RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Kamis, 27 Mei 2010

Apakah Gurun Sahara Dhulunya Kawasan Hijau ?

Sumber : Kompas, Minggu, 2 Mei 2010

Sekolah Unggulan Pun Melorot

HASIL UN

Sekolah Unggulan Pun Melorot

SMP dan SMA Seminari Pius 12 Kisol di Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, sejak berdiri 55 tahun lalu selalu meraih kelulusan 100 persen. Kini, tradisi kelulusan 100 persen itu tumbang.

Tingkat kelulusan ujian nasional SMA Seminari Kisol yang diumumkan akhir April lalu persisnya 94,5 persen. Tercatat 2 dari 36 siswanya gagal. Keduanya dari Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kegagalannya karena nilai Matematika-nya hanya sekitar 3,5.

Kegagalan mempertahankan tradisi kelulusan 100 persen itu membuat keluarga besar Seminari Kisol dan sejumlah pihak di NTT hingga alumninya di seluruh pelosok Tanah Air terperangah. Mereka hampir tak percaya atas berita tersebut hingga SMA Seminari Kisol tahun ini tidak termasuk dalam kelompok delapan SLTA di NTT dengan kelulusan 100 persen.

”Berita ini sangat mengejutkan. Alumni rata-rata tidak siap menerimanya,” tutur Pascal Lesek, alumnus Seminari Kisol (SMP 1992 dan SMA 1995).

Seminari Kisol adalah sekolah khusus menjadi pastor. Jumlah siswanya selalu mengerucut akibat seleksi ketat pada setiap semesteran. Seminari Kisol dan juga dua sekolah tua sejenis di Flores, yakni Seminari Mataloko dan Seminari Hokeng, dikenal sebagai sekolah bermutu tinggi di NTT.

Semua siswanya diasramakan, selalu dalam gemblengan berdisiplin ketat, dan didukung perpustakaan memadai. Selain didorong menggapai prestasi akademik memuaskan, siswa juga diberi ruang mengembangkan bakatnya, seperti seni musik, drama, olahraga, dan sejumlah kegiatan ekstra lainnya.

Siswa juga wajib menguasai bidang akademik dan sejumlah kegiatan ekstra tersebut untuk menghadapi seleksi semesteran yang sangat ketat. Karena itu, tidak sedikit siswanya hanya semata-mata ”mencuri ilmu” serta mengalami proses pembentukan watak dan kepribadian, bukan karena niat menjadi pastor.

Wakil Kepala SMA Seminari Kisol Romo Bone Rampung Pr mengakui kegagalan 2 dari 36 peserta UN sekolahnya tahun ini merupakan sejarah baru sekolah itu sejak berdiri lebih dari setengah abad lalu.

”Berita ini memang mengejutkan. Namun, setelah ditelusuri, kami semua akhirnya memaklumi,” tuturnya.

Menurut Romo Bone, Jurusan IPA SMA Seminari Kisol sejak beberapa tahun lalu agak terganggu karena guru andalannya sakit. Sang guru ini pernah mengajukan permohonan berhenti mengajar. Namun, Keuskupan Ruteng sebagai pemilik sekolah belum merestui.

Potret buram

Kegagalan SMA Seminari Kisol meraih kelulusan 100 persen seakan melengkapi potret buram pendidikan NTT, sebagaimana tergambar melalui kelulusan UN. Banyak sekolah unggulan di NTT pun mengalami kemerosotan.

Di Ende, SMAK Syuradikara, yang juga sering dari tahun ke tahun siswanya lulus 100 persen, tahun ini persentase kelulusannya hanya 80,43 persen (36 siswa tidak lulus).

”Peristiwa ini menjadi refleksi bagi kami, berarti koordinasi belum berjalan baik di antara komponen penting internal pendidikan, yakni siswa, guru, dan kepala sekolah. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya kedisiplinan yang kuat,” kata Kepala SMAK Syuradikara Ende Pater Kanisius Bhila SVD.

Atas kemerosotan prestasi UN NTT, Pastor Dr Philipus Tulle SVD dari Seminari Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Flores, meminta pejabat berkompeten tidak justru menuding pihak lain sebagai biang penyebabnya.

”Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga NTT adalah subyek utama pendidikan di provinsi ini. Karena itu, tidak pada tempatnya menuding pihak lain sebagai penyebab kemerosotan UN. Pejabat seharusnya menggugat diri sendiri sebelum menuding pihak lain,” katanya.

Kata Philipus Tulle, penyebab utama kegagalan UN SMA NTT kali ini adalah karena pendidikan, termasuk sekolah, umumnya tak lagi diurus oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya. Mereka jelas tidak lagi memiliki komitmen total terhadap pendidikan. Akibatnya, siswa hanya belajar untuk sekolah, bukan belajar untuk hidup, sehingga kemerosotan mutu pendidikan pun tidak terhindarkan.

Marsel Robot, dosen Bahasa dan Sastra FKIP Undana Kupang, melihat kemerosotan itu, antara lain, akibat sistem UN yang dinilainya diskriminatif dan terlalu angkuh. ”Bagaimana pemerintah menentukan kelulusan siswa tanpa mempertimbangkan diversitas kondisi sekolah seperti guru, fasilitas pendukung, fisik bangunan, sumber belajar siswa, dan lingkungan sekolah. Bagaimana mungkin membandingkan tingkat kelulusan di Jakarta dan di NTT yang penuh dengan keterbatasan!” ujarnya.

Agus Beda Ama dari FKIP Universitas Katolik Widya Mandira Kupang berpendapat, UN hanya bermanfaat sebagai salah satu instrumen penilaian kinerja pembelajaran secara nasional, tetapi tidak adil untuk menjadi instrumen penentu kelulusan siswa.

”UN itu hanya mengukur hasil, tidak mengukur proses. Padahal, input proses merupakan tahap krusial dalam memengaruhi mutu output. Jadi, UN itu seharusnya hanya sebagai pemotret peta kekuatan dan kelemahan pengelolaan pendidikan secara nasional,” tegasnya.

