RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Sabtu, 26 Februari 2011

Harta Gayus Ada di Empat Negara

Sabtu,

26 Februari 2011

Harta Gayus Ada di Empat Negara

JAKARTA, Ruswanto Adi Pradana Online - Terdakwa perkara korupsi dan pemberian keterangan palsu yang diduga terkait mafia perpajakan, Gayus HP Tambunan, disinyalir masih memiliki kekayaan lain, selain Rp 74 miliar yang disita polisi. Kekayaan itu terungkap setelah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan aliran dana Gayus ke empat negara.

”Pada 11 Februari lalu kami mendapat informasi dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) tentang ada aliran dana milik Gayus Tambunan ke empat negara. Kami belum bisa sampaikan negara mana saja karena masih ditindaklanjuti,” ungkap Jaksa Agung Basrief Arief Jumat (25/2) di Jakarta.

Menurut Basrief, kejaksaan berupaya mengejar aset tersebut ke empat negara yang disebut. Namun, persoalannya Indonesia belum memiliki perjanjian asistensi hukum timbal balik (mutual legal assistance/MLA) dengan negara itu. Ketiadaan MLA membuat pemerintah akan kesulitan menyita harta Gayus, yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

”Ini akan ditindaklanjuti dengan membuat perjanjian MLA bersama negara itu. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia akan mengoordinasikan dengan kejaksaan, Polri, dan PPATK untuk membahasnya,” kata dia. Selain dana, aset Gayus yang mengalir ke empat negara itu berupa barang pula.

Seperti diberitakan, polisi menyita aset Gayus senilai Rp 74 miliar dalam bentuk emas, mata uang dollar AS, dan dollar Singapura. Sebelumnya, polisi juga pernah memblokir aset Gayus yang lain senilai Rp 28 miliar. Namun, blokir dibuka kembali.

Sebaliknya, Gayus, mantan pegawai golongan III Ditjen Pajak, berjanji membantu penegak hukum untuk menemukan uang atau harta milik dirinya di luar negeri. Menurut Hotma Sitompoel, kuasa hukum Gayus Tambunan, kliennya itu akan membantu jika penegak hukum dapat membuktikan adanya uang hartanya di luar negeri tersebut.

Hotma menduga kabar adanya aset Gayus di luar negeri itu berasal dari Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum. Kalau informasi harta Gayus di empat negara itu tidak dapat dibuktikan, kredibilitas Jaksa Agung akan menjadi jelek.

Menurut Hotma, Gayus juga pernah disebut-sebut memiliki pompa bensin. ”Kalau ada, Gayus akan membuka. Ada apa orang yang selalu bilang harta Gayus itu ratusan miliar rupiah. Ayo buktikan,” tuturnya.

Gayus Tambunan mengakui, ia tidak memiliki harta atau uang di luar negeri. Gayus mengakui, memang pernah jalan-jalan ke empat negara saat masih berstatus tahanan di Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok. ”Empat negara yang kemarin itu jalan-jalan saja,” ujar Hotma lagi.

Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar di Jakarta, Jumat, menegaskan, bahwa Polri tetap mencari tersangka yang diduga memberi suap pada Gayus. Ini terkait kepemilikan uang sebesar Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar milik Gayus. Namun, Polri harus menemukan fakta hukum kasus itu. (faj/fer/ray/har)***

Sumber : Kompas, Sabtu, 26 Februari 2011

KOMENTAR

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • sentot prawiro

Sabtu, 26 Februari 2011 | 08:55 WIB

salah 5 negara tau ...

Balas tanggapan

  • elia kendekallo

Sabtu, 26 Februari 2011 | 06:00 WIB

namanya juga hasil korupsi tdk akan pernah mengakui sebelum penegak hukum meneukannya

Balas tanggapan

Jumat, 25 Februari 2011

Perkara Korupsi Divonis Rendah

Ruswanto Adi Pradana Online

Jumat,
25 Februari 2011

Perkara Korupsi Divonis Rendah

JAKARTA, Ruswanto Adi Pradana Online - Tren makin rendahnya putusan untuk perkara korupsi bukan isapan jempol semata. Hal itu terlihat dari putusan kasasi Mahkamah Agung sepanjang tahun 2010, yakni 60,68 persen kasus korupsi divonis rendah, antara 1 dan 2 tahun.

Hal itu terungkap dalam buku Laporan Tahunan MA 2010 yang disampaikan kepada publik, Kamis (24/2) di Gedung MA, Jakarta.

Selama tahun 2010, MA memutuskan 442 kasus korupsi. Dari jumlah itu, vonis bebas yang dijatuhkan hanya 43 kasus (9,73 persen). Sisanya dihukum.

Dari kasus yang dihukum MA, sebanyak 269 kasus atau 60,68 persen dijatuhi hukuman antara 1 dan 2 tahun. Disusul 87 kasus atau 19,68 persen divonis 3-5 tahun. Hanya 13 kasus atau 2,94 persen yang divonis 6-10 tahun. Adapun yang dihukum lebih dari 10 tahun hanya dua kasus atau 0,45 persen. Tidak ada hukuman seumur hidup atau mati meskipun Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memungkinkan hukuman itu.

