangannya mengemisikan asap putih di udara. (Reuters/YUN) Amerika Serikat Uji Pesawat Antariksa X-37B

Amerika Serikat Uji Pesawat Antariksa X-37B

Sebuah roket Atlas membawa miniatur pesawat ruang angkasa dari Stasiun Ruang Angkasa milik Angkatan Udara AS di Cape Canaveral. Uji terbang ini akan berlangsung selama sembilan bulan. Roket yang dibangun oleh United Launch Alliance sebuah perusahaan patungan Lockheed Martin Corp dan Boeing Co itu lepas landas pada pukul 07.52 waktu setempat, Kamis pekan lalu, dan memelesat di atas Samudra Atlantik menuju orbit. (Reuters/YUN)***

Sumber : Kompas, Senin, 26 April 2010 | 03:27 WIB

Pilot F-16, Berpikir Simultan dalam Sepersekian Detik

PESAWAT TEMPUR F-16 - Pilot pesawat tempur bersiap menerbangkan pesawat F-16 dari hanggar Skuadron Udara 3 TNI Angkatan Udara di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur, Rabu (30/12). (Foto:Kompas/Riza Fathoni)***

KEHIDUPAN MILITER (1)

Pilot F-16, Berpikir Simultan dalam Sepersekian Detik

Oleh Edna C Pattisina

Dragon, begitu nama sebutan bagi para pilot F-16 Fighting Falcon di Skuadron Udara 3, Wing 3, Pangkalan TNI AU (Lanud) Iswahjudi ini. Konon, nama itu dipilih gara-gara naga dianggap bandel dan punya api. Dan begitulah kesan tentang mereka, militan bahkan bisa dibilang nekat.

Jangan tanya jumlah mereka, karena itu salah satu rahasia negara. Anggap saja jumlah mereka ada beberapa belas orang. Salah satu ruangan di Skuadron 3 ini juga tidak boleh dimasuki orang luar karena berisi tabel jadwal latihan mereka beserta manuver-manuver yang dilatih. ”Orang boleh tahu berapa jumlah pesawat kita. Akan tetapi, justru berapa jumlah pilot dan apa keahlian mereka masing-masing, nah itu sebenarnya kekuatan kita,” kata Letkol Fajar ”Redwolf” Adriyanto, Komandan Skuadron Udara 3 Lanud Iswahjudi.

Walaupun latihan mereka mengikuti silabus dengan program tertentu, setiap pilot memiliki kekhasan yang kemudian menjadi kekuatannya. Salah seorang pilot menggemari seni mahir dalam manuver-manuver rumit karena daya imajinasinya tinggi. Pilot yang tenang akan maju untuk penyerangan yang membutuhkan ketelitian tinggi seperti mengebom sasaran di darat.

Sekilas, ciri khas setiap pilot ini bisa dilihat dari call sign alias nama panggilan mereka. Nama itu biasanya diberikan komandan atau pelatih yang melihat karakteristik muridnya. Nama diambil dari nama hewan, seperti Letkol Ian ”Hyena” Fuadi, Mayor Ali ”Unicorn” Sudibyo, Mayor Setiawan ”Gryphon”, dan Mayor Firman ”Foxhound” Dwi Cahyono.

”Setiap hari rasanya seperti ujian,” kata Letda Ferry Rachman, siswa transisi angkatan terbaru. Walaupun menjadi salah satu lulusan terbaik Sekolah Penerbang, Ferry yang tahun ini genap berusia 25 tahun itu mengaku harus bekerja keras. Selain adaptasi, ada hal-hal yang baru seperti keterampilan basic fighter manuver atau air combat manuver dan kecepatan mengambil keputusan. ”Di sini harus lebih kerja keras, soalnya di sini semuanya sama hebatnya,” tuturnya di sela-sela makan malam di warung sop buntut kesukaannya di pasar di Madiun.

Selain sehat—termasuk tanpa gigi berlubang dan mata minus—prestasi akademik calon pilot F-16 harus unggul juga. Setelah lulus tentunya dengan nilai memuaskan dari Akademi Angkatan Udara, tahap berikutnya adalah Sekolah Penerbang. Hanya 5-10 lulusan terbaik Sekolah Penerbang yang boleh menjadi pilot pesawat tempur. Dari lulusan terbaik itu, biasanya tiap tahun peringkat pertama dan kedua masuk ke Skuadron 3 untuk dilatih menjadi pilot F-16. ”Di sini memang kawah candradimuka,” cerita Fajar.

Belajar dan bekerja keras

Hari-hari para dragon ini memang dipenuhi belajar dan bekerja keras. Pengetahuan awal yang harus dikuasai seorang pilot F-16 adalah karakteristik mesin pesawat yang akan ia gunakan. Setelah itu baru ilmu perang, manuver, dan hal-hal yang menyertainya, seperti penggunaan bahan bakar hingga faktor legal. ”Seperti waktu kita cegat pesawat tempur AS. Kita harus punya dasar legal dan tahu bahwa mereka tidak meratifikasi UNCLOS 1982,” kata Fajar.

Malam-malam, mereka harus mempersiapkan manuver yang akan dilaksanakan besok. Bagi siswa transisi seperti Ferry, keesokan harinya mereka mencoba pengetahuan barunya di simulator. Sering kali instruktur memberikan situasi darurat seperti mesin yang tiba-tiba mati. ”Yang penting adalah bagaimana bereaksi saat emergency,” kata Mayor Sondhi selaku kepala fasilitas latihan.

Setelah berbulan-bulan berlatih dengan simulator, saat yang paling ditunggu adalah ketika instruktur menyatakan pilot transisi sudah layak terbang dengan F-16. Tahap membanggakan selanjutnya adalah saat sudah boleh terbang solo dengan F-16. Tradisinya, telur akan dipecahkan di kepalanya setelah itu dia diguyur ramai-ramai. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menjadi wingman hingga element leader, flight leader, instruktur penerbang, dan pilot tes yang masing-masing memiliki kemampuan untuk memimpin sejumlah pesawat.

Untuk membawa pesawat tentu dibutuhkan keahlian dan keterampilan. Namun, memimpin beberapa pesawat membutuhkan kemampuan yang kompleks. Algoritma berpikir jika A maka B bisa berlapis-lapis. Sebagai pemimpin, seorang pilot harus bisa memetakan di mana posisi pesawat timnya serta di mana mereka berada detik berikutnya. Ia juga harus mengenal karakter anggota timnya.