Kondisi demikian tak bisa sepenuhnya disalahkan lembaga pendidikan ataupun orangtua, dalam hal ini komite sekolah. Para bupati dan gubernur NTT tidak boleh tinggal diam kalau tidak ingin kualitas pendidikan NTT terus terpuruk. (ANS/SEM)***

Sumber : Kompas, Rabu, 26 Mei 2010 | 05:00 WIB

Jumat, 21 Mei 2010

Shakuntala Devi, Si Genius Matematika


Shakuntala Devi. (KOMPAS/FRANSISCA ROMANA NINIK)***

Shakuntala Devi, Si Genius Matematika

OLEH FRANSISCA ROMANA NINIK dan ELOK DYAH MESSWATI

Anda tidak suka pelajaran Matematika? Apakah berhitung dan angka menjadi momok bagi Anda? Temuilah Shakuntala Devi, si ajaib di dunia hitung-menghitung. Baginya, matematika bukanlah sesuatu yang menyeramkan, melainkan sesuatu yang menyenangkan.

Sabtu (16/5) pagi hingga siang hari di Pusat Kebudayaan India Jawaharlal Nehru (JNICC), Jakarta, Devi memperlihatkan kegeniusannya di bidang hitung-menghitung. Dia menjawab soal-soal yang diberikan hadirin kepadanya. Salah satunya, akar pangkat tiga dari 469.097.433. Begitu dia membaca soal itu, langsung dijawabnya dalam waktu tak lebih dari satu detik. ”777,” ujarnya.

Si penanya langsung membenarkannya, disambut tepuk tangan hadirin. Berulang-ulang Devi menjawab soal-soal dari hadirin dan berulang-ulang pula dia membuat hadirin terkesan.

”Saya sangat cinta pada angka. Angka bukanlah suatu ancaman. Bahkan, satu hal yang bisa kalian andalkan dalam hidup ini adalah angka,” ujar Devi.

Tak hanya menghitung soal pembagian atau perkalian angka dengan banyak digit, Devi juga dengan cepat mengetahui hari lahir hanya dari tanggal lahir hadirin. Devi pun menyukai astrologi terkait tanggal lahir, tetapi dia tidak meramal nasib.

Tak hanya itu, Devi dengan cepat dan benar mengatakan tanggal berapa saja dalam satu tahun yang merupakan hari Rabu, misalnya. Atau sebaliknya, tanggal 21 setiap bulan, misalnya, jatuh pada hari apa saja.

Tak ada coret-coretan di papan tulis atau di kertas untuk mengungkapkan bagaimana Devi menghitung semua angka itu dengan demikian cepatnya. Dia berkata, semua jawaban itu dengan cepat muncul begitu saja di otaknya.

”Saya melakukannya secara spontan. Tidak ada jarak antara pertanyaan dan jawaban. Saya sudah melakukannya dalam waktu yang lama dan rasanya sudah seperti bagian dari hidup saya,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dia pernah salah memberikan jawaban, Devi mengatakan, ”Tidak, saya tidak pernah salah. Barangkali ada kebingungan jika pertanyaan tidak jelas, atau jika angka 4 terlihat seperti 9, bisa saja saya salah,” ujarnya.

Saat ditanya bagaimana dia melakukan semua itu. Sambil tersenyum, Devi menjawab, ”Itu semua anugerah Tuhan, anugerah Dewa Ganesha.”

Sejak kecil

Kegeniusan Devi sudah terlihat saat dia berumur tiga tahun. Lahir di Bangalore, India, pada 4 November 1939, bakatnya terlihat dalam permainan kartu bersama ayahnya yang bekerja di sebuah sirkus. Devi mengalahkan ayahnya dengan mengingat kartu-kartu, bukan karena tipuan sulap.

Pada usia enam tahun, Devi mendemonstrasikan kegeniusannya di hadapan mahasiswa dan profesor di University of Mysore, India, dengan mengerjakan penghitungan aritmatika yang rumit dengan secepat kilat. Dia melakukan hal yang sama pada usia delapan tahun di Annamalai University, Osmania University, dan Vizag University di India.

Dari berbagai penampilannya itu, dia mendapat julukan ”Anak Ajaib”, bahkan ada yang menyebutnya ”Human Computer”. Namun, ia menolak sebutan terakhir. ”Saya lebih dari komputer, saya memiliki hati,” katanya.

Devi berkeliling dunia mempertunjukkan kegeniusannya. Tahun 1977 ia mengalahkan komputer paling canggih kala itu untuk menghitung akar pangkat 23 dari angka 201 digit. Setelah melihat 201 digit angka itu, Devi menunduk, memejamkan mata, dan berkonsentrasi. Saat jarum pada stopwatch mencapai angka 50 detik, Devi membuka mata dan menjawab: 546.372.891. Komputer Univac 1108 memerlukan 62 detik untuk menjawab: 546.372.891.

Tanggal 18 Juni 1980 menjadi hari bersejarah sekaligus pengakuan formal atas kegeniusan Devi. Pada hari itu, dia menghitung perkalian angka 13 digit, 7.686.369.774.870 x 2.465.099.745.779, yang dipilih secara acak oleh sebuah komputer di London. Jawabannya 18.947.668.177.995.426.462.773. 730 muncul dalam waktu hanya 28 detik. Nama Devi terukir dalam Guinness Book of Records.

Semua itu tidak didapat Devi dari bangku sekolah. Kepada Kompas, saat ditemui Jumat (14/5), Devi menuturkan, dirinya tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan formal.

”Saudara saya tujuh orang. Saya harus melakukan semua pekerjaan rumah tangga keluarga kami,” ujarnya. Semua saudaranya lulus sekolah menengah atas, tetapi tidak satu pun memiliki kegeniusan seperti yang dimilikinya.

Bertemu Soekarno

Kemampuan itu telah membawa Devi keliling dunia, lebih dari 120 negara, dan bertemu tokoh-tokoh dunia. Salah satunya adalah Soekarno, presiden pertama RI yang dia temui pada tahun 1961.

Devi menuturkan, waktu itu Perdana Menteri India pertama, Jawaharlal Nehru, menceritakan kepada Soekarno tentang remaja India yang genius dalam bidang hitung-menghitung.

Soekarno, yang juga suka matematika, tidak percaya. Lalu Nehru ”mengirimkan” Devi ke Jakarta agar dia dapat mempertunjukkan kebolehannya di Istana Negara, Jakarta.

