RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Sabtu, 31 Juli 2010

Apakah Gurun Sahara Dahulunya Kawasan Hijau ?


Sumber : Kompas, 2010

PROGRAM KB BELUM OPTIMAL

TOPIK

PROGRAM KB BELUM OPTIMAL

Program Keluarga Berencana (KB) di Jawa Barat belum optimal dalam lima tahun terakhir. Meski jumlah peminat KB terus meningkat, cakupan pelayanan masih terpusat di perkotaan. Selain itu, program tersebut baru menyentuh 72 persen sasaran.

Berdasarkan data BKKBN Provinsi Jawa Barat, dari rata-rata 7,9 juta jumlah pasangan usia subur (PUS) di Jabar pada tahun 2005-2009, baru 5,7 juta pasangan di antaranya yang mengikuti program KB. Sekitar 1 juta pasangan di antaranya adalah peserta baru. Jumlahnya meningkat sekitar 16 persen per tahun.

Namun, meningkatnya jumlah peserta baru tidak serta-merta menggambarkan keberhasilan pelayanan. Bila dicermati, pelayanan KB baru optimal di wilayah perkotaan.

Pada tahun 2009, misalnya, dari 6,2 juta peserta KB, hampir 1 juta peserta di antaranya atau 16 persen berdomisili di wilayah Bandung yang meliputi Kota dan Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Di wilayah itu, sekitar 80 persen PUS telah mengikuti program KB.

Sebaliknya, terdapat delapan kabupaten/kota dengan tingkat partisipasi KB di bawah rata-rata Jabar. Kondisi ini terutama dijumpai di Kabupaten Cianjur (67 persen), Bogor (68 persen), dan Bekasi (69 persen).

Melihat kondisi itu, program KB harus segera dioptimalkan mengingat Jabar adalah salah satu provinsi berpenduduk terpadat di Indonesia. Jumlah penduduk tercatat 42,69 juta pada tahun 2009. Laju pertumbuhan penduduk Jabar 1,6 persen atau 0,4 persen di atas pertumbuhan nasional. (NDW/LITBANG KOMPAS) ***

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Juni 2010 | 10:55 WIB

Vaksin Meningitis yang Dinyatakan Haram oleh Majelis Ulama Indonesia

VAKSIN MENINGITIS

Pengguna Harus Isi Surat Persetujuan

JAKARTA - Vaksin meningitis yang dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia, tetapi telanjur diadakan oleh Kementerian Kesehatan, masih dapat digunakan sepanjang pengguna mengisi inform concern—surat persetujuan tindakan medik. Hal itu terutama untuk perjalanan yang tidak dapat ditunda dan mensyaratkan vaksinasi meningitis.

Hal itu diungkapkan Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Sri Indrawaty dalam temu media, Jumat (30/7). Seperti diwartakan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia mengaudit tiga perusahaan produsen vaksin, yakni GlaxoSmithKline Biological (Belgia), Novartis Vaccine and Diagnostic (Italia), dan Tianyuan Bio-Pharma (China).

Beberapa waktu lalu, MUI menyatakan hasil auditnya. Vaksin meningitis produksi Novartis Vaccine and Diagnostic yang mendapat sertifikat halal bermerek Menveo Meningococcal Group A, C, W-135, dan Y Cnnyugate Vaccine. Produk Tianyuan yang halal ialah Mevac ACYW135. Vaksin produksi GlaxoSmithKline (GSK) dinyatakan haram karena terkontaminasi produk yang tercemar dengan najis babi.

Sri Indrawaty mengatakan, vaksin GSK yang telanjur ada dan pengadaannya menelan anggaran sekitar Rp 20 miliar itu masih dipikirkan penggunaannya. Untuk kepergian mendesak yang tak dapat ditunda ke negara yang mewajibkan pendatang divaksinasi meningitis, pemerintah tak melarang penggunaan vaksin GSK.

”Sekarang musim umrah dan pemberangkatan tenaga kerja Indonesia. Kami menginformasikan kepada pihak berwenang di provinsi. Kalau bisa ditunda, sebaiknya tunggu vaksin halal. Kalau tidak bisa ditunda, yang ada hanya vaksin dari GSK, jadi ini dapat digunakan asal mengisi inform concern (surat persetujuan tindakan medik). Haji dengan umrah butuh sekitar 300.000 unit dosis,” ujarnya.

Siapkan vaksin halal

Vaksin meningitis GSK telah dihentikan distribusinya untuk digantikan dengan vaksin yang dinyatakan halal. Kementerian Kesehatan sudah dalam proses pengadaan ulang. Dari dua vaksin yang dinyatakan halal, baru vaksin Novartis yang mendapat nomor registrasi BPOM sehingga vaksin itu yang akan digunakan.

Vaksin meningitis yang dinyatakan halal harganya jauh lebih mahal. Saat ini tersedia dana Rp 54 miliar. ”Dana diambil dari alokasi dana kesehatan yang mendesak,” ujar Sri.

Penyuntikan vaksin selambat-lambatnya dua minggu sebelum keberangkatan kloter pertama haji, 14 Oktober 2010. Pemerintah Arab Saudi mewajibkan setiap calon jemaah haji mendapat vaksin meningitis untuk hindari penyakit radang selaput otak akibat bakteri. (INE)***

Sumber : Kompas, Sabtu, 31 Juli 2010 | 03:35 WIB

MUI Ingatkan Komitmen Pemerintah Soal Vaksin Ibadah Haji

VAKSIN IBADAH HAJI

MUI Ingatkan Lagi Komitmen Pemerintah

JAKARTA - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia kembali mengingatkan pemerintah tentang komitmennya pada 2009 untuk menyediakan vaksin meningitis yang tidak terpapar unsur babi pada tahun ini. Sampai saat ini belum ada vaksin meningitis yang dinyatakan halal oleh MUI.