Itu harus dipikirkan, sementara sang pilot tengah mengalami tekanan sebesar 9 G alias sembilan kali gaya gravitasi. Ini belum termasuk memikirkan strategi untuk memenuhi misi, misalnya menembak sasaran berukuran 10 meter x 10 meter dari jarak beberapa kilometer. ”Toleransi meleset yang diterima itu 5 meter,” kata Mayor Firman ”Foxhound” Dwi Cahyono, Wakil Komandan Skuadron Udara 3.

Setiap hari, para pilot F-16 ini berlatih terbang dari pukul sembilan pagi hingga sore hari. Mereka juga harus menguasai terbang di malam hari. Pasalnya, ancaman di udara bisa datang tanpa mengenal waktu. ”Biasanya malah pas lagi libur tuh ada black flight (pesawat penyusup), makanya kami harus standby selalu,” tutur Fajar. ***

Source : Kompas, Senin, 25 Januari 2010 | 02:34 WIB

Selasa, 27 April 2010

Berlatih Bermain Biola

Berlatih Bermain Biola - Sejumlah siswa Indonesian Folk Song berlatih bermain biola di Taman Suropati, Jakarta, Minggu (25/4) pagi. Suasana nyaman menjadi terasa menyenangkan dengan hadirnya alunan suara merdu yang keluar dari biola-biola para siswa yang sedang berlatih tersebut. (Kompas/Alif Ichwan)***


Sejumlah Sekolah 100 Persen Siswanya Tidak Lulus

Murid SMA Negeri 3 Yogyakarta membagikan makanan kepada pengayuh becak di Perempatan Tugu, Yogyakarta, sebagai ungkapan syukur setelah dinyatakan lulus ujian nasional, Senin (26/4). Pada tahun ini siswa di DI Yogyakarta yang tidak lulus ujian nasional sebanyak 9.237 siswa. Jumlah ketidaklulusan siswa pada ujian nasional tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2009 sebanyak 1.825 siswa. (Kompas/Ferganata Indra Riatmoko)***

Hasil UN Mengejutkan

Sejumlah Sekolah 100 Persen Siswanya Tidak Lulus

JAKARTA - Ujian nasional yang hasilnya diumumkan pada Senin (26/4) mengejutkan banyak pihak, terutama orangtua siswa, guru, kepala sekolah, dan siswa yang bersangkutan. Ini antara lain disebabkan meningkatnya jumlah siswa yang tidak lulus.

Daerah yang paling banyak siswanya tidak lulus dan harus mengulang ujian nasional (UN) adalah Nusa Tenggara Timur sebanyak 18.333 orang, Jawa Tengah 13.914 orang, Nusa Tenggara Barat 9.086 orang, dan Sulawesi Selatan 8.451 orang

Secara nasional, dari 1.522.162 peserta, ada 154.079 peserta yang harus mengikuti UN ulang pada 10-14 Mei.

Ujian tahun ini juga diwarnai banyaknya sekolah yang siswanya 100 persen tidak lulus UN. Di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, misalnya, ada tiga SMA yang angka kelulusannya nol, yaitu SMA Kampung Laut, SMA Bahari, dan SMA Jenderal Soedirman.

Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Cilacap Marjaka, Senin, mengatakan, jumlah siswa dari ketiga SMA yang tidak lulus semua itu hanya sedikit, yakni 88 siswa. SMA Bahari dan SMA Jenderal Soedirman, contohnya, siswa peserta UN di kedua sekolah itu masing-masing hanya 10 dan 18 siswa.

Namun, untuk SMA Kampung Laut, Marjaka mengakui, memang cukup mengkhawatirkan karena tak satu pun dari 60 siswa kelas tiga di sekolah itu yang lulus UN. Tahun lalu pun hanya 50 persen siswa di sekolah itu yang lulus UN.

”Para siswa dari ketiga sekolah ini harus mengulang semua mata pelajaran,” katanya.

Enam sekolah

Di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, ada enam madrasah aliyah (MA) yang tidak satu pun siswanya lulus UN. Sementara di Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi yang merupakan kabupaten pemekaran terbaru, tingkat kelulusannya hanya 46 persen.

”Kami langsung melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait untuk membahas persiapan ujian susulan,” kata M Mithar, Ketua Panitia Ujian Nasional Kabupaten Majene.

Keenam madrasah yang siswanya tidak lulus 100 persen adalah Madrasah Aliyah Daru Da’wah wal Irsyad (DDI) Kampung Baru, MA Tande, MA DDI Baruga, MA Limboro, MA Simullu, dan MA Rangas. Ada pula SMK 2 Majene yang jumlah siswa yang lulus hanya 128 dari 700 peserta.

Sementara di Sulteng, Kabupaten Sigi menempati urutan teratas yang persentase kelulusannya rendah. Di kabupaten pemekaran baru ini, dari 3.645 peserta ujian nasional, hanya 45 persen yang lulus dan sisanya 55 persen harus mengulang.

Di Sumatera Selatan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Widodo menjelaskan, di Sumsel terdapat empat SMA yang siswanya tidak lulus 100 persen untuk mata pelajaran tertentu. ”Ketidaklulusan sampai 100 persen merupakan kasus yang tidak wajar,” kata Ketua Komisi V DPRD Sumsel yang membidangi pendidikan, Bihaqqi Sofyan.

Di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, semua siswa peserta UN di MA Darul Amman di Kecamatan Pringsurat tidak lulus UN. Siswa peserta UN di MA tersebut terdata 13 orang, dan semuanya berasal dari jurusan IPS.

”Kami belum mendata kegagalan siswa terjadi pada mata pelajaran apa saja,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung Tri Marhaen Suhardono.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, siswa tak perlu panik jika tak lulus UN karena masih ada kesempatan untuk mengikuti UN ulang. Hasil UN pun akan diserahkan pada masing-masing guru dan sekolah untuk diperhitungkan dengan aspek-aspek lainnya, seperti aspek akhlak dan kepribadian, lulus mata pelajaran yang diujikan di sekolah, dan telah merampungkan seluruh program pendidikan.