”Beliau (Soekarno) sangat terkesan dan menghadiahi saya gelang yang masih saya simpan di India. Mereka bilang, saya mirip salah satu putri Soekarno,” kenang Devi sambil tertawa.

Kunjungan Devi ke Indonesia sekarang ini merupakan kedatangan yang kedua kali. Dia menyatakan sangat senang, Jakarta sudah berkembang dibandingkan tahun 1961.

Devi kini tengah menanti kerja sama dengan penerbit Gramedia untuk menerbitkan buku-bukunya dalam bahasa Indonesia agar pengetahuan yang dimilikinya bisa dibagikan kepada anak-anak Indonesia.

Devi mengabdikan hidupnya untuk membuat anak-anak yang takut matematika menjadi suka matematika. Dia memberikan konsultasi, menulis buku, dan melatih anak-anak yang kesulitan dalam matematika di berbagai tempat.

Ada 14 buku yang sudah Devi tulis, 6 di antaranya adalah buku matematika. Bukunya yang berjudul Wonderland of Numbers bercerita tentang anak India bernama Neha yang tidak menyukai matematika, tetapi kemudian berubah menjadi jago matematika. Buku ini banyak menginspirasi anak-anak di India sehingga mereka tak lagi membenci matematika.

Dengan segenap kecintaan terhadap dunia angka, dia mendirikan Shakuntala Devi Educational Foundation Public Trust di tempat kelahirannya, Bangalore. Yayasan itu akan dibuka Mei 2010 ini.

”Mimpi saya adalah membagikan pengetahuan saya kepada seluruh dunia. Saya ingin mengubah cara berpikir tentang matematika supaya anak-anak tak lagi menjadikannya sebagai musuh,” tuturnya menutup perbincangan. (Kompas)***

Sumber : Kompas, Kamis, 20 Mei 2010 | 03:24 WIB

Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

eva azaliano @ Kamis, 20 Mei 2010 | 14:55 WIB
kapan gramedia mo cetak bukunya??? saran saya di lengkapi VCD or DVDnya biar lebih jelas lagi. lebih cepat lebih baik,saya tunggu informasinya.

eva azalia @ Kamis, 20 Mei 2010 | 14:53 WIB
kapan gramedia mo cetak bukunya?kalo bisa ma VCD or DVD nya,biar lebih jelas neranginya.....saya tunggu informasinya

eva azalia @ Kamis, 20 Mei 2010 | 14:50 WIB
kapan gramedia mo cetak bukunya? lebih cepat lebih baik,sangat bagus......segera infonya.

widodo edi s @ Kamis, 20 Mei 2010 | 11:28 WIB
Mengagumkan sekali ...... subhanallah itulah kekuasaan Allah SWT untuk menunjukkan kebesarannya kepada umat manusia. Dimana saya bisa mendapatkan buku-bukunya ?

Abdul Rivai H. SPd @ Kamis, 20 Mei 2010 | 08:50 WIB
Kapan lagi datang ke Indonesia ,saya kira perlu disosialisasian kepada siswa/siswi diseluruh republik ini. Dan Karya_karyanya bisa didapat dimana ?

Es Carstensz Simpan Jejak Sejarah Iklim

KILAS IPTEK

Es Carstensz Simpan Jejak Sejarah Iklim

Enam peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; dua peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; serta sejumlah peneliti dari Byrd Polar Research Center Universitas Negara Bagian Ohio, AS, dan Lamont Doherty Observatory Universitas Columbia, AS, bekerja sama meneliti inti es Puncak Jaya, Papua. Inti es itu menyimpan data sejarah perubahan iklim dan cuaca selama 5.000-6.000 tahun terakhir.

Kepala Bidang Litbang Klimatologi dan Kualitas Udara BMKG Dodo Gunawan mengatakan, ”Kami akan naik ke Carstensz pada 24 Mei. Kami akan mengebor enam lokasi, mengambil silinder inti es berdiameter 10 cm, dengan kedalaman 10–30 meter,” kata Dodo di sela peluncuran tim peneliti itu di Jakarta, Selasa (18/5). Peneliti Lamont Doherty Observatory Universitas Columbia, Dwi Susanto, menyatakan, ”Inti es itu seperti kue lapis legit, selama ribuan tahun menyimpan berbagai informasi tentang kondisi iklim dan cuaca di Papua,” kata Dwi.

Pengambilan inti es itu merupakan yang pertama kali dilakukan. ”Penelitian itu penting untuk dunia karena Indonesia merupakan bagian dari sabuk sirkulasi udara global sehingga inti es Puncak Jaya menyimpan berbagai debu yang terbawa udara global,” kata Dwi. Menurut peneliti Byrd Polar Research Center Universitas Negara Bagian Ohio, Lonnie G Thompson, timnya telah meneliti inti es pegunungan Andes, Peru, Amerika Selatan. ”Kami akan bisa merekonstruksi sejarah fenomena El Nino dan El Nina dengan membandingkan data inti es dari Andes dengan inti es Puncak Jaya,” katanya. (ROW/Kompas) ***

Sumber : Kompas, Kamis, 20 Mei 2010 | 03:18 WIB

Rabu, 19 Mei 2010

Spesies Baru di Mamberamo-Foja


Katak berhidung panjang (Litoria sp. nov.)

KEANEKARAGAMAN HAYATI

Spesies Baru di Mamberamo-Foja

JAKARTA - Ekspedisi Conservation International, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, the National Geographic Society, dan Smithsonian Institution di Papua pada akhir 2008 menemukan sejumlah spesies baru. Penemuan spesies, seperti kupu-kupu hitam dan putih atau Ideopsis fojona, katak berhidung panjang atau Litoria sp. nov., dan pergam kaisar atau Dacula sp. nov., membuktikan tingginya keanekaragaman hayati Papua.

Penelitian bertajuk ”Conservation International’s Rapid Assessment Program (RAP)” itu berlangsung di salah satu lokasi paling terpencil di Suaka Margasatwa Mamberamo-Foja. Suaka margasatwa seluas 2 juta hektar di Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Sarmi, Papua, itu disebut-sebut sebagai generator spesies karena lingkungannya yang terisolasi.

Penelitian RAP dilakukan di kawasan Desa Kwerba hingga ke lereng pegunungan yang sulit dijangkau di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut dalam hutan tropis yang lebat.

