RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Jumat, 25 Juni 2010

Sisi Gelap dari Harapan Baik

Lorong lengkung ini adalah salah satu jalur menuju halaman tengah Castle of Good Hope di Cape Town, Afrika Selatan. Benteng ini terkenal dengan ruang penyiksaan dan lubang gelapnya. (KOMPAS/FITRISIA MARTISASI)***

SEJARAH

Sisi Gelap dari Harapan Baik

Ukuran ruang itu cuma sekitar 2 meter x 4 meter. Udara segar hanya masuk dari tingkap kecil di ujung atas dinding, di dekat langit-langit yang tingginya sekitar 5 meter. Tak ada penerangan, kecuali cahaya yang masuk dari tiga lubang berdiameter 3 sentimeter pada satu-satunya pintu penghubung.

Sesuai dengan namanya, Dark Hole, ruangan ini benar-benar terasa seperti ”lubang gelap”. Ketika lampu dimatikan dan pintu ditutup, benar-benar tak terlihat apa pun. Sepenuhnya gelap gulita.

Pikiran melayang ke masa 430 tahun lalu, ketika para budak dijejalkan di dalam ruangan yang menjadi bagian dari benteng VOC, Castle of Good Hope atau Casteel de Goede Hoop itu. Terletak di City Bowl, kawasan tengah kota Cape Town, Afrika Selatan, jejak sejarah ini memperkuat gambaran kejam perusahaan dagang Belanda yang bergerak untuk wilayah Timur Jauh ini. Kastil Harapan Baik yang dibangun tahun 1666 oleh VOC ternyata menyimpan sisi gelap yang mengerikan.

Para budak yang didatangkan VOC dari Indonesia, India, Madagaskar, dan Mozambik menjadi tulang punggung pembangunan kota Cape Town dan sekitarnya. Kesalahan sedikit saja akan membawa mereka ke benteng ini, sebelum berakhir dengan pembuangan di penjara yang terletak di pulau seberang Cape Town, Robben Island. Pulau yang sama yang digunakan pemerintah apartheid untuk memenjarakan pejuang anti-apartheid Nelson Mandela dan rekan-rekannya.

Dark Hole ini berhubungan dengan ruangan yang berukuran sama. Penghubungnya adalah pintu dengan tiga buah lubang yang fungsinya sekadar untuk menakut-nakuti mereka yang ada di dalam Dark Hole. Maklum, ruangan di sebelahnya tak lain adalah ruang penyiksaan.

”Suara erangan dan teriakan dari mereka yang disiksa diharapkan bisa membuat tahanan yang di Dark Hole segera mengaku,” kata Sisokhu, pemandu wisata benteng itu, Senin (21/6). Ia mengingatkan bahwa hukum yang berlaku di Belanda ketika itu tidak membolehkan tahanan disekap lebih dari 24 jam. Karena itu, metode penyiksaan diharapkan segera membuat tahanan lain membuka mulut.

Ruang penyiksaan ini hanya disinari dengan dua pelita yang menyala di dinding ruangan. Di dinding yang lain terpasang borgol, yang digunakan untuk mengunci lengan tahanan. Posisi tahanan menghadap ke dinding saat dicambuk, dengan kaki diborgol.

Jika yang bersangkutan masih belum mengaku, penyiksaan dilanjutkan dengan menggantungnya dalam posisi kepala di bawah. Sebuah pengait—dengan tali yang bisa dinaik-turunkan—tergantung di tengah ruangan.

Hukuman pembangkang

Perlakuan terhadap tahanan yang disekap di Castle of Good Hope ini beragam. B Johnson Barker dalam bukunya, The Castle of Good Hope From 1666, menguraikan bagaimana para budak biasanya mendapat hukuman yang lebih berat, terutama jika ada indikasi pembangkangan terhadap pemerintah, majikan yang memilikinya, atau kepada orang Eropa lain.

Biasanya, jika mereka dijatuhi hukuman mati, prosesnya tidak segera mematikan. Mereka disiksa secara perlahan. Misalnya, tulang-belulang dan persendian sang budak dihancurkan dan dilepas dulu, tetapi tidak membuatnya sampai mati. Pukulan yang mematikan biasanya dilakukan dengan menggunakan sepotong besi berat yang dipukulkan ke dada tahanan. Jika dalam putusan hukuman, cara tersebut tidak dicantumkan, sang budak akan dibiarkan mati perlahan.

Kisah lain dialami seorang budak bernama Susanna. Di bawah siksaan, ia ”mengaku” telah membunuh anaknya. Hukumannya adalah dadanya dibakar dengan bara panas, sebelum secara utuh ia dibakar. Ternyata pengadilan mengamandemen vonisnya. Susanna pun dimasukkan ke dalam karung yang dijahit dan dibuang jauh di tengah laut.

Penjara dan ruang penyiksaan di kawasan benteng Castle of Good Hope ini sebetulnya tidak memakan banyak tempat jika dibandingkan dengan keseluruhan luas benteng. Deretan ruang tahanan, misalnya, hanya terdiri dari enam ruangan yang membentuk setengah lingkaran, yang semuanya berada di balik sebuah pintu masuk.

Para tahanan itu bahkan sempat mengukir pintu kayu dan kaso dengan berbagai tulisan. Ada ruang tahanan yang diukir, ”Miss Reeces Hotell Lodgeing’s for Single Gentle Men”. Pada sebuah pintu kayu ruang tahanan tertulis, ”Welcome stranger to this beautiful place. Hell to friendship and to mental peace”.

Kisah tahanan dan ruang penyiksaan di Castle of Good Hope ini ternyata berlanjut dengan munculnya beberapa pengakuan soal adanya penampakan makhluk halus di benteng itu. Mengutip beberapa sumber, Barker menuliskan, ”Kastil ini punya cukup waktu untuk mengumpulkan sekelompok hantu dan dinding serta lubang gelapnya terkenal mengerikan.”

Makhluk halus

Barker lantas mengingatkan bagaimana pembangunan benteng ini menggunakan 300 budak yang harus mengangkut batu dari Signal Hill—salah satu puncak bukit di tengah kota Cape Town—ke bawah, ke lokasi pembangunan benteng. Suatu kali terjadi pemberontakan dan empat pemimpinnya ditangkap. Dua orang dihukum mati, sementara dua orang yang lain dicambuk dan bekerja rodi dengan kaki dirantai. Belakangan, seperti ditulis M Williamson dalam buku Haunted Corners, muncul makhluk halus dengan tatapan mata ketakutan, yang terkadang tampak di Leerdam, salah satu sisi dari Castle of Good Hope yang berbentuk segi lima.