Guru terbatas

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Nusa Tenggara Timur (NTT) Thobias Uly di Kupang mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kelulusan siswa SMA/SMK di NTT. Namun, rendahnya penghayatan dan pemahaman guru terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dianggap sebagai faktor paling krusial.

”Kreativitas guru sangat rendah untuk mengembangkan KTSP,” ujarnya.

Faktor lainnya yang menyebabkan hasil UN untuk NTT kali ini rendah, menurut Uly, adalah kondisi geografis sekolah yang sulit dijangkau, kurangnya sarana dan prasarana penunjang, jumlah guru yang terbatas, dan rendahnya tanggung jawab orangtua atas pendidikan siswa. Kondisi ini ditambah lagi dengan pemerintah kabupaten/kota juga kurang memberikan perhatian pada sektor pendidikan dan kurang memperhatikan petunjuk-petunjuk provinsi terkait persiapan UN.

”Prestasi yang dihasilkan dalam UN tahun ini menunjukkan kegagalan serius NTT di bidang pendidikan,” kata Wakil Ketua DPRD NTT Ansel Talo.

Padahal, dana untuk pendidikan di NTT meningkat. Tahun 2009, misalnya, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga NTT mengelola dana Rp 100 miliar dari dana APBD dan Rp 300 miliar dari APBN. Adapun tahun 2010 anggarannya meningkat menjadi Rp 250 miliar dari APBD dan Rp 400 miliar dari APBN.

Bisa diprediksi

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Rochmat Wahab mengatakan, penurunan jumlah kelulusan UN tahun ini sebenarnya bisa diprediksi. Kebijakan dalam pelaksanaan UN yang waktunya dipercepat dengan standar minimal kelulusan yang dirasa tinggi untuk diberlakukan secara nasional membuat persiapan sekolah dan siswa tidak maksimal.

Di sisi lain, lanjut Rochmat, adanya pengawasan yang serius dengan berperannya tim pemantau independen dan dilibatkannya perguruan tinggi dalam pengawasan membuat celah kecurangan semakin sempit.

”Soal UN yang sama di semua daerah sebenarnya tidak masalah. Tetapi dalam penentuan standar minimal kelulusan, mestinya unit analisisnya provinsi. Ada keleluasaan sekolah untuk bisa memilih apakah dia mau ikut di standar kelulusan yang tinggi, rendah, dan menengah,” ujar Rochmat.

Rully Chairul Azwal, Wakil Ketua Komisi X DPR, mengatakan, DPR tetap pada sikapnya untuk mengevaluasi sistem ujian nasional yang akan dilaksanakan tahun 2011. Pelaksanaan ujian nasional mesti bisa mengakomodasi pentingnya ujian nasional untuk penyamaan standar mutu secara nasional, syarat kelulusan, dan teknik pelaksanaan.

Untuk itu, Komisi X akan segera membentuk Panja Evaluasi UN. Dalam pelaksanaan UN tahun 2011 tetap harus ada perubahan sistem yang lebih baik, yang adil untuk semua pihak yang berkepentingan dengan kemajuan pendidikan nasional. (ELN/LUK/MDN/WAD/WER/ REN/ICH/APA/BRO/EGI/JON/ ENG/KOR/CHE/KOMPAS)***

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 04:56 WIB

Ada 17 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

soleh @ Selasa, 27 April 2010 | 16:15 WIB
standarisasi pendidkan itu perlu, kenapa mesti takut? tinggal upaya untuk meraih itu yang harus di persiapkan bersama dan perlu komitmen dan konsensus.

farrell @ Selasa, 27 April 2010 | 15:55 WIB
kasian ini negeri..bangsa lain sudah terbang keluar angkasa..kita masih bicara tentang sistim pendidikan...bubarkan aja depdiknas...gak guna

farrell @ Selasa, 27 April 2010 | 15:53 WIB
kasihan ini negeri .. orang sudah terbang keluar angkasa..kita masih bicara sistim pendidikan...bubarkan saja depdiknas..gak guna..

AMDIN @ Selasa, 27 April 2010 | 15:47 WIB
aduh.......... kualitas pendidikan indonesia masih perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus dari pihak pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan kita.

aridha @ Selasa, 27 April 2010 | 15:22 WIB
Tidak perlu risau hanya karena tak lulus UN. Toh kata film nya bang Dedi Ini negeri yang lucu. Pendidikan masih diperdebatkan, apakah penting atau tidak penting

Latihan Soal bagi Siswa yang Tak Lulus UN

Sekolah Siapkan Ujian Nasional Ulang

Latihan Soal bagi Siswa yang Tak Lulus UN

JAKARTA - Setelah hasil ujian nasional SMA sederajat diumumkan Senin (26/4) kemarin, sejumlah sekolah langsung memanggil siswa yang tidak lulus untuk diberi pengarahan dan jadwal ujian ulang pada 10-14 Mei 2010. Sekolah juga menyiapkan jadwal pendalaman materi bagi siswa.

Maman Suwarman, Kepala SMAN 79 Jakarta, mengatakan, di sekolah ini sebanyak 36 siswa dari 171 siswa kelas XII dinyatakan tidak lulus. Namun, dalam pengumuman kelulusan di website sekolah, para siswa yang tidak mampu memenuhi standar minimal nilai UN itu dinyatakan dengan status ”mengulang”.

”Kami langsung meminta siswa yang tidak lulus datang ke sekolah. Para siswa diberi pengarahan dan dihibur supaya tidak patah semangat. Mereka tidak gagal karena masih ada UN ulangan Mei nanti,” ujar Maman.

Para siswa, kata Maman, bahkan mendesak sekolah untuk segera memulai pendalaman materi pada Selasa besok. Padahal, sekolah telah menjadwalkan pendalaman materi dalam bentuk drilling dan pembahasan soal-soal yang tidak kuasai mulai Rabu (28/4) besok.

Pendalaman materi untuk menghadapi UN ulangan pada 10 Mei nanti akan dilakukan tim guru didampingi wali kelas dan guru Bimbingan Penyuluhan.

”Besok kami ketemu dengan orangtua siswa supaya anak-anak tidak divonis. Keluarga harus bantu untuk menumbuhkan kembali rasa percaya diri anak-anak ini meski belum berhasil di UN utama,” ujarnya.

Tunggu siswa tenang

Di SMA Negeri 70 Jakarta, pendalaman materi dan latihan soal untuk UN ulang belum dijadwalkan karena menunggu siswa yang tidak lulus tenang dulu secara psikologis.