Hal itu diungkapkan Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Kamis (24/6), seusai rapat untuk menindaklanjuti permohonan sertifikasi halal dari Glaxo Smith Kline (GSK). MUI mengeluarkan fatwa haram untuk produk baru vaksin meningitis Mencevak produksi pabrik farmasi GSK asal Belgia itu.

Vaksin itu selama ini dipakai Kementerian Kesehatan untuk jemaah haji Indonesia. Pemerintah didesak untuk segera mencari vaksin meningitis pengganti yang tidak mengandung unsur babi.

Fatwa serupa pernah dikeluarkan MUI untuk vaksin meningitis buatan GSK pada 2009.

Saat ini MUI menerima pengajuan sertifikasi halal vaksin meningitis dari tiga perusahaan. Selain GSK, ada pula vaksin meningitis dari perusahaan Novartis (Italia) dan Tianyuan (China). Namun, produk kedua perusahaan itu belum lengkap dokumennya.

Tahun sebelumnya, penggunaan vaksin meningitis yang mengandung babi tetap diberikan kepada jemaah karena alasan darurat. Terlebih lagi, saat itu informasi yang diperoleh menyebutkan, hanya vaksin produksi GSK satu-satunya yang tersedia. Ternyata ada vaksin meningitis lain. Namun, kehalalan produk itu juga belum diuji.

Secara terpisah, Menteri Agama Suryadharma Ali menuturkan, penggunaan vaksin meningitis yang haram itu tidak bisa dihindarkan karena belum ada alternatif lain. Pemerintah Arab Saudi mewajibkan semua jemaah haji yang akan masuk ke Arab Saudi mendapatkan vaksin itu.

”Pemerintah lebih melihat aspek manfaat dan mudaratnya,” ujarnya. Jemaah memiliki hak menolak diberi vaksin meningitis yang haram itu. Namun, permohonan mereka untuk berhaji dipastikan akan ditolak Pemerintah Arab Saudi. (mzw)***

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Juni 2010 | 04:31 WIB

Kamis, 29 Juli 2010

Wajah Indonesia Tiap 30 Menit

INFORMASI GEOGRAFIS

Wajah Indonesia Tiap 30 Menit

Oleh YUNI IKAWATI

Bagaimanakah suasana Merauke di ujung timur dan Sabang di ujung barat Indonesia? Tidak banyak penduduk negeri ini yang mengetahuinya. Hal ini mendorong Bakosurtanal memunculkan situs web Indonesia@30menit. Situs ini menampilkan wilayah Indonesia pada setiap jarak 54 kilometer atau 30 menit pada peta geografi.

Melalui Indonesia@30menit itu, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) memperkenalkan cara pendataan spasial wilayah Indonesia menggunakan alat navigasi global positioning system (GPS) yang menunjukkan koordinat suatu wilayah.

Dengan membagi wilayah geografi Indonesia setiap 30 menit atau jarak 54 kilometer ke sisi timur-barat dan utara-selatan, didapat 650 titik di wilayah Indonesia—123 titik di antaranya berada di daratan.

Jumlah itu diperoleh dengan mengonversikan posisi geografis 30 menit ukuran sudut menjadi ukuran jarak, yaitu 54 kilometer. Ditetapkan 1 detik sama dengan 30 meter.

Jumlah titik ditentukan mengacu pada batas wilayah Indonesia yang pada posisi horizontalnya berada pada 91 derajat Bujur Timur-141 derajat Bujur Timur, sedang posisi vertikal berada di 9 derajat Lintang Utara-14 derajat Lintang Selatan.

Berdasarkan titik-titik tersebut dilakukan peninjauan ke lapangan dengan berbekal alat GPS. Ketika titik koordinat tertentu ”ditemukan”, si pendata kemudian mengambil foto dan membuat narasi tentang kondisi lokasi tersebut.

Data yang ditampilkan meliputi waktu pengambilan gambar, nama daerah administrasi, dan toponimi lokasi. Selain itu juga diuraikan kondisi masyarakat, baik sosial, kesehatan, sejarah, dan budayanya.

Untuk melakukan pendataan itu, Bakosurtanal mengundang masyarakat berpartisipasi. ”Siapa pun dapat mengirimkan foto dan narasinya lewat e-mail ke Bakosurtanal,” ujar Sri Lestari Munajati selaku koordinator Program Indonesia@30 menit. Pada setiap foto yang diunggah dalam situs web tersebut akan dibubuhi nama si pengirim.

Namun, sebelum mengirimkan foto dan data, si pengirim harus melakukan registrasi terlebih dahulu. Selanjutnya, sebelum menampilkan kiriman foto dan data itu, Bakosurtanal akan melakukan verifikasi atau pengecekan penamaan toponimi suatu wilayah.

Situs web Indonesia@30 menit ini pola aksesnya hampir mirip dengan Google Earth meski tampilan dan kecepatan aksesnya masih lebih lambat. Hal ini, menurut Lestari, akan ditingkatkan beberapa bulan mendatang.

Dalam peta Indonesia yang ditampilkan tampak titik-titik hitam yang menunjukkan posisi @30 menit. Di antara titik hitam ada titik atau simbol bintang merah yang menandakan posisi itu telah terdata. Dengan melakukan ”pembesaran” atau zooming beberapa kali, kita akan mengetahui nama lokasi dan kondisi wilayah berdasarkan foto yang ditampilkan.

Program lanjutan

Program ini sebenarnya pernah digagas pada 2004, ujar Rudolf W Matindas, mantan Kepala Bakosurtanal, tetapi pengembangannya terkendala masalah teknis, terutama penampilan dalam situs web.

Selama ini pendataan dan pemotretan lokasi @30menit, menurut Matindas, telah dilakukan para petugas survei Bakosurtanal yang ditugaskan ke lapangan. Hingga Mei lalu terkumpul sekitar 24 foto lokasi di lintang dan bujur pada koordinat 30 menit. Daerah itu, antara lain, berada di Jonggol, Subang, Kuningan, Soreang, Yogyakarta, Pontianak, dan Singkawang.