Kisah lain yang beredar dan pengakuannya dimuat dalam berbagai buku, antara lain adalah soal ditemukannya seorang rondganger (penarik tali lonceng) benteng yang tergantung di tali lonceng sementara lonceng tidak berbunyi; atau kisah penampakan di ruang jaga dan berbunyinya lonceng di ruang jaga yang kebetulan kosong; serta pengakuan seorang anak pejabat militer, Emily Daniel, yang didatangi makhluk halus perempuan yang menutup wajah dengan tangannya.

Sisi gelap Kastil Harapan Baik memang tak bisa ditutupi. Kisah tragis di balik dinding tingginya mungkin akan menghantui sepanjang masa, mengingatkan kita akan pedihnya penindasan antarsesama manusia. (Fitrisia Martisasi, dari Cape Town, Afrika Selatan/Kompas)***

Sumber : Kompas, Rabu, 23 Juni 2010 | 04:45 WIB

Naik Pesawat Kepresidenan

VUVUZELA

Kisah Tragis Joe Gaetjens

Nama Joe Gaetjens tidak setenar Pele. Namun, ia cukup memiliki tempat dalam sejarah Piala Dunia. Gaetjens mencetak gol tunggal dalam penyisihan grup Piala Dunia 1950 sehingga Amerika Serikat menang 1-0 atas Inggris. Ini peristiwa besar karena Inggris adalah unggulan utama, sedangkan AS bukan apa-apa. Gaetjens berwarga negara Haiti yang bersekolah di AS. Karena intensinya yang kuat menjadi warga AS, ia pun direkrut sebagai anggota tim AS. Pada 8 Juli 1964, Gaetjens diculik polisi rahasia di Haiti, yang baru memiliki presiden, François ”Papa Doc” Duvalier. Sejak itu Gatjens, yang keluarga besarnya terkait dengan rival politik Duvalier, tidak diketahui rimbanya.***

Gawang Roboh

Peristiwa cukup memalukan terjadi pada 16 besar Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Dalam pertandingan Meksiko versus Bulgaria, gawang roboh setelah beberapa pemain terjatuh ke jaring gawang. Untung saja dalam laga di Stadion Giants, New Jersey, itu tersedia gawang cadangan sehingga pertandingan bisa dilanjutkan. Ada catatan menarik dari pertandingan ini. Wasit asal Suriah, Jamal Al Sharif, mengeluarkan 10 kartu kuning dan mengusir keluar Luis Garcia (Meksiko) dan Emil Kremenliev (Bulgaria). Karena laga imbang 1-1 hingga akhir perpanjangan waktu, penalti pun digelar. Bulgaria menang 3-1. ***

Naik Pesawat Kepresidenan

Inilah salah satu cara presiden menghargai pencapaian tim sepak bola negaranya. Pada 1958, setelah kesebelasan Brasil menjadi juara dunia untuk pertama kalinya, Presiden Brasil pada waktu itu, Juscelino Kubitschek, menyediakan pesawat kepresidenan untuk membawa pulang Pele dan kawan-kawan dari Swedia ke Brasil. Saat tiba di Rio de Janeiro, Presiden Kubitschek menyambut langsung mereka. Setelah itu, trofi Piala Dunia diarak keliling kota dengan disaksikan ribuan orang yang memadati jalan. ***

Tulang Pipi Patah

Pada Maret 2005, dalam duel La Liga antara Real Mallorca dan Sevilla terjadi peristiwa brutal. Sikut pemain Sevilla, Javi Navarro, menghantam keras wajah gelandang Mallorca, Juan Arango. Tak ubahnya pertandingan tinju, Arango yang wajahnya berdarah ambruk dan tak sadarkan diri. Ia sampai mendapat bantuan pernapasan. Tulang pipi Arango retak dan ia dirawat intensif hingga tiga hari. Navarro yang hanya mendapat kartu kuning memperoleh hukuman tambahan, dilarang bermain di lima pertandingan. (ato/Kompas)***

Sumber : Kompas, Rabu, 23 Juni 2010 | 02:57 WIB

"Quo Vadis" Nasionalisme Afrika Selatan

Seorang pria memegang poster mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela di Hector Pieterson Memorial dalam peringatan Hari Pemuda di Soweto, 16 Juni 2010. (REUTERS/THOMAS MUKOYA/KOMPAS)***

PIALA DUNIA

"Quo Vadis" Nasionalisme Afrika Selatan

Oleh AZYUMARDI AZRA

”Football has developed quickly in many countries because it used to be part of the politics of the pursuit of power and the ideologies it serves. Rapidly, it became the expression of nationalism, patriotism and chauvinism, even before the international federations were established. (Hendrik Hegedus, ‘Football versus Nationalism’, 12 September 2008).

Sepak bola seperti kutipan di atas sering terkait dengan nasionalisme, tidak terkecuali dengan tim sepak bola Afrika Selatan, penyelenggara Piala Dunia 2010. Lebih jauh, jika tim sepak bolanya berjaya dan sekaligus berhasil menyelenggarakan Piala Dunia dengan sukses, diharapkan dapat menggalang kepaduan nasionalisme Afrika Selatan yang selama berabad-abad pernah terpilah-pilah dalam politik apartheid.

Jika nasionalisme merupakan semangat bernyala- nyala menjayakan negara-bangsa, kenapa di tengah berlangsungnya Piala Dunia berbagai bentuk kekerasan yang mencemarkan nama negara-bangsa ini terus berlangsung di sejumlah tempat di Afrika Selatan. Quo vadis—mau ke mana—nasionalisme negara-bangsa ini?

Pencemaran nasionalisme Afrika Selatan ini dapat dilihat, misalnya, mulai dari pencurian barang-barang milik tim sepak bola tertentu di hotel, kekerasan antara petugas keamanan dan buruh yang belum dibayar di dekat Stadion Durban, sampai pada pemogokan massal para pekerja di beberapa tempat di Afrika Selatan di tengah sorak-sorai pertandingan.

Kontradiksi

Semua fenomena ini membuat orang bertanya-tanya tentang relevansi Piala Dunia 2010 dengan nasionalisme Afrika Selatan. Apa yang terjadi menunjukkan kontradiksi. Ketika legenda hidup Afrika Selatan, Nelson Mandela, memperjuangkan Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010, maksudnya tidak lain agar peristiwa akbar sepak bola dunia ini dapat memperkuat nasionalisme Afrika Selatan pasca-apartheid yang masih rapuh.

Tak ragu lagi, Mandela memiliki peran khusus dalam menggalang nasionalisme bangsa Afrika Selatan melalui ajang olahraga dunia. Ini terlihat jelas ketika ia membangkitkan semangat para pemain rugbi Afrika Selatan yang hampir seluruhnya kulit putih dalam Piala Dunia Rugbi 1995 yang juga diselenggarakan di Afrika Selatan.