”Mungkin sekarang mereka masih stres. Nanti kami tanya orangtua mereka, apakah anaknya sudah siap belajar lagi atau belum. Kalau sudah siap, kami akan mulai lagi pendalaman materi,” ungkap Osman Sitompul, guru senior bagian Pengendali Mutu di SMA Negeri 70 DKI Jakarta.

Dari 470 peserta ujian di SMAN 70, ada 12 siswa yang tidak lulus dan mayoritas harus mengulang materi ujian Matematika. Sebelum pendalaman materi mata pelajaran yang diujikan, kata Osman, pihak sekolah akan melihat terlebih dahulu mata pelajaran apa yang menjadi kelemahan tiap-tiap siswa.

Guru mata pelajaran Sejarah sekaligus bagian Humas di SMA Negeri 6 DKI Jakarta, Hamid S, juga mengatakan, sekolah akan segera memberikan pendalaman materi dengan mengerahkan guru Matematika SMAN 6 dan guru-guru dari lembaga bimbingan belajar. Para siswa yang tidak lulus akan dimasukkan di dalam satu kelas khusus untuk mendalami materi Matematika karena mayoritas siswa gagal pada mata pelajaran ini. Dari 345 peserta UN di sekolah tersebut, 10 siswa di antaranya tidak lulus.

Di Magelang, Jawa Tengah, sebanyak 1.311 siswa yang tak lulus UN disiapkan mengikuti UN ulang pada Mei mendatang. Dari jumlah itu, 498 orang adalah siswa SMA, 349 siswa MA, dan 464 siswa SMK. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Magelang Ngaderi Budiyono mengungkapkan, kegagalan siswa dalam UN ini terjadi merata di semua mata pelajaran. (ELN/LUK/EGI/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 04:45 WIB

Nilai Mata Ujian Bahasa Indonesia Buruk

Siswa PMDK Tak Lulus Ujian Nasional

Nilai Mata Ujian Bahasa Indonesia Buruk

CIREBON - Sebanyak 98 dari 5.056 siswa sekolah menengah atas Kabupaten Cirebon tidak lulus ujian nasional. Padahal, beberapa di antaranya telah lolos seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur penelusuran minat dan kemampuan.

Angka ketidaklulusan tertinggi di Kabupaten Cirebon adalah di SMAN 1 Dukupuntang, yaitu sebanyak 30 siswa. Ironisnya, lima siswa jurusan IPA dari 30 siswa itu telah lolos seleksi penelusuran minat dan kemampuan (PMDK).

Achmad Rizal Hamami (18), siswa yang lolos PMDK di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, mengaku sedih nilai mata ujian biologinya di bawah 4.00. Padahal, berdasarkan tes pra-ujian nasional yang diadakan sekolah, dia lulus. "Saya belum berani memberi tahu bapak dan ibu," ujar Achmad dengan mata yang berair, Senin (26/4).

Kepala Sekolah SMAN 1 Dukupuntang Oso Rochjana mengaku terpukul dengan banyaknya siswa yang tidak lulus. Yang lebih menyakitkan, sejumlah siswa yang tidak lulus itu termasuk siswa berprestasi. Meski demikian, baik siswa maupun orangtuanya diharap tak patah semangat karena masih bisa mengikuti ujian ulangan pada 10-14 Mei. Untuk itu, siswa yang belum lulus akan mendapat pelajaran tambahan. Adapun siswa yang telah masuk PMDK masih punya kesempatan karena universitas memberi toleransi untuk lulus ujian ulangan.

Jangan dianggap remeh

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis Akasah mengatakan, siswa yang tak lulus jangan menganggap remeh ujian nasional ulangan. Orangtua dan guru perlu mendorong agar siswa bisa melewati ujian ulangan.

Akasah menduga, kebanyakan siswa yang tidak lulus ujian nasional kurang memperhitungkan mata ujian di luar mata pelajaran pokok, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Nilai mereka jatuh pada mata ujian yang tidak diduga sebelumnya, seperti sosiologi.

Tingkat kelulusan siswa SMA di Ciamis mencapai 97,34 persen. Meskipun lebih besar dari rata-rata tingkat kelulusan Jawa Barat dan nasional, nilai itu turun dari tingkat kelulusan tahun 2009 yang 99,1 persen. Sebanyak 122 siswa tidak lulus. Di Kabupaten Tasikmalaya, 50 dari 3.504 siswa SMA dan 56 dari 2.397 siswa SMK harus menempuh ujian ulangan.

Di Kabupaten Purwakarta, sebanyak 293 dari 3.267 siswa SMK tak lulus karena kegagalan di teori uji kompetensi, matematika, dan mata ujian Bahasa Indonesia.

Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Purwakarta Zaenurizal menyatakan, siswa SMK umumnya tak lulus karena nilai pada tiga mata ujian itu tidak memenuhi standar. Kendala yang sama dialami oleh peserta ujian nasional di daerah lain.

"Soal ujian relatif lebih sulit sehingga angka kelulusan, khususnya SMK, cenderung turun. Namun, kondisi itu memotivasi sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya," ujar Zaenurizal.

Nilai rata-rata ujian Bahasa Indonesia di Kota Cimahi juga menjadi yang paling kecil dibandingkan dengan mata ujian lain. "Mungkin siswa menganggap remeh mata pelajaran tersebut," ucap Kepala Bidang Pendidikan Menengah Umum dan Kejuruan Dinas Pendidikan Cimahi Guntur Priyambada.

Sebanyak 206 dari 3.148 siswa di Cimahi harus mengikuti ujian ulangan. Tingkat kelulusan tahun ini sebesar 93,45 persen, menurun dari 99,04 persen pada tahun lalu. "Tingkat kelulusan di Kota Cimahi menurun cukup besar," ungkap Guntur. (THT/*/ADH/MKN/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 12:26 WIB

Secara nasional tingkat kelulusan ujian nasional tingkat SMA dan MA menurun

Setelah UN, Pemerintah Harus Jujur

Oleh St Kartono

Secara nasional tingkat kelulusan ujian nasional tingkat SMA dan MA menurun dibandingkan dengan tahun 2009. Tahun 2009 tingkat kelulusan ujian nasional SMA/MA 95,05 persen, sedangkan tahun ini 89,61 persen (Kompas, 24/4).