Sejak situs Indonesia@30menit pada situs www.bakosurtanal.go.id/indo30 dibuka untuk umum dua bulan lalu, menurut Lestari, telah ada penambahan data dan foto di 12 lokasi, yaitu di Aceh, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Kendari. Kini total ada 36 titik yang telah ”terisi”.

Wilayah yang tercantum dalam situs web sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pada tahap selanjutnya Bakosurtanal akan merapatkan wilayah Jawa menjadi @15 menit.

Partisipasi lebih besar

Matindas yakin program ini akan menarik partisipasi masyarakat lebih besar. Sebab, saat ini ada ribuan orang yang memiliki alat GPS yang harganya Rp 2 juta hingga Rp 3 juta untuk yang seukuran telepon seluler. Bahkan, kini telah ada kamera dan ponsel yang dilengkapi dengan sistem GPS. Program ini dapat menggalang partisipasi dari kalangan profesi di sektor pertambangan, perkebunan, antropologi, dan wisatawan.

Selain itu, program ini pun dapat berkelanjutan karena pemotretan dapat diulang setelah beberapa tahun untuk menggambarkan perubahan peruntukan wilayah.

Keberadaan Indonesia@30 menit memiliki sejumlah manfaat karena kondisi geografis yang ditampilkan pada koordinat itu, antara lain, dapat membantu tim SAR memperoleh gambaran tentang kondisi medan yang akan dituju.

Lewat situs web Indonesia@30 menit ini diharapkan orang Indonesia dapat menikmati serta mengenal wilayah Indonesia sehingga dapat mendorong rasa kecintaan terhadap Tanah Air, kesatuan, kebanggaan, dan nasionalisme. ***

Sumber : Kompas, Kamis, 29 Juli 2010 | 03:26 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • chrystofel nadeak

Kamis, 29 Juli 2010 | 13:14 WIB

sangat baik, tapi sebaiknya jangan terlalu diekplore. antara lain daerah militer

HARI HEPATITIS SEDUNIA : Cakupan Imunisasi Perlu Diratakan

HARI HEPATITIS SEDUNIA

Cakupan Imunisasi Perlu Diratakan



Ilustrasi shutterstock

YOGYAKARTA - Cakupan program imunisasi hepatitis perlu diratakan ke semua daerah untuk menekan angka penderita hepatitis di Indonesia. Saat ini Indonesia masuk dalam kelompok negara endemi hepatitis di dunia.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, secara nasional, cakupan imunisasi hepatitis di Indonesia mencapai 68 persen. Selain belum tinggi, cakupan imunisasi tersebut juga tak merata. Di sejumlah daerah, seperti DI Yogyakarta, cakupan imunisasi mencapai lebih dari 100 persen. Namun, di daerah lain, cakupan imunisasi masih berada di bawah angka nasional.

”Pada masa mendatang, cakupan imunisasi ini perlu diratakan karena disparitas antardaerah tinggi,” kata Endang saat berbicara dalam peringatan Hari Hepatitis Sedunia di Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (28/7).

Hari Hepatitis Sedunia ini baru pertama kali diperingati. Di Indonesia, peringatan bertema pencegahan hapatitis dengan imunisasi sedini mungkin kepada bayi segera setelah dilahirkan.

Berdasarkan data 2007, tingkat prevalensi atau kemungkinan terkena hipertensi secara nasional mencapai 0,6 persen. Meski begitu, tercatat ada 13 provinsi yang memiliki tingkat prevalensi di atas angka nasional, di antaranya Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur.

Penyakit hati, termasuk hepatitis, menjadi penyebab kematian nomor dua di Indonesia. Dampaknya lebih besar dibandingkan penularan virus HIV/AIDS. Meski begitu, gaung informasi mengenai pencegahan hepatitis tidak sebesar HIV/AIDS.

Menurut Endang, imunisasi merupakan upaya yang efektif mencegah hepatitis. Pemerintah telah meluncurkan program imunisasi hepatitis B secara bertahap dari 1991 hingga 1996. Selanjutnya imunisasi hepatitis B diintegrasikan ke program imunisasi rutin hingga akhirnya vaksin hepatitis B digabung dengan vaksin difteri, pertusis, tetanus (DPT). Meski begitu, cakupan imunisasi tetap tergantung kondisi demografi daerah. (ARA)***

Sumber : Kompas, Kamis, 29 Juli 2010 | 03:22 WIB

Rabu, 28 Juli 2010

Merak Hijau (Merak Jawa)




















Sumber : Kompas, Rabu, 28 Juli 2010

HARI HEPATITIS SEDUNIA : Ratusan Juta Penduduk Dunia Terjangkit

HARI HEPATITIS SEDUNIA :

Ratusan Juta Penduduk Dunia Terjangkit

JAKARTA - Hepatitis B dan C merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Sebanyak 400 juta penduduk dunia sedang terinfeksi virus hepatitis B dan 170 juta orang menderita hepatitis C. Guna mengatasi penyakit tersebut, diperlukan upaya-upaya khusus.

Demikian terungkap dalam temu media yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia, Selasa (27/7). Peringatan Hari Hepatitis Sedunia tahun ini merupakan peringatan pertama—Indonesia dan Brasil berperan besar dengan mengusulkan kepada executive board Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar haepatitis menjadi isu dunia pada sidang WHO, Mei lalu. Usul itu diterima dan harinya ditetapkan pada 28 Juli, sesuai hari lahir Dr Baruch Blumberg, penemu hepatitis B.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan, di dunia, pengidap kronis hepatitis B berisiko menjadi sirosis dan kanker hati dengan kematian 250.000 per tahun. Untuk hepatitis C, angka kematian lebih dari 350.000 per tahun akibat komplikasi. Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah pengidap hepatitis setelah dua negara berpenduduk besar lainnya, yakni China dan India. Diperkirakan, pengidap hepatitis B dan C di Indonesia mencapai 20 juta orang.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi penduduk yang pernah terinfeksi virus hepatitis B mencapai 34 persen dan cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Untuk hepatitis C, angka tertinggi pada kelompok usia 55-59 tahun (2,12 persen).