Selain menemukan kupu-kupu hitam-putih, katak berhidung panjang, dan pergam (merpati) kaisar, RAP juga menemukan bukti foto dan spesimen kelelawar kembang baru (Syconycteris sp. nov.), tikus pohon kecil (Pogonomys sp. nov.), semak belukar berbunga (Ardisia hymenandroides), dan walabi kecil (Dorcopsulus sp. nov.)

Ketua Tim Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hari Sutrisno menjelaskan, penemuan berbagai spesies itu menjadi prestasi tersendiri bagi para peneliti Indonesia.

”Salah satu peneliti kupu-kupu dari LIPI, Peggie Djunijanti, berperan penting dalam mendeskripsikan kupu-kupu hitam-putih (Ideopsis fojona) yang ditemukannya bersama peneliti D Vane Wright dan Henk van Mastrigt. Peggie dan kedua peneliti itu bersama-sama menjadi pendeskripsi resmi kupu-kupu itu. Berkat kontribusi peneliti Indonesia, spesimen spesies baru lainnya juga akan menjadi tambahan koleksi spesimen Herbarium Bogor dan Museum Zoology Bogor,” kata Hari.

Ornitologis Neville Kemp yang berhasil mendeskripsikan pergam kaisar (Dacula sp. nov.) menjelaskan penemuan itu melalui proses panjang yang direncanakan sejak awal 1990. Kemp menyatakan, beberapa spesies yang diumumkan kali ini sudah diketahui keberadaannya sejak RAP 2005.

”Namun, spesimen beberapa spesies, baru ditemukan pada RAP 2008. Ada juga spesies yang keberadaannya terdokumentasi pada RAP 2008 dan spesimennya langsung didapatkan. Tim harus memeriksa semua spesimen koleksi berbagai herbarium dan museum zoologi di dunia. Setelah dipastikan tidak ada spesimen yang sama, barulah bisa disimpulkan spesies yang ditemukan itu spesies baru,” kata Kemp. (ROW/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 18 Mei 2010 | 04:06 WIB

Menyusui Dini, Awal Berharga

AIR SUSU IBU

Menyusui Dini, Awal Berharga

Lodeba (31), warga Jakarta, merasakan betul perbedaan pemberian air susu ibu bagi kedua buah hatinya, Ariela (3,8) dan Dextra (1,1). Pada kelahiran anak pertamanya, Ariela, pengetahuannya mengenai ASI masih terbatas. Sayangnya, tenaga kesehatan pendamping persalinan tidak banyak membantu. INdira Permanasari

Setelah persalinan, saya dan bayi dipisahkan. ASI juga tidak langsung diberikan. Air susu saya belum keluar waktu itu dan perawat khawatir bayi nanti kelaparan sehingga langsung diberi susu formula sejak hari pertama. Setelah itu baru dibarengkan ASI yang mulai keluar,” ujarnya. Selanjutnya, membiasakan Ariela untuk menyusu butuh perjuangan. ”Baru satu minggu setelah lahir Ariela bisa menyusu,” ujarnya.

Saat kelahiran anak kedua, Dextra, Lodeba mencari lebih banyak informasi tentang ASI. Dia mulai mengenal inisiasi menyusu dini (IMD) yang mulai ramai diperkenalkan. Persalinan keduanya sungguh berbeda, meskipun di rumah sakit bersalin yang sama. Kali ini, sesaat setelah melahirkan (tali pusar belum dipotong), perawat meletakkan bayi di dadanya. ”Dextra merayap sendiri mencapai payudara saya. Dalam waktu lima menit, dia sudah menemukan dan menyusu. Belum ada ASI yang keluar,” ujarnya.

Putri keduanya, Dextra, mendapatkan ASI eksklusif. ”Dextra langsung fasih menyusu. Putri saya yang kedua tubuhnya kuat dan jarang sakit. Biasanya, kakaknya sakit duluan baru menularkan ke anggota keluarga lainnya,” ujar Deba. Ia berharap para tenaga kesehatan lebih banyak lagi yang tahu soal pemberian ASI.

Inisiasi menyusu dini

Pemberian ASI eksklusif idealnya diawali IMD. Setelah itu dilanjutkan ASI eksklusif selama enam bulan. Jika memungkinkan, dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun. Penelitian Karen M Edmond di Ghana terhadap 10.947 bayi membuktikan, IMD menurunkan angka kematian neonatus (bayi yang baru lahir) hingga 22 persen. Penelitian itu dipublikasikan di jurnal Pediatric tahun 2006.

Dalam seminar ”Advance Issues on Breastfeeding”, pekan lalu, Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia—sekaligus dokter spesialis anak—Utami Roesli mengatakan, IMD masih relatif baru diperkenalkan di Indonesia. Berbeda dengan ASI eksklusif yang mulai disosialisasikan sejak tahun 1980-an walaupun belum banyak dipraktikkan.

Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan tanpa menghilangkan kulit putihnya. Setelah tali pusat dipotong, bayi ditengkurapkan di dada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu dan dibiarkan mencari puting susu ibunya. Kulit bayi dibiarkan tetap bersentuhan dengan kulit ibu selama satu jam agar menyusu sendiri. Selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan, biasanya untuk penimbangan.

Begitu banyak manfaat yang dapat diperoleh dari IMD, antara lain menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat, bayi mendapat kolostrum yang penting bagi kekebalan tubuh. Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali dikeluarkan kelenjar payudara. Cairan itu mengandung sel darah putih dan antibodi khususnya imunoglobulin (IgA) yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan.

IMD juga merangsang produksi ASI, melatih bayi menyusu, mempererat kasih sayang ibu dan bayi, dan meningkatkan kelangsungan hidup sang bayi.

Kontak kulit bayi ke kulit ibu bermanfaat lantaran ibu dan bayi lebih tenang, pernapasan dan detak jantung lebih stabil. Bayi pun menjadi tidak rewel. Selain itu, bayi memperoleh bakteri tak berbahaya dari ibu, menjadikannya lebih kebal dari bakteri lain di lingkungan.

Bagi ibu, menyusui akan membantu pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan. Dengan menyusui, kesuburan ibu akan menurun sehingga terhindar dari kehamilan dalam interval waktu singkat.