Menonton film Invictus yang dirilis menjelang Piala Dunia 2010, saya menyaksikan bagaimana Mandela mengubah sikap mental para pemain kulit putih yang semula ”ogah-ogahan” berjuang demi Afrika Selatan yang baru saja (1994) dipimpin seorang Presiden kulit hitam, mereka kemudian bermain mati-matian dalam pertandingan final dengan mengalahkan tim rugbi Selandia Baru, yang merupakan favorit memenangi Piala Dunia Rugbi 1995.

Akan tetapi, kini dalam Piala Dunia Sepak Bola 2010, Mandela telah sepuh dan renta. Laki-laki yang sering mengenakan kemeja batik lengan panjang ini tidak lagi bisa terlibat langsung menyemangati para pemain tim sepak bola Afrika Selatan yang hampir sepenuhnya kulit hitam.

Bahkan, Mandela tidak bisa hadir langsung menyaksikan acara pembukaan dan pertandingan pertama sepak bola antara tim tuan rumah Afrika Selatan dan Meksiko karena seorang cucunya tewas dalam kecelakaan lalu lintas.

Tak kurang pentingnya, Mandela kini tidak juga bisa lagi aktif turun langsung ke publik Afrika Selatan untuk menyadarkan mereka tentang makna Piala Dunia 2010 bagi negara-bangsa ini. Karena itu, terdapat kalangan warga Afrika Selatan yang tetap tidak melihat kaitan antara Piala Dunia 2010 dan ”nation” (bangsa), ”nationhood” (kebangsaan), ”nationalism” (nasionalisme), dan ”nation-state” (negara-bangsa) Afrika Selatan.

Bagi warga kulit putih, tim sepak bola Afrika Selatan adalah simbol kejayaan kulit hitam dengan mengorbankan kulit putih. Sementara bagi banyak warga kulit hitam yang miskin, menganggur, dan hidup di township, lingkungan kumuh, Piala Dunia 2010 di negeri mereka sendiri menjadi indikasi bahwa pemerintah lebih mementingkan proyek mercu suar miliaran dolar daripada memperbaiki nasib mereka ini.

Utopia

Dalam bacaan saya, nasionalisme Afrika Selatan bukan semakin menguat, tidak juga melalui Piala Dunia Sepak Bola 2010. Meminjam kerangka Ben Anderson dalam magnum opus- nya, Imagined Societies: Reflections on the Origins and Spread of Nationalism (1983; 1991), nasionalisme Afrika Selatan masih tetap berada pada tahap ”terimajinasi”—terbayangkan belaka. Nasionalisme negara ini belum lagi mengambil bentuk yang bisa diterima semua elemen bangsa, sebaliknya kian terbelah ke dalam nasionalisme sempit yang bukan tidak terkait dengan warna kulit.

Rivalitas antarwarga dengan warna kulit berbeda masih bertahan dan bahkan meningkat. Kekayaan alam Afrika Selatan yang melimpah ternyata belum juga mengangkat kesejahteraan warga kulit hitam. Konglomerat kulit putih masih menguasai sumber alam, seperti platinum (90 persen cadangan dunia), mangan (80 persen), krom (70 persen), emas (41 persen); belum lagi intan dan uranium.

Afrika Selatan juga terkenal sebagai negara pertanian dengan produksi bahan pangan yang sekitar 8 persen diekspor ke negara-negara lain. Namun, lagi-lagi sebagian besar lahan pertanian dan perkebunan dikuasai tuan- tuan tanah kulit putih, sementara warga kulit hitam lebih banyak menjadi buruh tani belaka.

Bertolak belakang

Dengan sumber-sumber ekonomi yang masih berada di tangan warga kulit putih, tidak heran kalau gaya hidup kedua puak ini terlihat bertolak belakang. Jika banyak warga kulit putih tinggal di enklave, perumahan eksklusif mewah model Pondok Indah dan Pantai Indah Kapuk, sebaliknya makin banyak warga kulit hitam tinggal di township yang kumuh, pengap, dan berdesak-desak.

Karena realitas timpang ini, tuntutan warga kulit hitam untuk nasionalisasi aset-aset pertambangan dan pertanian kian nyaring dan menjadi isu politik panas. Akibatnya, banyak kalangan khawatir kalau Afrika Selatan menjadi Zimbabwe kedua, yang mengambilalih semua aset warga kulit putih.

Mempertimbangkan semua realitas ini memang sulit berharap Piala Dunia 2010 dapat menjadi jembatan bagi terbentuknya nasionalisme Afrika Selatan yang viable—mampu bertahan.

Dan, keadaan pasti menjadi lebih jelek lagi jika tim sepak bola Afrika Selatan akhirnya hanya mampu jadi penonton di tengah gegap gempita tim-tim lain.

Azyumardi Azra.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN),

Syarif Hidayatullah, Jakarta;

Penggemar Sepak Bola

Sumber : Kompas, Rabu, 23 Juni 2010 | 04:47 WIB

Vuvuzela Jebol Gendang Telinga

LAGAK RAGAM

Vuvuzela Jebol Gendang Telinga

Tiap ada tayangan Piala Dunia, orang-orang sudah tahu bahwa pertandingan itu sudah main atau sudah selesai. Sebab, sejak awal dan akhir nomor laganya, pesawat televisi sudah berbunyi dengung bising sekali, mirip-mirip bunyi mem-prepet sebarisan gajah liar sedang marah, atau suara dengung lebah berbunyi lengkingan preet preeet preeet.…

Bunyi bising itu bukan kesalahan teknis pesawat TV, melainkan gara-gara puluhan ribu penonton meniup tabung plastik yang bernama vuvuzela, terompet macam corong warna-warni berukuran sekitaran satu meteran. Vuvuzela, yang katanya khas Afrika Selatan, bukan hanya menjadi masalah. Sejak berlangsung kejuaraan bola di Afsel sekitar tahun 2000-an, suporter Afsel sudah berciri khas dengan membunyikan terompet tradisional ini. Bahkan, sejak tahun 2001 sudah ada perusahaan Masincedane Sport khusus untuk produksi massal alat bunyi ini.

Vuvuzela, sebagai alat musik tiup, prinsipnya mengeluarkan suara getar karena impitan bibir atas dan bibir bawah, lalu bergeletar karena tiupan udara dengan bunyi getar yang keras dan bernada polos. Alat tiup ini katanya tradisional karena bagi masyarakat pedalaman dan peternak sapi angon, vuvuzela ini dilengkingkan sebagai tanda keberadaannya, serta bunyi nyaring mirip suara ”terompet” kawanan gajah liar.

Bunyi bising itu juga alat komunikasi dengan rekan pengembala lainnya di savana luas, mengandung bunyi dengan pesan sapaan, juga bunyi darurat dan panggilan tanda bahaya. Calling sound atau bunyi panggilan macam ini pernah menjadi obyek studi pakar etnologi Afrika Selatan karena suara vuvuzela yang tanpa irama itu sesungguhnya sangkakala instrumen komunikasi sesama tribal di Afsel.