Virus hepatitis berada dalam darah dan cairan tubuh. Penularan hepatitis B dan C, antara lain, lewat transfusi darah, hubungan seksual tidak aman, penggunaan jarum suntik atau alat tajam tidak steril, cuci darah, dan cangkok organ. Pada hepatitis B, penularan dapat dari ibu ke bayinya saat melahirkan.

Secara terpisah, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia Unggul Budihusodo mengatakan, pengobatan hepatitis B dan C masih menjadi beban masyarakat di negara berkembang, mengingat tingginya biaya. Untuk hepatitis B, peluang sembuh sekitar 55 persen, sedangkan peluang sembuh hepatitis C sekitar 70 persen. (INE)***

Sumber : Kompas, Rabu, 28 Juli 2010 | 03:28 WIB

Selasa, 20 Juli 2010

Cara Gampang Mencegah Kerusakan Sel

Selasa, 13 Juli 2010

Penelitian Kondisi Kesehatan Masyarakat

Penelitian Kondisi Kesehatan Masyarakat

Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (kiri) mengambil sampel dahak seorang warga Kecamatan Brontokusuman, Yogyakarta, Jumat (18/6). Sampel tersebut untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat setempat. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)***

Sumber : Kompas, Sabtu, 19 Juni 2010

KEMBAR SIAM : Nabila-Nayla Dipisahkan

KEMBAR SIAM

Nabila-Nayla Dipisahkan

JAKARTA - Tim dokter RS Cipto Mangunkusumo memisahkan Nabila Keysa Qurotuayun dan Nayla Ashari Qurotuayun, Selasa (8/6). Dokter masih mengawasi secara intensif hasil operasi pemisahan bayi kembar dempet perut dan dada hingga masa kritis berakhir hari Kamis ini. Bayi kembar ini adalah anak kedua dan ketiga pasangan Imam Khudlori-Ratri, lahir di Jakarta, 3 Juli 2009. ”Pemisahan ini tingkat kesulitannya cukup tinggi karena posisi jantung tidak normal,” kata dr Mulyadi, dokter spesialis jantung anak, Rabu.

Operasi Nabila berlangsung sekitar tujuh jam, sementara Nayla menjalani operasi lebih dari sembilan jam karena kondisinya lebih rawan dibanding Nabila.

Ketua Tim Pemisahan Bayi Kembar Siam RSCM dr Bambang Supriyatno mengatakan, semua fungsi organ tubuh pada kedua bayi diamati terus-menerus pasca-operasi pemisahan. Pengawasan intensif atas bayi kembar yang baru dipisahkan ini bakal dilakukan sampai tujuh hari setelah operasi. Masa kritis berlangsung dalam tiga hari.

Sebelum operasi pemisahan kemarin, dokter bedah plastik memasang penggembungan jaringan (tissue expander) untuk memperbanyak jaringan kulit di perut agar jaringan kulit cukup untuk menutup bekas pemisahan di perut. Penggembungan jaringan dibutuhkan karena bagian tubuh yang saling menempel ini cukup panjang, 34 sentimeter. Penggembungan jaringan dipasang pada 15 Februari.

Penggembungan jaringan pada Nabila sukses dan tumbuh seperti diharapkan. Namun, pada Nayla, terjadi infeksi sehingga tim dokter mengeluarkan alat itu. Pemasangan penggembungan jaringan kedua dilaksanakan 19 April dan kembali infeksi. Akhirnya, dokter mengambil jaringan kulit dari paha Nayla untuk menambah kulit di perutnya.

Dokter juga menemukan lubang 2 mm pada bilik jantung Nayla. Lubang ini sementara dibiarkan dan baru bisa diambil tindakan medis pada usia dua tahun atau setelah Nayla berbobot sekitar 10 kg. Penutupan lubang pada jantung tidak memerlukan operasi. Kemarin, dokter memasukkan susu untuk mengetes kerja pencernaan kedua bayi. (ART/Kompas)***

Sumber : Kompas, Kamis, 10 Juni 2010 | 05:36 WIB

K E D O K T E R A N : Teknologi bagi Si Kembar Siam

Nabila dan Nayla sebelum menjalani operasi. (KOMPAS/YUNI IKAWATI)***

K E D O K T E R A N

Teknologi bagi Si Kembar Siam

Oleh YUNI IKAWATI

Bayi kembar siam dalam banyak kasus perdempetannya kini berhasil dipisahkan. Operasi pemisahan mereka dilakukan dengan mengerahkan sejumlah tenaga ahli kedokteran dan teknologi pembedahan.

Operasi pemisahan bayi kembar siam di Indonesia memiliki beberapa catatan keberhasilan selama hampir 25 tahun. Pemisahan bayi kembar siam telah dirintis antara lain oleh Padmosantjojo dan Darmawan pada era medio 1980-an.

Padmosantjojo, ahli bedah syaraf, pada 21 Oktober 1987, berhasil memisahkan bayi kembar siam dempet kepala (kraniofagus), Pristian Yuliana dan Pristian Yuliani. Ketika dioperasi, mereka yang lahir di Tanjungpinang 31 Juli 1987 itu belum genap berusia tiga bulan.

Pemisahan Yuliana-Yuliani yang dipimpin Iskandar Wahidiyat memiliki tingkat kesulitan tinggi. Batas bagian otak yang menyatu harus dipisahkan menggunakan pisau bedah dengan kesabaran dan ketelitian tinggi agar tidak mencederai otak yang memiliki fungsi luhur.