Salah paham

Dokter spesialis anak dari Perhimpunan Peritanologi Indonesia, Asti Praborini, menyayangkan adanya kekurangpahaman, termasuk di kalangan tenaga kesehatan yang menghambat pemberian ASI secara umum. Menurut Asti, ASI belum langsung keluar sesaat setelah persalinan sehingga petugas kesehatan segera memberikan susu formula. ”Padahal, sebetulnya tidak perlu demikian,” ujar Asti.

Dia menjelaskan, saat berada di dalam kandungan, bayi mendapat asupan melalui plasenta sehingga dapat dikatakan lambung berpuasa selama bayi di kandungan. ”Begitu lahir, kapasitas lambung bayi hanya sebesar kelereng. Bayi belum membutuhkan banyak ASI dan umumnya produksi air susu ibu baru melahirkan masih sedikit. Setelah sepuluh hari, kapasitas lambung mulai bertambah menjadi sebesar bola pingpong,” ujarnya.

Terkadang dibutuhkan beberapa hari baru produksi ASI lancar dan memadai jumlahnya. ”Jika ibu terus menyusui sekalipun air susu belum keluar, itu ikut merangsang produksi air susu,” katanya.

Kekhawatiran lain yang menghambat proses menyusui ialah kekhawatiran berat badan bayi turun. Turunnya berat bayi selama 6-7 hari setelah dilahirkan merupakan hal normal. Pada hari kesepuluh baru berat badan bayi mulai naik.

Cara dan posisi menyusui yang salah kerap kali membuat bayi tidak nyaman sehingga menangis dan ibu menjadi stres sehingga air susu terhambat. Kebanyakan bayi menyusui di puting ibunya sehingga bayi hanya mengisap sedikit air susu dan puting menjadi lecet. ”Saat menyusui sedapat mungkin seluruh areola (lingkar cokelat) masuk ke mulut bayi sehingga produksi ASI lebih banyak dan puting tidak sakit,” ujarnya.

Asti berpandangan, sedapat mungkin ibu harus berjuang memberikan ASI bagi bayinya. ASI tidak hanya mengandung komponen makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, tetapi juga mikronutrien, vitamin, dan mineral. Kekentalan ASI pun sesuai saluran cerna bayi. ASI menyediakan semua yang dibutuhkan bayi pada masa-masa awal kehidupannya. (Kompas) ***

Sumber : Kompas, Selasa, 18 Mei 2010 | 04:07 WIB

Kamis, 06 Mei 2010

Dana RSBI Akan Dievaluasi

Grafis : Kompas, Jumat, 30 April 2010

PENDIDIKAN

Dana RSBI Akan Dievaluasi

JAKARTA - Pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dana bantuan langsung atau block grant yang telah diberikan kepada rintisan sekolah bertaraf internasional atau RSBI. Kucuran dana telah dilakukan sejak lima tahun lalu.

Hingga tahun 2009, Kementerian Pendidikan Nasional telah memberikan kucuran dana kepada 320 SMA, 118 SMK, 300 SMP, dan 136 SD yang tersebar di 481 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

”Akan ada evaluasi pada tahun 2010/2011 karena pemberian dana bantuan untuk SMP memang selama empat tahun dan SMA lima tahun,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Kamis (29/4) di Jakarta.

Untuk tingkat SMP, dana bantuan setiap sekolah Rp 400 juta pada tahun 2007 dan Rp 300 juta untuk setiap sekolah pada tahun 2008-2010. Sementara itu, untuk tingkat SMA, dana bantuan yang diberikan Rp 300 juta setiap tahunnya dari tahun 2006 hingga 2008. Untuk tahun 2009-2010, dana yang diberikan Rp 300 juta-Rp 600 juta per tahun untuk setiap sekolah.

Bisa kembali ke reguler

Menurut Mendiknas, evaluasi RSBI itu akan dilakukan secara menyeluruh dan melihat apakah semua ketentuan telah dipenuhi. ”Apabila, misalnya, RSBI itu tidak mencapai target yang telah ditentukan, sangat mungkin RSBI itu dikembalikan statusnya menjadi sekolah reguler. Sebaliknya, jika telah terpenuhi, statusnya akan langsung berubah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI),” kata Nuh.

Apabila sekolah itu berubah status menjadi SBI, dana bantuan otomatis dihentikan. Pertimbangannya, sekolah diharapkan bisa membiayai sendiri setelah selama 4 dan 5 tahun mendapatkan bantuan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas belajar mengajar lain yang dibutuhkan.

Nuh mengingatkan, RSBI dan SBI harus memenuhi empat komponen, yaitu infrastruktur yang memadai, memiliki guru yang berkualitas, kurikulum sesuai dengan pembelajaran, dan manajemen yang baik.

”Ada syarat menjadi SBI, kualitasnya harus minimal di atas rata-rata standar nasional. Jika tidak, berarti SBI itu hanya jualan nama. SBI harus memiliki sister school dengan sekolah yang ada di luar negeri karena itu konsep dasarnya,” kata Nuh.

Sayangnya, kata Nuh, pengertian definisi ”internasional” kadang-kadang direduksi menjadi penggunaan kata-kata berbahasa Inggris di lingkungan sekolah atau dalam penyampaian materi pelajaran.

”Apa harus selalu memakai bahasa Inggris? Tidak. Tergantung sekolah itu mau memakai standar di negara mana. Kalau SBI-nya sekolah keagamaan, bisa pakai bahasa Arab. Atau bisa juga pakai bahasa Jepang,” ujarnya.

Yang paling penting sebenarnya jangan sampai RSBI atau SBI justru memunculkan eksklusivitas dan terkesan elite dengan hanya menerima calon siswa yang memiliki kemampuan finansial yang kuat.

Secara terpisah, Budi Susetiyo, dosen Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, yang melakukan studi pengembangan kriteria sekolah standar, mandiri, dan berstandar internasional, mengatakan, kualitas RSBI perlu dipertanyakan.