Setiap sub-suku bangsa atau tribe memiliki ciri bunyi panggilannya, di samping bunyi bising standar untuk permintaan bantuan, tanda bahaya atau alarm, serta bunyi pengusir hewan predator singa buas. Sangkakala ini juga menjadi alat bunyi ritual serta bunyi panggilan untuk suatu acara adat. Jadi, vuvuzela itu bukan alat bunyi musik tiup orkestra, apalagi instrumen musik pop.

Sayangnya, benda bunyi ini suaranya memang super bising kalau dibunyikan ramai-ramai. Nada tunggal yang dibunyikan tanpa notasi memang lama-kelamaan akan mengganggu pendengaran orang normal. Bunyi vuvuzela kalau diukur intensitas suaranya dengan ukuran decibel (dB) serta mengukur frekuensi atau pitch dengan hertz (Hz), bunyi terompet plastik dengan ukuran faktor kekerasan, pitch serta lamanya paparan, sudah terhitung kategori bising dan membahayakan.

Badan Pengelola Keamanan dan Kesehatan Kerja (Occupational Safety and Health Administration-OSHA) sudah mematok pekerja atau perusahaan kalau ada paparan kebisingan 85 dB selama delapan jam kerja sehari, paparan bising itu mengancam gendang telinga. Orang-orang itu harus pakai penutup telinga (earmuff) yang model tutup penuh atau penutup telinga model sumpel (earplug).

Vuvuzela yang mendengung dan mem-prepeet terus macam koor gajah-gajah ngamuk, terus terang tidak enak didengar dan kebisingannya mengganggu sekali. Apalagi terbukti bunyi sangkakala itu tingkat kebisingannya sampai 127 dB. Lebih keras dari airhorn, tambur, dan peluit. Vuvuzela itu lebih keras dari sirene ambulans (120 dB) dan gergaji listrik (100 dB). Malah hampir sebising suara pesawat jet tempur saat take off yang 140 dB.

Jagonya musik

Untung panitia lokal dan FIFA tidak libatkan OSHA karena nanti ada aturan baru lagi, semua pemain di arena harus membekap telinganya. Atau memang sudah ada maksud tersembunyi supaya setiap penonton membeli vuvuzela buat jadi suporter fanatik, biar lawan keder dan kupingnya rada pekak. Sementara itu, sempat ada wacana melarang vuvuzela, tetapi dibantah dan dianggap melanggar hak asasi manusia Afsel yang tuan rumah. Tiup terompet kok dilarang, katanya.

Kalau dipelajari dalam-dalam, sebetulnya orang ”hitam” Afsel itu amatlah musikal. Nelson Mandela sebagai Bapak Afsel pernah berkata: ”Juru selamat bangsa kami itu musik! Hanya musik yang menghibur rasa luka dan menanamkan rasa cinta negeri ini, selama menghadapi dan melawan dari kepahitan hidup dan penindasan apartheid kejam. Selama itu kami menyanyikan lagu kemerdekaan, senandungkan kidung keadilan, menyuarakan harapan hidup dengan irama musik yang dekat kepada keindahan alam dan kekayaan tanah air. Musik, itulah napas dan roh Afrika Selatan.”

Pasang telinga baik-baik, tidak ada udara yang bebas dari dengungan suara bising vuvuzela yang mirip gabungan bunyi bising ”terompet” gajah dan dengung lebah raksasa. Bunyi bising itu merasuki denyut arena sepak bola dunia. Tanpa suara bising itu, memang tidak terasa suasana Afsel. Tetapi, kalau terlalu bising, vuvuzela bisa menjebol gendang telinga, iya enggak! (RUDY BADIL, Wartawan Senir/Kompas)***

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Juni 2010 | 03:49 WIB

Selasa, 22 Juni 2010

Uniknya Union Building

Seorang wisatawan memotret monumen patung dan istana Union Building di Pretoria, Afrika Selatan, Sabtu (19/6). Union Building, tempat berkantor Presiden Afrika Selatan, menjadi salah satu tempat yang dikunjungi para suporter dan penonton Piala Dunia 2010. (KOMPAS/MH SAMSUL HADI)***

SURAT DARI AFSEL

Uniknya Union Building

Sebelum menonton pertandingan, hal yang lazim dilakukan suporter adalah berjalan-jalan ke tempat-tempat wisata. Di Pretoria, istana Presiden Afrika Selatan atau biasa disebut Union Building menjadi salah satu tujuan kunjungan mereka .

Selain disuguhi istana bergaya arsitektur Renaissance, pengunjung juga bisa menikmati taman dan pemandangan kota Pretoria dari ketinggian.

Union Building, demikian warga setempat menyebutnya, berlokasi di ketinggian. Dari tempat ini, sebelum pandangan mata tertuju hamparan kota Pretoria, orang bisa menikmati taman dengan jalan berbentuk tangga yang bersih. Pohon-pohon cemara menyejukkan mata.

Di pinggir jalan seberang istana terdapat monumen dengan patung orang menunggang kuda. Dari tulisan yang terukir pada salah satu sisi monumen tersebut diketahui bahwa itu peninggalan sejarah yang dibangun saat Perang Dunia I, yaitu 1914-1918. Dari dua sisi monumen itulah pengunjung menuruni tangga untuk berjalan-jalan menikmati taman bunga.

Adapun Union Building, yang berdiri kokoh dan berwibawa di seberang monumen patung orang menunggang kuda itu, berupa istana dengan warna kuning-kecoklatan. Terdiri atas dua blok bangunan yang menyatu, sisi kiri untuk kantor presiden dan sisi kanan untuk kantor para menteri.

Union Building didesain arsitek terkenal Sir Herbert Baker dan dirancang untuk kantor administrasi pemerintahan Afsel tahun 1910. Di kantor itulah berbagai kebijakan Pemerintah Afsel dibahas dan diputuskan.

Warga setempat tidak pernah melupakan saat-saat bersejarah pada April 1994 ketika Nelson Mandela dikukuhkan sebagai Presiden Afsel di istana tersebut. Mandela berjasa besar dalam mengikis sekat-sekat diskriminasi antara warga kulit putih dan kulit hitam yang berlangsung pada era rezim apartheid.

Mandela, yang kini sudah uzur dalam usianya ke-91, amat dicinta warganya. Saat berkantor di Union Building itu, ia membuka pintu istana lebar-lebar bagi rakyatnya, mengingatkan langkah serupa yang diambil almarhum Abdurrahman Wahid saat menjadi Presiden RI.

”Dulu, istana itu bisa dikunjungi warga. Warga sini biasa berfoto-foto di halaman istana. Pengantin baru menikah juga biasa berfoto-foto di sini sebagai kenangan yang tak ingin dilupakan,” kata Dwi Monita Suparyanto, warga Indonesia di Pretoria.