Untuk menutupi daerah ubun-ubun yang terbuka—seperempat bagian kepala—digunakan pencangkokan kulit punggung dan paha, yang tidak berambut sehingga bagian itu tidak berambut. Untuk mengatasi bagian yang botak, menurut Padmosantjojo ketika itu, bisa diatasi dengan menarik bagian yang berambut ke bagian yang tak berambut.

Keahlian para ahli bedah yang telah memasuki masa pensiun itu telah diturunkan pada generasi penerusnya untuk melakukan pemisahan-pemisahan selanjutnya. Sejak tahun 2008 hingga kini, Tim Pemisahan Bayi Kembar Siam Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM) yang diketuai Bambang Supriyatno telah menangani enam kasus bayi dempet.

Bayi kembar siam ini, jelas Bambang yang juga Kepala Bagian Anak RSCM, umumnya dempet dada (torakofagus) dan dempet perut (abdomenofagus). Namun, Rabu (10/6) di RSCM, lahir bayi kembar dempet bokong (iskhiofagus) asal Bogor.

Kasus dempet dada dan perut pada bayi kembar siam ini berhasil diatasi, kata Bambang, ”Kunci keberhasilan pembedahan adalah pada penerapan radiologi atau pencitraan tiga dimensi, seperti CT Scan, untuk menampakkan organ dalam secara detail dan membuat simulasi pembedahannya,” katanya.

Sebelum dimulai proses pembedahan, jelas Chaula Djamaloeddin, Ketua Bagian Bedah Plastik FKUI, pada bayi dempet dada dan perut dilakukan pemasangan tissue expander agar kulit meregang hingga dapat menutup bagian dada atau perut yang terbuka pasca-pemisahan.

Peregangan jaringan kulit luar dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal dipilih lokasi di samping dada untuk menyelipkan kantong berbahan karet di bawah kulit luar hingga kantong yang lebarnya sekitar 10 sentimeter menyusup ke bagian dada. Kantong berkapasitas 400 cc ini diisi dengan cairan garam lewat selang di sisi bawahnya.

”Pengisian harus dilakukan secara bertahap untuk memungkinkan kulit menyesuaikan diri pada perubahan,” kata Chaula. Selama proses itu terjadi pertumbuhan jaringan kulit.

Bila pemasangan tissue expander itu tak memungkinkan, tindakan yang akan dilakukan adalah pencangkokan kulit dari bagian tubuh lain. Pada penanganan Nayla, misalnya, dokter mengambil jaringan kulit dari pahanya untuk menambah kulit di perutnya.

Pada penanganan bayi Nayla yang berukuran lebih kecil dan tidak memiliki tulang iga depan, ujar Bambang, dilakukan pemasangan ”sangkar” yang terbuat dari bahan titanium. Tujuannya untuk melindungi organ dalam dada, terutama jantung. Penanganan kasus bayi kembar siam pada masa lalu untuk menutup bagian dada menggunakan kawat baja tahan karat (stainless steel). Pemasangan sarana pelindung ini menyesuaikan pertumbuhan tulang dada si bayi.

Sementara itu, dalam proses pembedahan, Mulyadi M Djer, pakar jantung anak yang menjadi anggota tim dokter yang menangani operasi pemisahan mereka, menemukan lubang selebar 2 mm pada jantung Nayla. Penanganan kasus defek septum ventrikel (VSD), atau lubang di sekat ventrikel yang merupakan kasus jantung bawaan, dapat diatasi tanpa operasi.

Untuk menutup VSD digunakan amplatzer. Bila VSD berada di muskular, misalnya, dilakukan dengan menggunakan AMVO (Amplatzer Muscular VSD Occluder). Alat ini dimasukkan lewat kateter dari vena di lipat paha atau vena di leher.

Dempet bokong

Saat ini tim dokter operasi kembar siam RSCM tengah mempersiapkan penanganan kembar siam dempet bokong. Bayi kembar siam asal Bogor ini memiliki satu anus. Salah satu bayi dempet bokong ini tidak memiliki bentuk kaki yang sempurna dan posisinya sulit.

Namun, melihat kondisi umum mereka, ada kemungkinan pemisahan bisa dilakukan. Salah satu kaki bayi tersebut tetap tak dapat dipertahankan. Saat ini tim dokter masih mengobservasi teknis pembedahannya.

Nabila-Nayla kemarin masih dalam masa perawatan intensif di ICU (Intensive Care Unit) RSCM. ”Perlu waktu satu minggu menunggu pertumbuhan jaringan hingga menutup bekas operasi,” kata Mulyadi.

Nabila-Nayla dan bayi kembar siam asal Bogor merupakan kasus kelima dan keenam yang ditangani dokter FKUI/RSCM sejak tahun lalu. Proses pemisahan dilaksanakan pada tiga bayi kembar siam, termasuk Nabila-Nayle, semua berhasil.

Penanganan bayi kembar siam melibatkan lebih dari 50 dokter spesialis. Untuk bayi dempet di dada dan perut seperti Nabila-Nayla, operasi antara lain melibatkan spesialis bedah anak, bedah torak, bedah plastik, bedah ortopedi.

Kembar siam dapat terjadi karena adanya gangguan pada masa pembentukan janin pada 12-16 minggu usia kehamilan. Penyebab gangguan, antara lain adalah si ibu terlalu banyak minum obat, jamu, atau merokok. Penyebab kembar dempet hingg kini masih misterius.***

Sumber : Kompas, Sabtu, 12 Juni 2010 | 04:18 WIB

RESENSI BUKU : Sisi Gelap Demokrasi Indonesia

KOMPAS/RIZA FATHONI

RESENSI

Sisi Gelap Demokrasi Indonesia

Oleh ALI USMAN

Pemilu 2009 telah usai. Tetapi, perbincangan berupa evaluasi dan refleksi atas hajatan besar bangsa tersebut belumlah selesai.