”Bagi sekolah negeri, label RSBI bisa jadi alasan untuk memungut dana lebih dari masyarakat karena butuh untuk mengembangkan sekolah,” ujar Budi. (LUK/ELN)***

Source : Kompas, Jumat, 30 April 2010 | 04:46 WIB

Ada 11 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Zulfikri Anas @ Minggu, 2 Mei 2010 | 23:04 WIB
Slm ini bnyk yang salah artikan SBI, ktk kt menginduk ke suatu ngr, sampai kapanpun kt tdk bakal setara, malah jadi subordinat mrk. Hrsny SBI dg keunggulan lkl

Zulfikri Anas @ Minggu, 2 Mei 2010 | 23:02 WIB
Slm ini bnyk yang salah artikan SBI, ktk kt menginduk ke suatu ngr, sampai kapanpun kt tdk bakal setara, malah jadi subordinat mrk. Hrsny SBI dg keunggulan lkl

Zulfikri Anas @ Minggu, 2 Mei 2010 | 22:58 WIB
Slama ini ummnya salah mngartikan SBI, ktk kt menginduk ke orang, smpai kapnpun kt tdk bakal setara, malah jadi subordinat mrk. Hrsnya SBI dg keunggulan lokal

halim @ Jumat, 30 April 2010 | 12:53 WIB
SBI=Sekolah bertaraf Internasional SBI= Sekolah berbahasa Inggris SBI= Sekolah bertarif Internasional. pengkajian terhadap SBI harus dilakukan oleh pemeritah

Zulfikri Anas @ Jumat, 30 April 2010 | 11:34 WIB
SBI ditentukan oleh kualitas, yi ank2 yang kreatif n brkepribadian kuat, bkan eksklusifisme atau subordinate. Mrk bisa lahir dari mana aja, trmsk sklh pinggran

Namanya, ”THE Save 80”. Tungku yang bisa menghemat biomassa sampai 80 persen

Grafis : Kompas, Jumat, 30 April 2010


TUNGKU HEMAT ENERGI

Serasah Dedaunan Jadi Briket

Oleh Nawa tunggal

Namanya, ”THE Save 80”. Tungku yang bisa menghemat biomassa sampai 80 persen. Tungku ini diciptakan Herliyani Suharta dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk masyarakat yang mulai sulit memperoleh kayu bakar akibat makin terbatasnya pohon.

Tungku hemat bahan bakar ini tentu bermanfaat pula bagi mereka yang kesulitan mengakses gas elpiji atau minyak tanah karena alasan mahal atau sulit menjangkaunya. Sebenarnya, tungku ini juga bermanfaat bagi yang ingin melestarikan pepohonan.

Serasah dedaunan dari pohon, rumput, dan ilalang, atau ranting-ranting kering selama ini kerap diabaikan dan dianggap sampah pengotor lingkungan. ”THE Save 80” karya Herliyani akan mengubah itu semua menjadi sumber energi yang bermanfaat.

Rekayasa ini sudah dirintis sejak tahun 2005. Herliyani juga menciptakan tungku-tungku hemat energi biomassa lainnya.

”THE” sebenarnya istilah yang diambil Herliyani sebagai kepanjangan dari Tungku Hemat Energi. Selain ”THE Save 80”, Herliyani juga menciptakan THE S1 dan THE S2.

Semuanya bisa menghemat biomassa sampai 80 persen dibandingkan dengan tungku-tungku yang lazim dipakai masyarakat tradisional. Terlebih pada tungku tiga batu.

Tungku tiga batu memiliki desain penataan tiga buah batu sebagai penopang alat masak. Tungku tiga batu amat memboroskan kayu bakar. Api yang berkobar-kobar menjadikan sebagian energinya terbuang sia- sia. Kayu yang digunakan pun selalu menjadi berlebihan.

Briket dedaunan

Untuk memulai gagasan menghemat sumber energi biomassa, Herliyani memulainya dengan mengenalkan cara membuat briket biomassa dari sampah dedaunan ditambah kertas.

Jika yang dipunyai hanya ranting, tidak perlu dibikin menjadi briket. Ranting itu tinggal dipotong-potong kecil dengan panjang 10-12 sentimeter.

”Tidak perlu lem perekat untuk membuat briket dedaunan. Kertas sudah mengandung lem,” kata Herliyani, Senin (19/4) di Jakarta.

Kertas direndam sepanjang malam. Pada keesokan harinya menjadi bubur kertas. Lalu, bubur kertas digunakan untuk membentuk briket dengan cara mencampurkannya dengan daun, rumput, atau ilalang.

Dengan cara mengepalkan erat-erat di dalam genggam tangan, campuran itu pun tercetak menjadi briket yang siap dikeringkan.

Sekam, jerami, serbuk gergaji, atau serutan kayu juga bisa dijadikan briket seperti ini. Ranting yang dipotong-potong pun siap dimanfaatkan langsung untuk bahan bakar THE S1, THE S2, atau THE Save 80.

Tungku THE S1 didesain memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. THE S2 menggunakan bantuan kipas angin elektrik untuk lebih mengoptimalkan titik api secara vertikal memanasi alat masaknya. Penggunaan kipas angin juga menjadikan pembakaran sempurna. Ini akan mengurangi asap.

THE Save 80 dirancang khusus lebih sempurna dari kedua tungku sebelumnya.

”THE Save 80 mengadopsi prinsip pembakaran tertutup untuk mengurangi emisi karbon,” ujarnya.

Herliyani mendesain THE Save 80 dengan membuat lubang yang mendukung sirkulasi udara cukup untuk nyala api. Posisi panci diberi penampang, menutup rapat bagian atas tungku.

Asap pun tidak terbuang. Desain THE Save 80 juga menurunkan kehilangan panas secara konvektif sehingga menghemat bahan bakar briket biomassa ataupun ranting-ranting.

Ukuran THE S1 dan THE S2 dengan diameter tidak lebih dari 20 sentimeter dengan tinggi berkisar antara 20-30 sentimeter. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan THE Save 80 yang bisa dua kali lipatnya.

Hasil pengujian

Herliyani menunjukkan, hasil pengujian THE S1 dengan kecepatan suplai bahan bakar 6,6 gram per menit berhasil mendidihkan air 5 liter di dalam panci aluminium selama 45 menit. Ini hanya menghabiskan 190 gram briket dedaunan, serta 110 gram ranting.

THE S2 bisa lebih cepat. Air 5 liter di dalam panci aluminium mendidih dalam waktu 36 menit dengan briket dedaunan 400 gram dengan kecepatan suplai briket 11,1 gram per menit.