”Pintu gerbang istana tertutup dan tidak bisa dimasuki setelah Afsel dipimpin Presiden Thabo Mbeki. Pengunjung hanya bisa berfoto-foto di jalan depannya saja. Meski begitu, pengantin-pengantin yang baru menikah tetap tak mau melewatkan foto-foto di sini,” lanjut Monita.

Pada Sabtu sore yang cerah itu tidak ada pengantin datang. Namun, suasana di kompleks Union Building tetap ramai. Para suporter Denmark dan mereka calon penonton laga Kamerun versus Belanda di Stadion Loftus Versfeld berdatangan. FIFA dan panitia Piala Dunia 2010 memanfaatkan lokasi itu sebagai salah satu tempat kunjungan andalan.

Union Building berjarak kira-kira 5 kilometer dari Stadion Loftus Versfeld. Persis di tengah di antara dua tangga naik ke halaman istana, mereka memajang boneka besar ”Zakumi”, maskot Piala Dunia 2010. Di situlah pengunjung berfoto-foto ria. Setelah itu, mereka biasanya berjalan-jalan di taman yang memang nyaman.

Union Building bukan satu- satunya tempat nyaman untuk menunggu dimulainya laga-laga Piala Dunia 2010 di Pretoria. Satu tempat lain yang menarik dan ramai dikunjungi suporter dan penonton Piala Dunia 2010 adalah kompleks Church Square, tempat patung monumen Paul Kruger berdiri gagah.

Di kompleks itu berjajar bangunan tua yang memang dipertahankan keasliannya. Berada di lokasi itu serasa di kota-kota Eropa dengan arsitektur bangunan klasik yang masih terpelihara. Seperti kompleks Union Building, kawasan itu bersih dan nyaman meski sedikit hiruk-pikuk.

Mendatangi tempat-tempat kunjungan wisata itu sangat pas sebelum menikmati laga-laga Piala Dunia 2010, yang semakin bertambah hari bertambah pula ketegangan dan kejutannya.

Jika datang ke Pretoria, jangan lupa berkunjung ke Union Building atau kompleks Church Square. Demikian pesan warga Pretoria. (Mh Samsul Hadi dari Pretoria, Afrika Selatan/Kompas)***

Sumber : Kompas, Senin, 21 Juni 2010 | 03:20 WIB

Duka Mandela di Tengah Gemerlap Piala Dunia

NELSON MANDELA.(AFP)***

TOKOH AFSEL

Duka Mandela di Tengah Gemerlap Piala Dunia

JOHANNESBURG, Kamis - Setelah batal hadir dalam pembukaan Piala Dunia 2010, tokoh pujaan Afrika Selatan Nelson Mandela (91) akhirnya tampil di hadapan publik, Kamis (17/6), saat upacara pemakaman cucunya, Zenani Mandela (13). Di tengah sorotan mata dunia pada gemerlapnya ajang Piala Dunia, Mandela terlihat muram dan lemah.

Zenani tewas dalam sebuah kecelakaan mobil bersama seorang kerabat yang sedang mabuk saat mengendarai mobil, Jumat (11/6) dini hari. Saat itu, Zenani sedang pulang dari konser pembukaan Piala Dunia. Menurut polisi, seorang teman dekat keluarga mengendarai mobil sambil mabuk sehingga dapat dituduh melakukan pembunuhan.

Beberapa jam setelah Zenani tewas, kantor Mandela mengumumkan, tak pantas baginya menghadiri upacara pembukaan Piala Dunia dan pertandingan pertama antara Afrika Selatan dan Meksiko.

Mandela sendiri dipuji sebagai sosok sentral yang mampu membawa Afrika Selatan sebagai negara pertama di benua Afrika yang menjadi tuan rumah Piala Dunia.

Tewasnya Zenani adalah momen menyedihkan bagi ikon apartheid berusia 91 tahun ini. Peristiwa ini adalah satu di antara serangkaian tragedi hidup yang melandanya.

Tiga tahun setelah tiba di Robben Island untuk menjalani hukuman, tahun 1969, Mandela mendapat kabar dari anak laki-laki termudanya, Makgatho, bahwa putra sulungnya, Madiba Thembekile, meninggal dalam kecelakaan mobil. Saat itu, pihak penjara tak mengizinkan Mandela datang ke pemakaman.

Tiga puluh enam tahun kemudian, Makgatho meninggal. Setelah itu, anak laki-laki terakhirnya juga meninggal karena komplikasi AIDS.

Tak hanya itu, dua dari pernikahan Mandela berantakan, yang kedua adalah pernikahannya dengan Winnie. Setelah menikah, mereka hanya hidup bersama selama empat tahun karena Mandela harus menjalani hukuman penjara selama 27 tahun.

Mandela, yang selama ini jarang tampil di hadapan publik, terlihat kaku saat keluar mobil dan harus bersandar di tongkat sebelum diangkut dengan mobil golf ke kapel sekolah swasta Johannesburg tempat cucunya disemayamkan.

”Waka Waka”

Penghormatan jenazah dilakukan dengan menampilkan lagu-lagu pop, lagu pujian, dan puisi Maya Angelou yang berlangsung sekitar tiga jam. Mandela sendiri memakai korsase bunga mawar merah muda dan mantel berkerah hitam. Pelayat lain juga memakai pakaian hitam cerah dengan dasi, syal, dan bunga bernuansa pink, warna favorit Zenani.

Pemakaman cucu terbesar Mandela dihadiri ratusan orang. Dalam prosesi itu, Mandela ditemani istrinya, Graca Machel, dan cucunya, Mandla Mandela. Sementara itu, tampak pula mantan istri Mandela, Winnie Mandela Madikizela, yang merupakan nenek Zenani, dan pengacara George Bizos yang membela Mandela bertahun-tahun terkait apartheid.

Zenani dikenal menyukai Hannah Montana dan lagu Piala Dunia ”Waka Waka”. Untuk mengenang Zenani, teman-teman sekelas Zenani yang masing-masing memakai blazer berhiaskan mawar putih bersama para pelayat menyanyikan lagu ”Amazing Grace”.

Supermodel Naomi Campbell memberikan pesan lewat video. Ia menganggap Zenani putri baptisnya. ”Aku benar-benar beruntung mampu berkata bahwa kami berjalan, tertawa, dan berdandan bersama. Dia tetap akan dihatiku,” katanya. (ABK/Kompas)***

Sumber : Kompas, Senin, 21 Juni 2010 | 04:44 WIB

"Fair Play, Please!"

MEKSIKO Vs URUGUAY. (GETTY IMAGES/MICHAEL STEELE/Kompas)***

"Fair Play, Please!"

Bayangan episode paling hitam sejarah Piala Dunia melatarbelakangi pertemuan antara Uruguay dan Meksiko, Selasa (22/6), pada laga yang bisa mengakhiri perjalanan Perancis di Afrika Selatan. Dua negara Amerika Latin itu hanya butuh satu poin untuk lolos ke 16 besar, situasi yang ditakutkan bakal mengulang kejadian 28 tahun lalu.