Sebagaimana sebelumnya, Pemilu 2009 menyisakan sejumlah catatan yang mesti diungkap secara terbuka, terang benderang dan tanpa harus ditutupi oleh tekanan-tekanan politik tertentu. Sikap inilah yang sejatinya dijunjung tinggi sebagai konsekuensi logis dari sebuah era reformasi—yang merupakan antitesa Orde Lama maupun Baru.

Ramdansyah, aktivis yang terlibat langsung dalam proses pengawasan/pemantauan penyelenggaraan Pemilu 2009, mendokumentasikan catatan terserak yang kemudian dianalisis secara tajam dan kritis. Pengalamannya sebagai Ketua Panwaslu DKI Jakarta membuat dirinya mudah mendapatkan data penting—atau mungkin tabu dan rahasia—untuk diketahui publik. Itu sebabnya, setiap lembar halaman tampak disesaki oleh data yang dimungkinkan sangat valid kebenarannya.

Meskipun fokus kajian Pemilu 2009, Ramdansyah tampak cerdik dan jeli menganalisis pelbagai tema krusial yang mengitari pelanggaran demi pelanggaran yang memenangkan duet SBY-Boediono. Artinya, walau catatan Pemilu 2009 mendominasi analisis kajiannya, tetapi ia juga mengambil langkah strategis membandingkan dengan bentuk pelanggaran Pemilu Orde Lama maupun Baru. Strategi ini tentu sangat jitu untuk menemukan relevansi sekaligus legitimasi atas apa yang ia uraikan secara kritis. Dan, itulah kelebihan dari buku setebal 419 halaman ini.

Evaluasi pelanggaran

Menurut Ramdansyah, evaluasi terhadap pemilu suatu rezim dapat dilihat dari dua pendekatan. Pertama, terkait dengan proses penyelenggaraan. Kedua, terkait produk yang dihasilkan oleh sistem pemilu itu sendiri. Kita dapat melakukan penilaian terhadap semua prosedur dan produk UU Politik menjelang pemilu diselenggrakan. Kinerja anggota Dewan terpilih dalam menyerap aspirasi masyarakat kemudian jadi barometer keberhasilan suatu pemilu (hal 353).

Itu sebabnya, Ramdansyah tidak melewatkan data sejarah yang amat penting, seperti proses penyelenggaraan Pemilu Orde Lama yang meninggalkan kevakuman sejak tahun 1955. Pengaktifan kembali pemilu terjadi setelah G30S/PKI, di mana MPRS mengeluarkan ketetapan No XI/MPRS/1966. Pasal 1 Tap MPRS tersebut menyatakan bahwa pemilu yang bersifat langsung, bebas, dan rahasia harus dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968. Sejarah terus berjalan hingga pelaksanaan selanjutnya pada 1971, masa pertama rezim Orde Baru, dan berakhir pada Pemilu 1997.

Ironisnya, pemilu pada masa Orde Baru justru tidak jauh berbeda dengan Orde Lama. Bahkan, semakin memperparah kondisi bangsa yang semestinya memupuk subur alam demokratisasi. Kebobrokan sistem pemilu tampak terang secara kasatmata. Ini terlihat, misalnya, pada birokrasi penyelenggara. Birokrasi dipaksa masuk dalam struktur Golkar yang merupakan parpol peserta pemilu. Kecenderungan untuk bersikap nonpartisan menjadi alasan bahwa Pemilu 1997 masih jauh dari kategori jujur dan adil. ABRI, sebagai kekuatan sosial politik, mendapat payung hukum UU yang merupakan catatan buruk demokrasi pada Pemilu 1997.

Pemilu 1999 adalah yang pertama kali yang dilakukan setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Pemilu ini menjadi sangat penting karena menjadi jembatan demokrasi yang hendak dicapai bangsa Indonesia. Apakah transisi politik dengan Pemilu 1999 akan mengantarkan pada demokrasi terkonsolidasi? Sebaliknya, Pemilu 1999 justru menjadi perangkap menuju rezim otoriter kembali. Tidak aneh, keterlibatan lembaga independen pengawas jalannya pemilu pun banyak bermunculan.

Alternatif penyelesaian

Tesis utama buku ini berpangkal bahwa setiap penyelenggaraan pemilu hampir dipastikan terjadi pelanggaran-pelanggaran sistemik. Ini terjadi pada Pemilu 2004 dan 2009 lalu. Fakta-fakta seperti penggelembungan suara, kesemrawutan, dan ketidaksiapan panitia menyiapkan perangkat pemilihan serta praktik pelanggaran lainnya sudah pasti berstempel—meminjam istilah di judul buku ini—”sisi gelap Pemilu 2009”.

Lalu, bagaimana penyelesaiannya? Sayangnya, menurut Ramdansyah, hukum terasa lumpuh menyelesaikan berbagai pelanggaran Pemilu 2009 meskipun telah dibekali oleh ratusan pasal pidana dan ancaman hukumannya. Teks hukum yang tertulis, meskipun bagus, tampak tidak utuh ketika tidak tecermin dalam praktik di lapangan. Hukum tidaklah hidup di ruang hampa, berkutat pada teks-teks yang disusun dengan bahasa kekuasaan Istana dan Senayan. Teks-teks hukum yang dikunyah tidak berbanding sejajar dengan realitas penegakan hukum yang memberi kepastian terhadap rasa keadilan, hanya mempertontonkan ”telenovela”. Enak ditonton, namun pahit dalam realitas (hal 23).

Karena itu, apa yang diungkap Ramdansyah soal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam Pemilu 2009, termasuk pula pada ajang pemilihan kepala daerah (pilkada), sering kali berujung di Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, tetap saja ”blunder”, tidak menemukan arah kejelasannya. Ramdansyah mengistilahkan fenomena yang demikian layaknya menunggu Godot datang ke bumi untuk menegakkan demokrasi.