THE Save 80 diuji coba dengan ranting 330 gram mampu mendidihkan 6 liter air dalam waktu 30-37 menit. Kecepatan suplai ranting 9-10,7 gram per menit. ”THE Save 80 diajukan untuk Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) sesuai Protokol Kyoto,” kata Herliyani. ***

Sumber : Kompas, Jumat, 30 April 2010 | 04:24 WIB

Ada 20 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

firman @ Sabtu, 1 Mei 2010 | 13:58 WIB
mohon alamat lengkap dan nmr telpon produsen/peneliti THE Save 80.terima kasih.

firman @ Sabtu, 1 Mei 2010 | 13:43 WIB
mohon alamat lengkap dan nomor telp produsen the Save 80 untuk membantu para ibu ibu.Terima kasih

firman @ Sabtu, 1 Mei 2010 | 13:38 WIB
Kami sangat membutuhkan tungku tersebut, terutama bagi para ibu-ibu di daerah saya, mohon alamat dan nmr telpon lengkap produsenya. Terima kasih.

firman @ Sabtu, 1 Mei 2010 | 13:35 WIB
Assalamualaikum. Saya sangat tertarik produk tungku tsb, terutama untuk membantu para ibu-ibu di sekitar daerah saya.Mohon alamat dan telp lengkap produsennya.

pur @ Jumat, 30 April 2010 | 18:21 WIB
diman saya bisa mendapatkan kontruksi dari kompor tersebut ato gambar detailnya

Konferensi WES/Wireless Enterprise Symposium Ke-9, Rabu (28/4) di Orlando, Florida, AS

KONFERENSI WES 2010

"Now Generation" Kini Jadi Penggerak

ORLANDO - Bila sebelum ini karakter generasi muda modern banyak dikaitkan dengan citra digital, sehingga memunculkan istilah Generasi Digital, kini pandangan tersebut sudah maju lebih spesifik lagi, menjadi Generasi Sekarang (Now Generation). Fenomena Generasi Sekarang inilah yang menjadi bahasan hangat dalam panel di Konferensi WES/Wireless Enterprise Symposium Ke-9, Rabu (28/4) di Orlando, Florida, AS, yang berlangsung 27-29 April.

Moderator panel, Paul Kalbfleisch, Vice President Brand Creativity RIM, perusahaan penyelenggara WES 2010, menanyakan ciri-ciri Generasi Sekarang kepada tiga panelis yang terdiri dari futuris Will.I.Am, penulis buku The Invention of Air Steven Berlin Johnson, dan CEO Electus Ben Silverman. Benang merah jawaban mereka mencerminkan apa yang dilukiskan oleh lirik lagu The Now Generation yang dinyanyikan oleh Black Eyed Peas.

Dalam lirik lagu tersebut, selain menegaskan bahwa mereka mengakrabi teknologi informasi, antara lain melihat Google sebagai profesor dan selalu tersambung dengan internet, mereka juga menyuarakan segala sesuatu harus ”sekarang”, I want it, I want it now. Keinginan itu sendiri diungkapkan dengan menyebut pendukungnya yakni internet cepat”.

Futuris Will.I.Am berkomentar, dengan harapan segala sesuatu yang berlangsung cepat ini, Generasi Sekarang menyisakan sedikit ruang bagi perantara. Segala urusan kemudian terjadi secara langsung antara mereka dan subyek yang menjadi kepentingan mereka.

Pilar perkembangan

Sementara Generasi Digital telah menjadi tema kajian hangat, yang menghasilkan karya Kathryn C Montgomery (Generation Digital, 2007) dan Don Tapscott (Grown Up Digital, 2009), ”Now Generation” sebagai fenomena baru yang sedang ditangkap oleh industri, khususnya di bidang TIK, khususnya industri telekomunikasi mobile.

Industri melihat ceruk pasar yang amat potensial karena diperkirakan ada 74 persen remaja global yang menggunakan komunikasi mobile. Kalau RIM melihat produk andalannya, yakni BlackBerry, tumbuh sampai 500 persen tahun lalu, itu juga diyakni karena dukungan orang muda yang secara sosial amat aktif.

BlackBerry bagi orang muda dilihat sebagai sarana yang mendukung apa yang kini disebut sebagai ”Right Now Communication” atau ”Komunikasi Sekarang Juga”. Dengan gadget ini, ditutuplah jurang yang terkait dengan jarak dan waktu.

Selain produsen gadget, pendukung pertumbuhan ”komunikasi sekarang juga” adalah operator seluler, yang dari waktu ke waktu berharap bisa membuat layanan semakin cepat. Dalam kaitan ini, salah satu yang diharapkan, seperti diungkapkan oleh Joy Wahyudi, Direktur Commerce XL Axiata, di Orlando, Rabu (28/4), adalah RIM yang bisa memindahkan server BlackBerry ke Singapura untuk mendukung layanan di kawasan Asia Tenggara. Dengan itu, aspirasi Generasi Sekarang yang banyak menerapkan “komunikasi sekarang juga” dapat dipenuhi, dan dengan itu industri bisa mengharapkan kucuran kreativitas mereka di kemudian hari. (Ninok Leksono, dari Orlando, AS/KOMPAS)***

Sumber : Kompas, Jumat, 30 April 2010 | 04:26 WIB

"Kaus Kuning" Kembali Turun Gelanggang

THAILAND

"Kaus Kuning" Kembali Turun Gelanggang

BANGKOK, Kamis - Aktivis kelompok ”Kaus Kuning” yang lama berdiam diri, Kamis (29/4), kembali bersuara keras dan menuntut dilakukannya tindakan militer terhadap para pemrotes ”Kaus Merah”. Mereka menuntut segera diakhirinya anarki di ibu kota Bangkok.

Tampilnya kembali kelompok Kaus Kuning, yang terkenal karena aksi mereka menutup bandara internasional Bangkok selama seminggu pada 2008, semakin meningkatkan ketegangan di jalan-jalan Bangkok.

”Krisis di Thailand telah menyebar dengan cepat dan intensif dan menjadi sebuah kondisi anarki,” demikian petisi yang disampaikan para pemimpin Kaus Kuning, yang sebelumnya dikenal sebagai Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD). Petisi itu disampaikan kepada wakil-wakil pemerintahan dan militer.