Konspirasi? Itulah yang terjadi pada Piala Dunia 1982 di Spanyol saat Jerman dan Austria bermain mata untuk menyingkirkan Aljazair. Jerman dan Austria waktu itu tahu bahwa kemenangan 1-0 untuk tim ”Panser” bakal cukup mengantarkan kedua tim melaju ke babak kedua.

Horst Hrubesch memberi Jerman keunggulan pada awal laga dan kedua tim lalu bermain asal-asalan di sisa laga membuat Aljazair tersingkir. Kejadian yang lebih baru, Italia juga merasa dicurangi saat hasil imbang 2-2 antara Denmark dan Swedia membuat ”Azzurri” tersingkir dari Piala Eropa 2004 meski laga itu dinilai berlangsung jujur.

Menilik situasi Grup A, sangat meragukan Uruguay dan Meksiko bakal melakukan hal itu. Bagi Uruguay, satu poin cukup untuk menjadikan mereka juara Grup A dan menghindarkan mereka bertemu Argentina, yang bakal memimpin Grup B, pada babak 16 besar. Justru Meksiko yang seharusnya tidak mau mendapatkan hasil imbang karena ingin terhindar dari Argentina hingga harus mati-matian mengalahkan Uruguay.

Tiga poin bakal memastikan Meksiko sebagai juara grup dan mungkin memberi mereka peluang lebih besar untuk melaju lebih jauh lagi, ke perempat final. Mengingat, di atas kertas, tim asuhan Javier Aguirre, hanya menghadapi runner-up Grup B, Korea Selatan, Yunani, atau Nigeria, yang mudah dilibas.

Namun, bermain untuk menang membawa risiko mendapat serangan balik dan menderita kekalahan yang membuat Perancis bisa lolos dari lubang jarum ke fase knock out jika mengalahkan Afrika Selatan, dan sebaliknya.

Tak berdaya

FIFA memercayai, semua tim finalis di turnamen akbar ini bakal menghormati prinsip fair play dan yakin Uruguay serta Meksiko tidak akan menjalankan prinsip tersebut. ”Slogan utama kami selama bertahun-tahun adalah ’my game is fair play’. Jadi kami percaya semua 32 tim yang berpartisipasi di Piala Dunia akan fair play,” demikian pernyataan resmi Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional dikutip AFP.

Raymond Domenech, pelatih Perancis yang timnya tengah dalam krisis hebat, menyatakan bahwa teori konspirasi tidak relevan. ”Saya tidak terganggu dengan tim lain. Kami harus bermain dan melakukan yang kami bisa, pertandingan lain bukanlah masalah saya,” ujarnya.

Dalam situasi seperti di Grup A, baik FIFA maupun Perancis tak akan mampu berbuat apa-apa jika kedua tim, Meksiko dan Uruguay, menerapkan taktik bermain zero risk, yang akan membuat pertandingan berakhir imbang tanpa gol. Pelatih Uruguay Oscar Tabarez mengatakan, timnya bakal bermain dengan pendekatan seperti ”apa yang telah kami lakukan di fase grup”.

Ia meyakinkan, Perancis tidak perlu khawatir soal kemungkinan konspirasi. ”Kita tidak perlu terjebak pada spekulasi atau teorisasi. Ini adalah laga sepak bola dan kami berpikir untuk melakukan apa yang telah kami lakukan sebelumnya. Hanya kini kami memiliki situasi lebih baik daripada rival,” ujar Tabarez di Kimberly, 460 kilometer dari Johannesburg, merujuk hasil 3-0 atas Afsel yang membuat mereka unggul selisih gol atas Meksiko yang melibas Perancis 2-0.

Kekhawatiran terbesar Tabarez bukan soal matematika kualifikasi, tetapi justru Jabulani yang digambarkan sukar dikontrol dan sulit dibaca gerakannya di ketinggian. ”Bola tersebut sangat cepat dan membutuhkan adaptasi, tetapi itu bola yang sama untuk setiap tim,” ujar Tabarez.

Pelatih Meksiko Javier Aguirre menggarisbawahi prioritas timnya lolos ke 16 besar, tetapi juga menolak terlibat dalam teori konspirasi. ”Kami hanya ingin memastikan untuk lolos ke babak berikutnya. Saya harap tim saya akan kuat dan solid seperti saat menghadapi Perancis,” tegas Aguirre dikutip Reuters.

Pemain Meksiko, Pablo Barrera, yang bermain bagus sewaktu melawan Perancis, mengatakan, timnya tidak akan mengejar kemenangan melawan Uruguay. ”Kami tidak akan berencana untuk meraih hasil imbang, tetapi mengejar kemenangan. Kami harus berjuang merebut tiga poin untuk memastikan kualifikasi. Kami harus memberikan yang terbaik di setiap pertandingan dan tentu saja kami ingin tiga poin,” katanya.

Pandangan independen soal kemungkinan hasil pertandingan dua tim ini datang dari para petaruh, meski lebih menjagokan hasil imbang. Beberapa di antaranya juga masih bertaruh akan ada pemenang pada laga itu, yang mengindikasikan hasil imbang bukan sebuah kepastian.

”Kami siap untuk percaya bahwa partai itu akan kompetitif sampai seseorang bisa membuktikan hal sebaliknya,” kata Graham Sharpe, juru bicara rumah taruhan Inggris, William Hill. ”Namun, ini nilai terendah yang ditawarkan untuk semua laga Piala Dunia yang diperkirakan berakhir seri. Kami mungkin hijau (pemula), tetapi bukan kubis.” (Prasetyo Eko P/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 22 Juni 2010 | 05:15 WIB

Dukun Hitam Lawan Dukun Putih

LAGAK RAGAM

Dukun Hitam Lawan Dukun Putih

Kalau teknis ditolak, dukun bertindak! Begitu kira-kira sikap dan tekad beberapa tim Afrika saat persiapan bersepak bola di Afrika Selatan. Hari-hari babak penyisihan ini, perhatikan baik-baik semua tim hitam Afrika—baik Aljazair sampai Afrika Selatan, apakah ada perilaku aneh? Misalnya membawa masuk lelaki berpakaian aneh, lalu komat-kamit dan buang-buang benda dengan gerak-gerik mencurigakan.

Kejadian ini pasti tidak akan terjadi karena panitia jauh-jauh hari sudah bersikap dan keluarkan larangan, semua tim harus bertanding fair dan merespeki aturan main. Selain pelatih dan asisten, petugas P3K serta pengurus teras, mereka tidak diizinkan duduk di bangku cadangan di pinggir lapangan. Juga sesudah pertandingan dan sebelum perlagaan, stadion harus disterilkan untuk mencegah hal-hal buruk terjadi.