Mengenai persentase ketidaklulusan tersebut, Menteri Pendidikan Nasional ketika mengumumkan hasil ujian nasional (UN) menyebutnya sebagai akibat pengawasan yang diperketat. Ketua Pelaksana UN Pusat meyakini hal itu sebagai pertanda tingkat kejujuran meningkat.

Mengapa Mendiknas justru tidak pertama-tama mengakui hasil tersebut sebagai potret pendidikan di negeri ini? Mengapa Mendiknas tidak menyebutnya sebagai titik tolak untuk memperbaiki pelayanan pendidikan semua anak di seantero negeri?

Sebelum pelaksanaan UN, berbagai kebulatan tekad dan pakta kejujuran dikedepankan untuk menekan perilaku kecurangan siswa. Menciptakan kondisi ujian yang jujur dan meminimalkan berbagai kecurangan diabdikan demi memperoleh hasil ujian yang sahih. Hasil UN telah diumumkan dan Mendiknas menyebut persentase kelulusan berkaitan dengan pengawasan yang ketat. Jika demikian, hasil ujian itu menunjukkan situasi riil pendidikan. Bukan peningkatan mutu, yang terjadi justru penurunan riil dalam persentase kelulusan.

Kini giliran pemerintah yang harus jujur mengakui perbaikan-perbaikan seperti apa yang telah dilakukan di sektor pendidikan? Standar nasional pendidikan di negeri ini mensyaratkan adanya standar isi, proses, pendidik, sarana, pengelolaan, dan pembiayaan sebelum akhirnya berbicara mengenai standar penilaian (evaluasi) pendidikan.

Artinya, standardisasi evaluasi mesti didahului oleh standardisasi tujuh aspek lain di seluruh sekolah tanpa kecuali, baik untuk sekolah negeri maupun swasta. Hasil UN sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk memeratakan pelayanan pendidikan.

Satu kalimat kunci, semua anak di negeri ini memperoleh pelayanan pendidikan yang merata. Selama gedung sekolah yang rusak di seluruh Tanah Air belum mengalami perbaikan dan memadai serta para guru, baik negeri maupun swasta, masih terbengkelai mutunya, tidak bisa diharapkan sebuah hasil evaluasi yang standar. Kalau yang dilakukan pemerintah sekadar menaikkan angka standar kelulusan setiap tahun, tetapi abai memerhatikan semua aspek yang menjadi proses, kiranya perilaku demikian tak ubahnya perilaku tengkulak. Maunya meraup hasil, tetapi tak mau tahu proses.

UN memveto

Mendiknas Mohammad Nuh, menyatakan, kelulusan ditentukan oleh syarat yang harus dipenuhi secara keseluruhan, yakni menyelesaikan semua program pendidikan di sekolah, persyaratan akhlak, budi pekerti dan tata krama, lulus mata pelajaran yang diujikan sekolah, serta lulus UN. Pengungkapan persyaratan tersebut selalu diikuti penekanan bahwa UN bukan satu-satunya penentu kelulusan. Praksis di lapangan jauh panggang dari api. Dalam praktiknya, keempat kriteria saling mem-”veto” karena tidak ditentukan bobot persentase setiap kriteria. Faktor ketidaklulusan siswa hampir 100 persen ditentukan oleh nilai UN. Seorang siswa yang lulus ketiga syarat pertama toh tidak lulus hanya karena nilai matematika UN kurang dari 0,2 dari yang disyaratkan.

Pernyataan UN bukan satu-satunya penentu kelulusan masih multitafsir dalam praktiknya, bahkan tak beranjak dari pola lama. Tanpa pembobotan masing-masing kriteria. Lazim terjadi, hasil UN setiap sekolah diserahkan kepada kepala sekolah oleh dinas pendidikan dalam satu forum. Kepala sekolah mengetahui siswanya yang tidak lulus UN. Tidak memenuhi kriteria kelulusan UN berarti tak lulus sekolah. Penulis baru menemukan satu kasus di sebuah sekolah menengah atas, siswa dinyatakan tak lulus karena tidak lulus UN.

Pemikiran para guru yang dalam keseharian bergelut dengan dunia mendidik anak-anak hanyalah sederhana, silakan UN tetap berjalan, tetapi tidak lagi dipakai sebagai salah satu kriteria kelulusan. Kementerian Pendidikan Nasional harus betul-betul memanfaatkan hasil UN untuk memetakan mutu pendidikan, dengan ujung-ujungnya untuk memperbaiki pelayanan secara merata kepada semua anak di negeri ini. Sekolah yang nilai-nilai ujian siswanya rendah mesti diprioritaskan untuk diperbaiki.

Kiranya ungkapan orangtua siswa di daerah mewakili betapa tidak adilnya situasi yang dihadapi anak-anak kita. ”Bagaimana UN bisa fair, kualitas guru beda, fasilitas sekolah berbeda. Anak-anak kami harus menghadapi soal yang sama dengan soal siswa di Jakarta.”

Dengan pilihan ini Kementerian Pendidikan Nasional sekaligus menjadi model pendidikan yang baik, yakni taat hukum. Perintah Mahkamah Agung yang mengharuskan pemerintah memperbaiki berbagai standardisasi pendidikan sebelum melaksanakan UN harus ditaati oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Mendiknas pun tak perlu bingung mengalokasikan anggaran kementeriannya yang mencapai Rp 55 triliun lebih sebagai anggaran terbesar tahun 2010.

St Kartono,

Guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 03:23 WIB

Lolos PTN Belum Tentu Lulus UN...

UJIAN NASIONAL

Lolos PTN Belum Tentu Lulus UN...

Oleh Cornelis Helmi dan Ester Lince

Rasa sedih dan khawatir kini menghinggapi AP, seorang siswa SMA Negeri 3 Bandung. Rasa sukacita karena sudah diterima di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, harus dipendam dulu. Ia ternyata tidak lulus ujian nasional.

AP dinyatakan tidak lolos ujian nasional (UN) karena mendapatkan nilai 3,5 untuk mata pelajaran Biologi. Padahal, jika dilihat dari rata-rata nilai lulus, total nilai yang didapatkannya 75,75. Ia mendapatkan total nilai 45,45 dengan nilai tertinggi pada pelajaran Fisika dengan nilai 9.