Ditambahkan, krisis telah mencapai sebuah titik kritis dan merusak ekonomi dan masyarakat Thailand. Oleh karena itu, mereka ingin melihat para tentara yang berani menyingkirkan seluruh aktivitas ilegal itu dan menghadirkan kembali kedamaian di masyarakat Thailand secepatnya.

Bantuan UE

Kelompok Kaus Merah kemarin juga melakukan langkah lebih lanjut dengan meminta Uni Eropa (UE) mengirim pemantau untuk menghindari upaya penumpasan oleh tentara.

Permintaan pemrotes Kaus Merah itu disampaikan kepada delegasi diplomat UE di Bangkok, sehari setelah pecahnya pertikaian di jalan-jalan Bangkok, antara para pemrotes dan tentara pemerintah.

”Dihadapi dengan ancaman tank-tank dan kemungkinan pertumpahan darah, kami memohon bantuan Anda untuk menghindarkan terjadinya bencana hak asasi manusia,” demikian bunyi surat yang dibuat kelompok Kaus Merah ke kantor delegasi Uni Eropa.

UE dalam pernyataannya mengatakan, Dubes UE David Lipman bertemu singkat dengan pemrotes, dan menyerukan solusi damai dan penyelesaian melalui perundingan.

Di Jakarta, Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya menyesalkan adanya beberapa anggota korps diplomatik yang mengunjungi tempat berkumpulnya pemrotes Kaus Merah.

”Kami memprihatinkan kunjungan diplomat untuk bertemu dengan para pemimpin Kaus Merah itu. Kami tidak ingin melihat hal itu terjadi lagi. Kami telah menyampaikan keprihatinan itu kepada ketua korps diplomatik di Bangkok untuk menyampaikan kepada para anggotanya agar tidak berhubungan dengan orang- orang yang melawan hukum,” tegasnya.

Pada pertemuan dengan Presiden RI di Jakarta, disampaikan juru bicara presiden Dino Patti Djalal, Menlu Kasit menyatakan bahwa apa yang sekarang terjadi di Thailand bukan lagi konflik antara dua partai, tetapi sudah menjurus pada konflik yang lebih besar, yaitu konflik atau perbenturan antara kelompok yang loyal terhadap sistem konstitusional monarki dan kelompok yang mempunyai agenda berbeda, yang ingin mengubah sistem kenegaraan itu. (AP/AFP/Reuters/DAY/OKI) ***

Sumber : Kompas, Jumat, 30 April 2010 | 04:15 WIB

Perempuan Berpotensi Terkena Kanker Serviks

Perempuan Berpotensi Terkena Kanker Serviks

Vaksinasi dan Pemeriksaan Dini Efektif Mengurangi Kejadian

BANDUNG - Sekitar 8.000 perempuan di Jawa Barat berpotensi terkena kanker serviks atau kanker leher rahim per tahun. Namun, hal itu sulit ditangani karena banyaknya faktor yang memengaruhi.

"Paling banyak ditemukan 1.000 kasus kanker serviks per tahun di Jabar. Padahal, setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks tanpa terkecuali," kata pakar obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung, Herman Susanto, dalam Talk Show Kanker Serviks yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesehatan Unpad, Kamis (29/4) di Bandung.

Kanker serviks terjadi ketika tumbuh sel tidak normal pada leher rahim. Kanker ini disebabkan human papilloma virus (HPV) yang bersifat onkogenik (menyebabkan kanker). Penularannya, antara lain, melalui hubungan seksual.

Hingga kini kanker serviks ada pada urutan keempat kanker mematikan di Indonesia. Rasio rata-ratanya, dari 100 orang per 100.000 penduduk yang terkena kanker, 20 persen di antaranya adalah penderita kanker serviks.

Minim

Herman mengatakan, minimnya penemuan kasus kanker serviks disebabkan berbagai hal, seperti kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk memeriksakan leher rahim, biaya pemeriksaan yang mahal (Rp 1 juta-Rp 2 juta), atau rasa malu penderita untuk memeriksakan diri.

Akibatnya, jumlah penderita kanker serviks bertambah dan pasien datang memeriksakan diri sudah dalam kondisi parah. Hal ini sangat disayangkan karena kanker serviks dapat disembuhkan bila terdeteksi sejak awal.

Untuk mengetahui sejak awal, masyarakat bisa melakukan dua langkah, yaitu vaksinasi dan deteksi dini. Vaksinasi merupakan pencegahan primer mencegah infeksi HPV 16 dan 18 yang turut andil 71 persen sebagai penyebab kanker serviks. Vaksinasi juga dapat memberikan perlindungan dari HPV penyebab kanker, seperti tipe 45, 31, dan 33.

"Vaksinasi hendaknya dilakukan sejak awal ketika remaja putri berusia 10 tahun dan diberikan dengan tiga tahap pemberian, yaitu bulan 0, 1 atau 2, dan 6. Sejauh ini efek samping yang timbul hanya bersifat lokal, seperti nyeri di daerah sekitar penyuntikan," kata Herman.

Adapun deteksi dini bisa melacak sel abnormal dan kanker serviks meski tidak dapat mencegah infeksi HPV. Vaksinasi dan deteksi dini yang dilakukan bersamaan dapat mengurangi kanker serviks secara efektif.

"Akan tetapi, untuk meringankan biaya pencegahan dan pengobatan, sebaiknya setiap orang sedari awal memerhatikan gaya hidupnya hingga tidak berhubungan seksual selain dengan pasangannya. Jangan tunggu hingga tahap pengobatan dan terapi prakanker dan kanker yang mencapai Rp 60 juta," ujarnya.

Menurut staf tenaga kesehatan di UPT Kesehatan Unpad, Susiana, UPT Kesehatan Unpad juga melayani pemeriksaan kanker serviks. Saat ini pihaknya menyediakan pemeriksaan dengan biaya lebih murah. Biaya satu kali deteksi awal dan vaksinasi adalah Rp 1.850.000. Pasien akan menerima vaksinasi dan deteksi dini dengan pembayaran yang bisa dicicil.

"Hal itu kami harap bisa meringankan warga yang hendak memeriksakan diri," ujar Susiana. (CHE/Kompas)***

Sumber : Kompas, Jumat, 30 April 2010 | 14:34 WIB