Pemecahannya, menurut Ramdansyah, ada beberapa alternatif yang harus ditempuh. Pertama, sorotan publik dalam pengawasan partisipatif perlu ditingkatkan. Tidak lagi dijejal dalam wacana normatif tetapi juga mesti segera direalisasi secara riil di lapangan. Daya kritis masyarakat lokal terutama yang jauh dari pusat kekuasaan terasa lemah. Maka untuk mendapatkan kontrol publik yang lebih luas, mau tak mau keinginan pilkada serentak di tingkat provinsi perlu didukung.

Kedua, pilkada serentak di tingkat provinsi tidak saja mengefisiensikan APBD, tetapi juga menguntungkan dari segi pengawasan. Jadi, kalau pelaksanaan pilkada digelar secara serentak, menurut Ramdansyah, akan dapat memudahkan koordinasi Bawaslu, Panwas Pilkada provinsi/kabupaten/kota untuk membantu KPU provinsi/kabupaten/kota dalam penyelenggaraan manajemen pilkada.

Ali Usman,

Aktivis Sosial dan Peneliti Utama Civil Society Institute Yogyakarta

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Juni 2010 | 03:08 WIB

Data buku

• Judul: Sisi Gelap Pemilu 2009: Potret Aksesori Demokrasi Indonesia • Penulis: Ramdansyah • Penerbit: Rumah Demokrasi • Cetakan: I, Maret 2010 • Tebal: xxv + 419 halaman • ISBN: 978-602-96285-0-0

Di Mana Tempat Menimba Ilmu Pendidikan?

Di Mana Tempat Menimba Ilmu Pendidikan?

Hari Guru Nasional dan HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang jatuh pada 25 November diperingati untuk menghormati jasa guru sekaligus refleksi profesionalitas guru. Salah satu tempat menimba ilmu pendidikan dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah Universitas Pendidikan Indonesia di Kota Bandung.

Universitas yang berdiri pada 20 Oktober 1954 itu awalnya bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Perguruan tinggi itu diresmikan oleh Menteri Pengajaran dan Kebudayaan Mohammad Yamin. PTPG dipimpin seorang dekan yang membawahkan enam jurusan dan satu balai penelitian pendidikan.

Gedung utama PTPG merupakan gedung peninggalan masa sebelum Perang Dunia II bernama Vila Isola (kini Bumi Siliwangi). Gedung itu merupakan salah satu karya arsitektur monumental di Bandung rancangan arsitek Belanda, CP Wolff Schoemaker. Di gedung inilah untuk pertama kali para pemuda mendapatkan gemblengan pendidikan guru pada tingkat universitas.

Tiga tahun kemudian, PTPG bergabung dengan Universitas Padjadjaran menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Saat itu berdiri pula Institut Pendidikan Guru (IPG) yang didirikan Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan sehingga terjadilah dualisme dalam lembaga pendidikan guru.

Untuk menghilangkan dualisme itu, pemerintah mendirikan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai lembaga pendidikan guru tingkat universitas. Berkaitan dengan itu, tahun 1963 FKIP dan IPG di Bandung melebur menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung.

Keputusan Presiden IMomor 93 Tahun 1999 tentang Perubahan IKIP Menjadi Universitas menandai perubahan nama IKIP Bandung menjadi Universitas Pendidikan Indonesia. Universitas itu kini memiliki tujuh fakultas dan satu program pascasarjana. Dua tahun terakhir, lebih dari 16.000 mahasiswa perguruan ini lulus dan meraih gelar sarjana. (EW/LITBANG KOMPAS) ***

Sumber : Kompas, Senin, 3 Mei 2010

Gurita Raksasa : Paul Mau Dibeli Rp 515 Juta

PIALA DUNIA

Paul Mau Dibeli Rp 515 Juta

Seekor gurita bernama Paul, yang ikut meramal di Piala Dunia 2010. (AFP/PATRICK STOLLARZ)***

Artikel Terkait:

MADRID, KOMPAS.comTelegraph memberitakan, seorang pengusaha asal Spanyol siap membeli Paul Si Gurita, yang meramal "La Roja" akan menjadi juara dunia dan terbukti benar, dengan harga 38.000 poundsterling atau sekitar Rp 515 juta. Menurut mereka, pengusaha itu menilai Paul berjasa kepada Spanyol dan ingin menjadikannya maskot acara-acara kuliner di Spanyol.

Di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan, Paul meramal tujuh pertandingan kesebelasan nasional Jerman dan laga final antara Spanyol dan Belanda. Tak satu pun ramalan itu meleset.

Itu menjadikan Paul sangat terkenal dan, layaknya orang terkenal, selain banyak yang menggemarinya, tak sedikit yang ingin menghabisinya, terutama orang-orang yang tim kesayangannya gagal juara.

Perdana Menteri Spanyol Jose Luis Rodriguez Zapatero bahkan sampai berniat mengirimkan pasukan khusus untuk menjaga Paul, yang berhabitat di Akuarium Oberhausen.

"Saya khawatir dengan gurita itu. Saya berpikir mengirimkan tim pengawal untuknya," kata Zapatero.

Selain itu, Menteri Lingkungan dan Perikanan Spanyol Elena Espinosa juga berniat mengajukan undang-undang perlindungan Paul dalam pertemuan menteri-menteri Eropa.

"Saya akan menghadiri pertemuan menteri Eropa dan akan mengajukan larangan menangkap Paul Si Gurita supaya orang-orang Jerman tak memakannya," ungkap Espinosa. (TEL)***

Sumber : Kompas.com, Selasa, 13/7/2010 | 08:07 WIB

komentar anda

ikutan komen @ Selasa, 13 Juli 2010 | 15:00 WIB
syirik woi percaya ama makhluk! cukup percaya ama Allah SWT..

fikri @ Selasa, 13 Juli 2010 | 14:46 WIB
paul itu lebih hebat daripada tarabez

pe @ Selasa, 13 Juli 2010 | 13:39 WIB
hahaha .. gila murah amat tu harga si paul.. kalau di beli bandar judi bisa untung besar mereka tu ..