Dukun dalam konsep sistem kepercayaan masyarakat Afrika masih kental dan ”benua hitam” ini dituduh-tuduh bakalan memanfaatkan ”black power”-nya supaya tendangan dan sundulannya bisa bikin gol dan gol. Untuk itu, beberapa media sudah membuat cerita seram soal takhayul, dukun santet, black power, dan black magic. Padahal, di dalam di dalam negeri sendiri, soal dukun dan santet-santetan sudah jamak. Soal asmara saja, ada pemeo: ”cinta ditolak, dukun bertindak”.

Kembali ke soal dukun, ulasan panjang African Soccer bercerita betapa serunya campur tangan ilmu hitam dalam sepak bola Afrika. Selain jimat organ tubuh binatang yang seperti geraham tengkorak monyet, gigi gajah, tulang singa, minyak gajah, buah zakar macan tutul, bulu kuda nil, dan lainnya, tim sepak bola di Afrika juga suka sekali menggunakan jasa dukun atau ”orang pintar”.

Contoh dukun sakti dari Senegal. Konon dukun ini mengaku kemenangan tim Perancis dalam Piala Dunia 1998 di Paris berkat jampi dan doa-doanya mendukung kesaktian tim Perancis keturunan Afrika, seperti Zinedine Yazid Zidane, Thierry Henry, Marcel Desailly, dan lainnya. CAF sebagai organisasi sepak bola Afrika dianggap dukun ini rasis sekali sebab mereka melarang dukun ikut ke stadion, sementara pemain Eropa dibolehkan membawa rohaniwan, lalu berdoa dan membuat tanda salib.

Dukun di Afrika katanya menerima honor sampai ribuan dollar AS. Juga dukun yang membeking spiritual tim, kini ruang gerak dan rezekinya sudah dipepet nyaris mampet. Sebab, tim ”Gajah” Pantai Gading dengan Didier Drogba, Kolo Toure cs yang dijagokan tampil ke final, kenyataannya mendapat Pelatih Sven-Goran Ericksson asal Swedia yang kulit putih. Ericksson sebagai ”dukun putih” itu benar-benar melatih keras agar ”gajah-gajah” Afrika itu membuktikan bermain hebat, tetapi tanpa doa dan jimat ”dukun hitam”.

Pelatih atau coach yang dibayar mahal memang gabungan ”guru olahraga, pehipnotis, motivator, tukang kompor, dan fasilitator”. Namun jangan dilupakan, pelatih, yang biasanya berusia senior dan mantan pemain juga, biasanya coach ini juga kambing hitam tim asuhannya. Pelatih sebagai orang bayaran sebenarnya juga kaki tangan manajemen organisasi sepak bola itu sendiri.

Ericksson yang intelek dan bergaya selebriti tentu saja harus bekerja keras menempa mental pemain Pantai Gading agar benar-benar siap bermental juara atau paling tidak bermental siap jadi juara. Sebab, menurut pakar pengamat bola, pemain seperti Drogba, misalnya, sudah punya kemampuan teknik, fisik, dan skill. Namun kenyataannya, runner-up Piala Afrika 2010 ini ternyata tidak atau hanya sedikit memiliki dukungan psikologis untuk menjadi juara.

Semangat dan motivasinya sebagai pemain klub di luar Afrika berbeda dengan semangatnya ketika membela nama negara masing-masing. Juga perasaan ikut campurnya dukun sebagai ”pelatih” black magic power, di suatu sisi memang ngefek, ada imbasnya. Kehadiran dukun dengan jampi dan jimat pusakanya paling tidak ikut mendukung kejiwaan pemain itu. Secara psikologis pemain merasa dibeking dukun, hingga mereka tidak mempan disantet dan jadi bodoh dan loyo.

Sebetulnya kondisi ini sudah diketahui ”dukun coach” yang disewa beberapa tim Afrika. Ericksson katanya cukup optimistis kalau kelab yang menyewanya bakalan berperan di arena Piala Dunia di Afrika Selatan. Sebab, ini umpamanya, ya umpama saja, apabila nanti Pantai Gading masuk final, Ericksson pasti bersemangat gede-gedean. Ya benar hal itu tidak mungkin karena Swedia kan tidak ikut main di Afsel. Amanlah rasa Ericksson yang dukun putih, wuih. (RUDY BADIL, Wartawan Senior/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 22 Juni 2010 | 03:23 WIB

Tim medis RSUD Koja Jakarta Utara menyatakan, bayi Feri (5 bulan) yang mengalami patah tulang di kedua kaki dan tangannya

PENGANIAYAAN

Kondisi Membaik, Bayi Feri Boleh Pulang

JAKARTA - Tim medis RSUD Koja Jakarta Utara menyatakan, bayi Feri (5 bulan) yang mengalami patah tulang di kedua kaki dan tangannya sudah sembuh dan boleh pulang, Senin (21/6). Saat anggota dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menjemput, Feri terlihat segar. Dia berceloteh dan tertawa setiap kali orang di sekitarnya mengajak berbicara.

Bayi Feri dirawat di RSUD Koja selama 17 hari sejak tetangganya mencurigai kondisi tangan dan kakinya yang terkulai lemas. Menurut Suster Nona (41), perawat yang merawat Feri, setiap hari ada perkembangan positif dalam kesehatan Feri. ”Dia mau minum susu dan makanan lembut. Dia tidak gampang menangis lagi,” kata Suster Nona.

Perkembangan positif itu membuat Dodi, dokter spesialis tulang yang merawat Feri, mengizinkan Feri dibawa pulang, Senin. ”Tangan dan kakinya harus dibalut perban elastis agar tulangnya tetap berada di posisinya,” kata Suster Nona.

Selama di rumah sakit, Feri mendapat nama panggilan Tegar. Dia dijemput tetangganya, Yatminah (35), yang selalu menunggu di rumah sakit. Turut menjemput petugas dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakut. Selanjutnya, Feri dibawa ke panti asuhan dinas sosial di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur.

Direktur RSUD Koja Togi Aswan Sinaga sebelumnya menyatakan, semua biaya pengobatan Feri ditanggung rumah sakit.

Komisi Nasional Perlindungan Anak sebelumnya menyerahkan kakak Feri, Icha (5), ke panti asuhan yang sama. Mereka diserahkan kepada negara karena keberadaan ayahnya tak diketahui, sedangkan ibunya, Yani (35), berstatus tahanan Polres Metro Jakarta Utara karena menyiksa Feri. Yani kini berada di RS Polri Soekanto, Kramat Jati, untuk diobservasi kesehatan mentalnya.