”Kami kini sedang berusaha menumbuhkan kembali motivasinya,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 3 Bandung Oman Setiadi, Senin (26/4).

Motivasi ini penting agar AP bisa mengerjakan UN ulang pada Mei dengan nilai baik. Motivasi serupa ditanamkan kepada tujuh siswa SMAN 3 Bandung lainnya yang tidak lulus UN.

”Adanya siswa yang tidak lulus UN baru sekali ini terjadi. Biasanya 100 persen siswa SMAN 3 Bandung lulus UN,” kata Oman.

Begitupun AP. Sehari-hari ia mendapat nilai bagus. Karena itulah teman-temannya tidak heran ketika AP diterima di ITS, Surabaya. ”Kami tidak tahu mengapa ia mendapat nilai buruk. Apakah saat UN kondisinya kurang bagus atau sebab lain. Namun, kami akan mencoba melakukan verifikasi proses pemindaian jawaban ujian,” kata Oman.

Harus mengulang

Rasa kaget juga dirasakan seorang siswi SMAN 79 Jakarta. Karena prestasinya selama ini baik, siswa itu bisa masuk tanpa tes ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun, ternyata, saat UN diumumkan pada Senin kemarin, siswa itu tidak lulus untuk mata pelajaran Matematika dan harus mengulang.

”Anak-anak yang tidak lulus UN jangan divonis bodoh. Yang penting sekarang, anak-anak yang tidak lulus UN dipersiapkan mental dan penguasaan materi untuk menghadapi UN ulang,” kata Kepala SMAN 79 Jakarta Maman Suwarman.

Maman menekankan kepada 36 siswa jurusan IPS dan IPA yang dinyatakan tidak lulus (sekarang dinyatakan mengulang) yang diminta datang ke sekolah, Senin, untuk tetap berbesar hati karena bukan berarti mereka anak-anak yang bodoh. Siswa yang sebagian besar gagal memenuhi nilai minimal kelulusan pada mata pelajaran Matematika itu diyakinkan apa yang menimpa mereka bukan kegagalan karena masih ada UN ulangan pada 10 Mei.

Menurut Maman, dirinya selaku kepala sekolah, wali kelas, dan guru bimbingan penyuluhan (BP) akan terus membantu siswa yang tidak lulus supaya bisa bangkit kembali percaya dirinya. Dengan mental yang cepat pulih, siswa akan lebih siap di-drill untuk menguasai materi UN ulangan nanti.

Maman membesarkan hati siswanya yang sudah diterima tanpa tes di IPB bahwa peluangnya masih ada. Pengumuman kelulusan UN ulangan pada awal Juni nanti. ”Sepertinya masih bisa untuk masuk sampai batas pendaftaran ulang nanti di IPB,” ujar Maman.

Sekolah baru memanggil orangtua siswa yang mengulang pada Selasa ini. Keluarga diminta untuk tidak memarahi dan memvonis anak karena kegagalan di UN utama.

”Sekolah mesti didukung keluarga untuk membangkitkan kepercayaan diri anak-anak untuk siap menghadapi UN ulangan,” ujar Maman.

Di Yogyakarta, rasa sedih dan kecewa juga menghinggapi seorang siswa jurusan IPS di SMA Internasional Budi Mulia II Yogyakarta. Ia sudah diterima di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, melalui Jalur Masuk UGM. Namun, nilai ujian yang rendah memaksanya untuk mengikuti UN ulang pada Mei.

”Soal-soal Matematika dan Geografi saat UN lalu memang sulit. Namun, saya tak menyangka bakal tidak lulus,” ujarnya dengan suara lirih. Ia kini sedang bersiap-siap untuk segera mengikuti pendalaman materi menghadapi UN ulang.

UN ulang kini menjadi harapan utama bagi siswa yang tidak lulus dalam UN utama. Jumlah siswa yang tidak lulus UN tidaklah sedikit. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Nasional, jumlah siswa SMA/MA yang tidak lulus UN sekitar 154.079 orang atau sekitar 10,12 persen dari 1.522.162 total peserta UN tahun 2010.

Dari siswa yang tak lulus itu, sekitar 10.979 orang di antaranya memiliki rata-rata nilai di bawah 5,5. Adapun siswa lainnya tidak lulus di satu mata pelajaran (99.433 orang), ada juga yang tak lulus di dua mata pelajaran (25.277 orang), dan hanya 930 siswa yang tak lulus di enam mata pelajaran yang diujikan.

”Kalaupun tidak lulus, jangan buru-buru patah semangat. Masih ada kesempatan mengikuti UN ulang,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh. (Luki Aulia/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 04:56 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

reda satriani @ Selasa, 27 April 2010 | 13:43 WIB
semua bisa terjadi...oh...indonesiaku.....

arif @ Selasa, 27 April 2010 | 08:03 WIB
Aneh nya Konsep Pend di Indonesia nggak nyambung antara Pend dasar/menengah dgn Pend Tinggi.Pend tinggi arogan krn dibutuhkan mestinya menahan diri !

SISI LAIN ISTANA

SISI LAIN ISTANA

Takbir di Istana Negara yang Bikin Petugas Panik

Suasana halaman depan Istana Negara Jakarta, siang itu, Jumat, 2 Agustus 2002, sedikit lebih ramai dari biasanya. Puluhan wartawan, fotografer, dan juru kamera televisi dari media massa nasional bergerombol menunggu kehadiran Menteri Luar Negeri AS saat itu, Colin Powell.

Siang itu, Menteri Luar Negeri AS era Presiden George W Bush tersebut dijadwalkan bertemu dengan Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana.

Suasana di halaman Istana Negara siang itu agak berbeda dari hari-hari biasa. Para pria bule bersetelan jas hitam, beberapa di antaranya berkacamata hitam, mondar-mandir di teras depan Istana. Mereka petugas keamanan AS yang menyertai kedatangan Colin Powell.

Gaya para petugas keamanan tersebut menarik perhatian karena selama era Presiden Megawati Soekarnoputri, suasana Istana Negara tak pernah ”seserius” itu dalam pengamanan.

Sekitar pukul 12.30, iring-iringan mobil Menlu Colin Powell memasuki halaman Istana Negara. Colin Powell, didampingi Duta Besar AS kala itu, Ralp L Boyce, turun dari mobil BMW dengan nomor CD-12-01 dan langsung menaiki tangga teras depan Istana Negara, masuk ke dalam Istana. Rupanya rombongan Menlu AS itu juga membawa serombongan wartawan AS.