Bonar @ Selasa, 13 Juli 2010 | 13:01 WIB
bukan soal percaya apa tidak, tapi kehadiran Paul Gurita menurut gue bener2 membuat suasana Piala Dunia 2010 jadi tambah rame dan kocak abisss.... hahahahaha

harimerah @ Selasa, 13 Juli 2010 | 12:48 WIB
kok ampe segitunya ya !kasian

Merah Putih Berkibar di Piala Dunia

Merah Putih Berkibar di Piala Dunia

Bendera Indonesia, Merah-Putih, ikut berkibar di final Piala Dunia 2010. (KOMPAS.COM/HERY PRASETYO)***

Artikel Terkait:

· Widodo: Saya Belum Dihubungi PSSI

· Indonesia dan Mimpi Piala Dunia

· Ponaryo: Alfred Riedl atau Fatih Terim Sama Saja

· Alonso: Igaku Mungkin Patah

· Biar Sedikit, Fabregas Maksimal

· Paul Mau Dibeli Rp 515 Juta

· Sepatu Emas Bikin Mueller Kaget

· Perjuangan Duo Jepang Menuju Final

· Fabregas: Belanda Seharusnya Juara

Laporan wartawan Kompas.com, Hery Prasetyo dari Afrika Selatan

JOHANNESBURG, KOMPAS.com — Sejak Piala Dunia 2010 dimulai hingga babak semifinal, belum terlihat satu pun bendera Indonesia (Merah Putih) ikut berkibar dalam kemeriahan pesta sepak bola. Namun, justru di partai final bendera itu akhirnya berkibar juga, meski hanya satu.

Sekitar pukul 17.30 waktu Afrika Selatan (Afsel), Minggu (11/7/2010), tiba-tiba ada segerombol orang yang penuh semangat meneriakkan yel-yel dan mengibarkan bendera Indonesia di jalan menuju Stadion Soccer City, Johannesburg. Ini cukup langka.

Selama Piala Dunia, tentu saja banyak bendera peserta berkibar dibawa para suporter di tempat-tempat keramaian. Bahkan, bendera bukan tim peserta juga ikut berkibar. Bendera Israel, misalnya, pernah dibawa seorang suporter dan dikibar-kibarkan di Nelson Mandela Square. Namun, rasanya belum pernah bertemu bendera Indonesia yang dikibarkan selama sebulan pesta Piala Dunia 2010.

Bendera itu juga mendapat perhatian banyak orang karena partai final mempertemukan Belanda dan Spanyol. Bendera Belanda juga banyak berkibar yang dibawa suporternya dan mirip bendera Indonesia. Maka, banyak yang sempat tercenung karena di tengah-tengah banyaknya bendera merah-putih-biru (bendera Belanda), tiba-tiba ada bendera yang hanya merah dan putih.

Bagi yang tahu bahwa itu bendera Indonesia, akan langsung memaklumi dan mengerti bahwa mereka suporter asal Indonesia. Bagi yang tak tahu, mungkin akan merasa aneh atau malah menduga ada bendera Belanda yang kurang lengkap.

Mereka memang orang-orang Indonesia yang khusus datang ke Afsel untuk menyaksikan final Piala Dunia 2010. Mereka datang pada 10 Juli, dan sehari kemudian langsung menonton final.

"Kami datang 60 orang. Ya, kami ingin ikut menikmati Piala Dunia dan menjadi bagian dari pesta sepak bola ini," jelas Nanang Hermawan.

Menurutnya, kelompok suporter asal Indonesia itu dijaring oleh Nokia. Mereka dipilih berdasarkan aktivasi handphone dengan sistem tersendiri. Diambillah 60 orang untuk diberangkatkan ke Afsel dan menonton Piala Dunia.

"Senanglah, kami semua amat senang menonton Piala Dunia 2010. Makanya, kami terus bergembira sepanjang perjalanan menuju stadion," kata Karsanty, anggota rombongan itu. Hal yang sama dikatakan oleh Maruya.

Karena orang Indonesia, mereka pun membawa bendera Merah Putih. Setidaknya, mereka ingin mengabarkan bahwa Indonesia ada di Piala Dunia, meski sebagai penonton.

"Hore... Hore...," begitu teriak para suporter Indonesia itu. Mereka sering mendapat perhatian selama perjalanan ke stadion dari tempat parkir yang jaraknya sekitar 3 sampai 4 kilometer. Bahkan, ada suporter negara lain yang minta berfoto bersama suporter Indonesia.

Editor: hpr

Sumber : Kompas.com, Selasa, 13/7/2010 | 06:55 WIB

komentar anda

po @ Selasa, 13 Juli 2010 | 16:01 WIB
BTW, Gio van Bronkhorst itu 75% Indonesia lhoo.. harusnya orang Indonesia dukung Belanda, soalnya ada darah Indonesia bisa main di Piala Dunia sementara Timnas Indonesia sendiri belum bisa masuk PD :D

catur @ Selasa, 13 Juli 2010 | 15:59 WIB
ntuk blue, gw nonton bola di tv bareng anak gw trus gw bilang ya gak usah pemainnya tuk main bola di piala dunia tpi wasitnya dari Indonesia deh dikirim apa kata anak gw iya ntar sampe disana diludahin hahahahahahahahahahahahahah kasian kita ya gw geli denger komen anaka gw jd sepak bola kita tuh parah payah dll dsb dst gelap hahahahahaha

Komeng @ Selasa, 13 Juli 2010 | 15:55 WIB
Indonesia jadi tuan rumah piala dunia tahun 2098.Kita punya waktu buat melakukan persiapan selama 88 tahun...

nunu @ Selasa, 13 Juli 2010 | 15:51 WIB
knp kita dulu milih bendera mearh putih yak, jd terkesan jajahan belanda bgt.

Niken @ Selasa, 13 Juli 2010 | 15:50 WIB
Bayangin rasa bangganya Neil Armstrong waktu menancapkan the stripes and stars di bulan...