Menurut Kepala Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Sri Pamujiningsih, status Yani masih tersangka. Dia menjalani pemeriksaan kesehatan mental. ”Hasilnya menunjukkan ketidakwarasan. Namun, perlu observasi dalam kurun waktu tertentu,” kata Sri. (ARN/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 22 Juni 2010 | 04:49 WIB

Orangtua dan masyarakat diminta waspada dan memerhatikan pergaulan anak mereka,

Anak-anak Sangat Rentan Menjadi Korban Kekerasan

BEKASI - Orangtua dan masyarakat diminta waspada dan memerhatikan pergaulan anak mereka, terutama di lingkungan yang paling dekat dengan rumah mereka. Anak-anak masih lugu dan polos sehingga sangat rentan menjadi korban kekerasan dan kejahatan.

”Anak adalah amanah. Jangan mereka dilepaskan begitu saja tanpa pengawasan orangtua dan masyarakat di sekitarnya,” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al’Jufrie saat menemui Rohampi Tamba (41), ibu AS (9), di Kampung Dua RT 06 RW 01 Kelurahan Jakasampurna, Bekasi Barat, Kota Bekasi, Senin (21/6).

Salim mengatakan, orangtua perlu mengajari anak mereka agar berhati-hati dalam bergaul dan tidak mudah percaya dengan orang tak dikenal. Orangtua diharapkan membatasi jam bermain anak-anak di luar rumah.

Dalam kunjungannya, Salim menyerahkan uang duka kepada Rohampi dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada masyarakat Kampung Dua, Jakasampurna, yang memberi tahu polisi dan turut mencari tahu keberadaan AS setelah anak itu dilaporkan hilang, Jumat malam. Salim didampingi Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI Makmur Sunusi dan Kepala Kepolisian Sektor Bekasi Barat Ajun Komisaris S Budiyanto.

AS, putra Rohampi, ditemukan meninggal pada Sabtu pagi. Anak kelas III sekolah dasar tersebut ditemukan tergantung di pagar rumah keluarga Zaenal alias Jenny, warga RT 06 RW 01 Kampung Dua, sekitar 200 meter dari rumah kontrakan Rohampi di RT 08 RW 01 Kampung Dua.

Dari pemeriksaan polisi, korban meninggal karena dibekap dan diduga mengalami tindakan kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Setelah penemuan jasad AS, polisi menangkap Fz, kawan Zaenal. Polisi menetapkan Fz sebagai tersangka pembunuh anak itu dan menahannya sejak Sabtu.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Komisaris Ade Ary Syam Indradi mengatakan, polisi menetapkan Zaenal sebagai tersangka. Pemilik salon Jenny itu dijerat dengan sangkaan mengetahui kematian korban, tetapi menyembunyikannya dan perbuatannya itu dapat diancam pidana maksimal sembilan bulan penjara.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait meminta penyidik di Polres Metro Bekasi menjerat tersangka dengan pasal berlapis karena perbuatan tersangka tergolong sadis. Polisi disarankan menerapkan ancaman sanksi sesuai Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan pasal pembunuhan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. (COK/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 22 Juni 2010 | 04:50 WIB

Upaya untuk Hentikan Berlanjutnya Kerusuhan Etnis Kirgistan

Seorang wanita etnis Uzbekistan menangis di depan reruntuhan rumahnya yang habis dibakar dalam kerusuhan etnis di kota Kirgistan selatan, Jalalabad, Senin (21/6). Tak kurang dari 2.000 jiwa melayang dalam aksi kerusuhan ini dan 400.000 orang memilih kabur ke perbatasan Uzbekistan. (REUTERS/VASILY FEDOSENKO/KOMPAS)***

Referendum Konstitusi

Upaya untuk Hentikan Berlanjutnya Kerusuhan Etnis Kirgistan

BISHKEK, Senin - Referendum konstitusi baru Kirgiz, yang akan dilaksanakan pada 27 Juni, diharapkan bisa mencegah berlanjutnya kerusuhan di Kirgistan. Meski mendapat tentangan dari beberapa politisi senior Kirgiz, pemerintah sementara akan tetap melaksanakan referendum itu.

Demikian disampaikan Presiden sementara Kirgistan, Roza Otunbayeva, Senin (21/6) di ibu kota Bishkek.

”Jika Anda mendengarkan mereka (yang menentang referendum), negara ini tidak akan bisa keluar dari pusaran. Maka, (etnis) Kirgiz tidak hanya akan bertarung dengan warga etnis Uzbek, tetapi juga dengan warga etnis lainnya. Kita harus melaksanakannya (referendum) atau negara akan tetap dalam pergolakan,” tegasnya, seperti dikutip RIA Novosti.

Otunbayeva menambahkan, pemerintah yakin bahwa referendum adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan stabilitas di negara republik di Asia Tengah itu. ”Tidak ada cara lain selain terus maju,” tegasnya sambil membenarkan desas-desus yang mengatakan bahwa dirinya tidak akan mencalonkan diri menjadi presiden.

”Saya hanya akan memimpin pemerintahan selama periode sementara, itu saja. Orang-orang lain akan bertarung untuk menjadi presiden. Itulah aturan-aturannya,” papar Otunbayeva.

Jika konstitusi baru itu diterima, konstitusi baru Kirgiz akan mengubah secara keseluruhan sistem politik Kirgiz dan memberikan kekuasaan lebih besar kepada perdana menteri.

Pada sebuah wawancara menjelang tengah malam setelah melakukan perjalanan pertamanya ke wilayah selatan, Otunbayeva menyalahkan kekerasan yang terjadi di negerinya kepada mantan presiden yang kini berada di pengasingan, Kurmanbek Bakiyev. Dia mengatakan, sekutu-sekutu Bakiyev mengambil keuntungan dari ketegangan etnik yang berkepanjangan dan kemudian memicu kerusuhan.

Serangan ke utara

Otunbayeva mengakui bahwa dirinya tidak mempunyai kontrol penuh terhadap pasukan keamanan dan memperingatkan bahwa sekutu-sekutu Bakiyev telah merencanakan untuk melakukan serangan-serangan di wilayah utara Kirgistan, yang merupakan basis penting Angkatan Udara AS.

”Ada sejumlah orang di posisi-posisi kunci yang loyal kepada Bakiyev dan di pemerintahan lokal juga. Mereka bekerja keras tentu saja, pastilah dalam melakukan sabotase,” paparnya.

Pemerintahan sementara Otunbayeva yang berasal dari sebuah koalisi mantan pemimpin oposisi, yang berkuasa setelah melakukan sebuah revolusi berdarah terhadap Bakiyev, April lalu, mendapat kritik keras karena gagal menangani hubungan antaretnis di selatan Kirgistan dan gagal mencegah kekerasan di Jalalabad dan Osh.

Dari Osh dilaporkan, tentara-tentara Kirgiz dengan peralatan berat telah membongkar barikade yang dipasang warga Uzbek untuk melindungi lingkungan mereka. (AP/AFP/Reuters/OKI/Kompas)***

Sumber : Kompas, Selasa, 22 Juni 2010 | 04:01 WIB