Ketika Colin Powell dan Megawati mengadakan pertemuan di dalam Istana, tiba-tiba petugas keamanan AS yang mengiringi kedatangan Colin Powell meminta wartawan Indonesia tidak boleh berada di teras depan Istana Negara. Padahal, sebelumnya, Kepala Biro Pers dan Media Sekretariat Presiden Garibaldi Sujatmiko telah menetapkan wartawan Indonesia bisa lebih dekat meliput pertemuan Presiden RI dengan Menlu AS. Lho, ini istana siapa, ini negeri siapa?

Harapan mendapat berita eksklusif pun perlahan pupus karena mana mungkin mengajukan pertanyaan kepada Menlu AS dari jarak yang relatif jauh, apa harus berteriak. Kalaupun berteriak, apa terdengar karena para wartawan asing yang datang bersama rombongan Menlu AS berjarak lebih dekat dengan Colin Powell karena mereka tetap diizinkan berada di teras Istana.

Tepat pukul 13.38, pertemuan Presiden Megawati dengan Menlu AS Colin Powell berakhir. Saat Powell keluar dari pintu Istana, tiba-tiba ada teriakan ”Allahu Akbar”, ”Allahu Akbar”, di halaman depan Istana. Seiring dengan teriakan itu, dengan sigap para petugas keamanan AS menggiring Colin Powell masuk ke BMW CD-12-01 dan melesat meninggalkan halaman Istana. Keterangan pers batal. Wartawan asing yang masih berada di teras Istana terbengong-bengong. Mereka gagal mendapat berita eksklusif, senasib dengan wartawan Indonesia.

Ternyata, takbir itu dikumandangkan oleh wartawan yang meminjam topi putih, yang biasa dipakai oleh orang yang baru pulang dari Tanah Suci, milik juru kamera TPI. Wartawan itu membuat petugas keamanan Menlu AS belingsatan dan panik. (Elly Roosita/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 27 April 2010 | 03:54 WIB

Kamis, 22 April 2010

Pesawat Ulang Alik Discovery Akhirnya Kembali

Kru pesawat ulang alik Discovery dari kiri ke kanan: spesialis misi Clayton Anderson, astronot Badan Eksplorasi Ruang Angkasa Jepang (JAXA) Naoko Yamazaki, spesialis misi Stephanie Wilson, Dorothy Metcalf-Lindenburger, Rick Mastracchio, pilot James Dutton, dan komandan Alan Poindexter. Mereka berfoto sekembalinya ke Kennedy Space Center di Cape Canaveral, Florida, Selasa (20/4). (AP PHOTO/JOHN RAOUX)***

KILAS IPTEK

Pesawat Ulang Alik Discovery Akhirnya Kembali

Setelah menjalankan misi selama dua minggu di Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS), pesawat ulang alik Discovery berhasil mendarat di Kennedy Space Center, Florida, AS, Selasa (20/4). Sebelumnya, Discovery sempat tertahan tidak bisa kembali ke Bumi karena kabut tebal di lokasi pendaratan. Dalam misinya itu, tiga astronot Discovery berhasil menyelesaikan tugasnya memasang tangki amonia yang baru untuk sistem pendingin ISS dan giroskop untuk sistem navigasi ISS. Misi Discovery ini menjadi perhatian masyarakat AS karena untuk pertama kalinya ada empat astronot perempuan yang ikut dalam satu misi yang sama. (BBC/LUK) ***

Jejak Fosil Kalajengking Raksasa

Sekitar 330 juta tahun yang lalu pernah hidup kalajengking berkaki enam raksasa sepanjang 2 meter dan lebar 1 meter di dinding batu pinggiran sungai di wilayah Fife, Skotlandia. Keberadaan kalajengking bernama Hibbertopterus yang hidup di air itu diketahui setelah tim peneliti dari University of Sheffield menemukan jejak kaki, badan, dan ekornya, Selasa (20/4). Alur jejak kaki dan tubuh Hibbertopterus ini dianggap sebagai alur jejak hewan invertebrata terbesar yang pernah ada. Jejak ini tidak sengaja ditemukan ketua tim peneliti, Martin Whyte, ketika ia sedang berjalan-jalan santai. ”Kondisi fosil alur jejak ini rentan rusak karena selama bertahun-tahun terekspos hujan dan panas tanpa perlindungan. Apalagi, kondisi dinding batu yang sewaktu-waktu bisa roboh,” kata Richard Batchelor dari lembaga Geoheritage Fife. (BBC/LUK) ***

Remaja Lebih Suka Kirim Pesan Singkat

Jika disuruh memilih antara menelepon atau mengirim pesan singkat, mayoritas remaja akan lebih memilih mengirim pesan singkat. Kirim-kirim pesan melalui telepon seluler, seperti SMS atau chatting, menjadi bentuk komunikasi paling populer di kalangan remaja AS. Hasil studi Pew Internet and American Life Project, Selasa (20/4), menunjukkan, lebih dari 30 persen remaja mengirim pesan singkat lebih dari 100 kali per hari. ”Tren ini meroket dalam 18 bulan terakhir karena didukung harga pulsa dan jaringan internet yang murah dan tanpa batas. Ini yang mengubah pola komunikasi remaja AS,” kata Amanda Lenhart, analis studi itu. Remaja diduga lebih suka menggunakan layanan pesan singkat daripada layanan suara karena tidak akan ketahuan oleh orangtua atau guru. Fasilitas layanan suara hanya digunakan oleh remaja untuk menghubungi orangtua. (BBC/LUK) ***

Sumber : Kompas, Kamis, 22 April 2010 | 03:53 WIB

EVOLUSI MANUSIA : Mata Rantai yang Hilang

Grafis : Kompas, Sabtu, 17 April 2010

EVOLUSI MANUSIA

Mata Rantai yang Hilang

Oleh Luki aulia

Fosil dua tengkorak berusia sekitar 2 juta tahun ditemukan di dalam sebuah goa di lokasi penggalian arkeologi Malapa, dekat Johannesburg, Afrika Selatan. Satu fosil tengkorak perempuan dewasa berusia kira-kira 20-30 tahun dan satu lagi fosil tengkorak remaja laki-laki berusia 12 tahun.

Dua fosil dengan tinggi tubuh sama-sama 1,27 meter itu kemungkinan ibu dan anak. Penemuan ini diyakini sebagian ilmuwan sebagai mata rantai yang hilang yang bisa menjelaskan transisi dari spesies kera ke manusia modern Homo sapiens seperti kita.

Nama ”makhluk mirip manusia” yang ditemukan awal bulan ini, yaitu Australopithecus sediba atau Kera Mata Air dari Selatan (dalam bahasa Sesotho yang digunakan di Afrika Selatan, Sediba berarti Mata Air).

Kedua fosil itu ditemukan di kawasan yang dilindungi, Cradle of Humankind World Heritage, lokasi ini ditemukan melalui peranti lunak Google Earth. Di lokasi ini pula dalam beberapa tahun terakhir ditemukan fosil-fosil lain dengan kondisi beragam. Sebenarnya bagian-bagian kecil fosil tengkorak A. sediba sudah ditemukan sejak Agustus 2008. Tulang pertama, yakni tulang selangka tidak sengaja ditemukan Matthew (9), anak pemimpin tim peneliti dan ahli paleoantropologi Lee Berger dari University of the Witwatersrand, Afrika Selatan.

Kemudian di lokasi tersebut juga mulai dilakukan penggalian intensif dan ditemukanlah fosil tengkorak A. sediba kedua yang utuh itu di dalam reruntuhan goa. Tengkorak keduanya terpisah sejauh satu meter. Artinya, keduanya mungkin meninggal hampir bersamaan.

Lee Berger yakin, keduanya berhubungan darah ibu dan anak. Jika bukan, paling tidak keduanya saling kenal atau anggota dari kelompok yang sama. Dugaan para peneliti, keduanya tidak sengaja jatuh dan terjebak di dalam goa sedalam 30-45 meter kemudian terbawa arus hingga ke sungai bawah tanah ketika terjadi hujan badai.

Di sekitar lokasi penemuan kedua fosil tengkorak itu juga ditemukan fosil binatang seperti kucing hutan, tikus, kelinci, anjing liar, dan kuda.

”Sepertinya pada saat itu terjadi sesuatu yang dahsyat hingga menyatukan fosil-fosil ini di dalam goa yang sama. Mereka mungkin terjebak dan terkubur dalam goa,” kata anggota tim peneliti, Paul Dirks dari James Cook University, Queensland, Australia.

Perdebatan

Asal muasal A. sediba ini memicu perdebatan. Sebagian ilmuwan menilai A. sediba sebagai keturunan langsung spesies Homo. Sebagian lagi meyakini A. sediba masuk dalam pohon keluarga spesies kera. Satu hal yang disepakati bersama, A. sediba hidup sebelum spesies Homo muncul.

Bagi Berger penemuan kedua fosil itu membuka babak baru cerita evolusi manusia dan memberikan sedikit pencerahan tentang masa-masa penting ketika kera mengubah kebiasaan hidup yang semula di atas pohon menjadi menjejakkan kaki di darat.

”A. sediba ini bisa hidup di dua dunia. Memang keduanya belum menjadi Homo karena tidak memiliki bentuk utuh sebagai manusia,” ujarnya.

Hasil pemindaian dengan sinar X di European Synchrotron Radiation Facility (ESRF), Grenoble, Perancis, menunjukkan, kedua fosil itu memiliki gigi yang kecil-kecil, hidung mancung, rongga tulang pinggul yang maju, dan kaki yang panjang. Wajahnya pun lebih mirip manusia ketimbang kera. Dilihat dari struktur tubuhnya, bentuknya mirip manusia modern.

Namun, bentuk tubuhnya juga (masih) mirip kera dalam kelompok Australopithecine karena ukuran otaknya yang kecil dan tangan yang panjang dan kuat seperti orangutan. Jari-jarinya pun melengkung seperti biasa digunakan kera untuk memanjat pohon. Selain melengkung, jarinya juga pendek-pendek seperti jari manusia.

”Ukuran otak tengkorak yang laki-laki kecil, antara 420 dan 450 sentimeter kubik. Ukurannya lebih besar dibandingkan kelompok Australopithecines. Sementara ukuran otak manusia sekitar 1.196-1.605 sentimeter kubik,” demikian laporan penelitian tim peneliti.

Bukan keluarga Homo

Mempertimbangkan bentuk tubuh bagian atas dan ukuran otak itu, tim peneliti kemudian mengklasifikasikan kedua fosil itu ke dalam keluarga besar Australopithecus dan bukan keluarga Homo. Sebenarnya A. sediba memiliki mirip-mirip dengan kera dan manusia.

Colin Groves dari Australian National University menyimpulkan kedua fosil itu jelas bukan anggota keluarga besar Australopithecus, melainkan jenis baru dari keluarga Homo. ”Ada kesamaan bentuk dengan jenis Homo yang muncul pertama. Hanya ada sedikit kemiripan dengan Australopithecus. Tengkoraknya lebih mirip Homo floresiensis dari Indonesia,” ujarnya.

Direktur Proyek Asal Usul Manusia di National Museum of Natural History Smithsonian di Washington, AS, Richard Potts, mengakui, kombinasi dua keluarga spesies kera dan manusia seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya.

Apa pun posisi kedua fosil tengkorak itu, apakah di pohon keluarga kera atau pohon keluarga manusia, penemuan ini menarik karena seperti menemukan ”mesin waktu” yang bisa menjelaskan proses evolusi yang terjadi 1,8-2 juta tahun lalu.

Selama ini, garis silsilah manusia diyakini dimulai antara 1,8-2 juta tahun yang lalu. Namun, selama ini pula belum pernah ditemukan fosil yang berasal dari periode waktu itu. Karena itu, yang muncul hanya dugaan-dugaan dan perkiraan-perkiraan.

Hingga kini, periode waktu kemunculan spesies Homo masih misteri bagi kaum ilmuwan. Penemuan paling akhir ini diharapkan bisa sedikit menyibak misteri itu. Yang jelas, kini peneliti dan ilmuwan sepakat, penemuan ini membuktikan pohon keluarga manusia amat beragam.

(Luki aulia dari Berbagai Sumber)***

Sumber : Kompas, Sabtu, 17 April 2010 | 04:06 WIB