MA menghukum pula terdakwa korupsi dengan hukuman kurang dari satu tahun. Ada 28 kasus korupsi atau 6,33 persen yang terdakwanya dihukum kurang dari satu tahun.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, fakta itu sesuai dengan data ICW bahwa vonis untuk kasus korupsi memang rata-rata kurang dari dua tahun. Ia menyayangkan hal itu. Vonis ringan tak akan menjerakan koruptor. Apalagi, terpidana akan mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat sehingga masa pidana yang dijalaninya kian singkat.

Selain hukuman badan, MA menjatuhkan hukuman tambahan berupa hukuman denda dan uang pengganti pula. Total uang denda dan uang pengganti tahun 2010, sesuai dengan putusan MA, mencapai Rp 6,25 triliun.

Rekor terbanyak

Tahun 2010 MA mencetak rekor terbanyak menerima perkara dan terbanyak memutuskannya. Menurut Ketua MA Harifin A Tumpa, MA menerima 13.480 perkara tahun lalu. Ditambah tunggakan tahun 2009 sebanyak 8.835 perkara, total yang harus ditangani MA pada 2010 sebanyak 22.213 perkara. Dari jumlah itu, MA memutuskan 13.891 kasus sepanjang tahun lalu.

”Jumlah ini terbesar dalam sejarah MA. Baik yang masuk maupun yang putus,” kata dia.

Harifin mengatakan pula, MA akan memberlakukan pembatasan perkara masuk mulai tahun ini. Misalnya, perkara yang diancam hukuman maksimum satu tahun tak boleh diajukan kasasi.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan mengharapkan MA benar-benar memberlakukan kamar khusus dalam penanganan perkara tahun ini. Artinya, hakim agung akan dibagi-bagi sesuai bidang keahliannya. Hakim agung dari hukum agama, misalnya, tak bisa lagi menangani kasus kepailitan. Ini menjamin profesionalitas hakim. (ana/tra)***

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Februari 2011

KOMENTAR

Ada 4 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • rade anoemertha

Jumat, 25 Februari 2011 | 13:40 WIB

MAU JADI APA??????????????????????????

Balas tanggapan

  • Wong Deso

Jumat, 25 Februari 2011 | 11:17 WIB

wahahahaha MA wahahahahaha By: wong deso

Balas tanggapan

  • Wong Deso

Jumat, 25 Februari 2011 | 11:15 WIB

wahahahaha MA wahahahahaha

Balas tanggapan

  • wilarno setiawan

Jumat, 25 Februari 2011 | 09:35 WIB

Katanya korupsi adalah penyakit akut, tapi fakta sangsinya sangat ringan....

Balas tanggapan

BAHASA : Bual

Ruswanto Adi Pradana Online

Jumat,
25 Februari 2011

BAHASA

Bual

Oleh KASIJANTO SASTRODINOMO

Jakarta membual lagi? Pertanyaan pendek itu telontar dari seorang teman asal Tembilahan, Riau. Saya mengira dia ingin ngobrol tentang debat elite politik akhir-akhir ini. Ternyata maksud pertanyaannya adalah apakah Jakarta dilanda banjir lantaran didera hujan dalam beberapa bulan belakangan. Tak lekang kemelayuannya, teman itu memilih kata membual, dari bual, untuk memerikan luapan air yang deras. Arti pertama kata bual dalam Kamus Dewan (2005) memang seputar air: bunyi air yang memancar, dan pancaran air. Kemudian ’omong kosong’ atau ’borak’ sebagai arti berikutnya.

Kebanyakan penutur Indonesia memahami bual, membual lebih pada arti ’omong kosong’. Mengenai pancaran air yang deras atau kuat, semisal banjir, biasa dikatakan luap, meluap saja, atau gelegak, menggelegak yang lebih bertenaga. Bisa juga buncah, membuncah yang terasa puitik. Dalam bahasa Indonesia jarang terucap, ”Banjir besar membual di Jakarta setiap tahun.” Dari segi fonem, bual—dalam arti pancaran air itu—malah lebih dekat dengan mubal dalam bahasa Jawa yang juga menggambarkan air mendidih atau bergolak dari sumbernya.

Bahasa Melayu tampaknya menekankan makna positif, atau netral, terhadap kata bual seperti terlihat pada tuturan Abdullah, munsyi Melayu yang kondang itu. Dalam Kisah Pelayaran Abdullah Ka-Kelantan dan Ka-Judah, Abdullah antara lain menceritakan pertemuannya dengan Tengku Siak dan Tengku Tanjong di Kuala Pahang. ”Maka sahaya berkhabar-khabar-lah dengan dia...,” tulisnya. Penyunting naskah, Kassim Ahmad, memberi anotasi kata lain berkhabar-khabar dalam kalimat itu adalah berbual-bual yang bermakna semacam silaturahim.

Tentang omong kosong, orang Melayu punya ungkapan cakap angin yang jitu. Lagi, dalam riwayat Abdullah yang lebih tenar, Hikayat Abdullah (anotasi RA Datoek Besar dan R Roolvink, 1953), tersebutlah sang munsyi menyindir orang yang mengaku dirinya pandai pada zaman itu sebagai ”tjakapnjapun ber-lebih²an, supaja dipertjaja orang akan dia pandai, tetapi tjakap angin sahadja” [ejaan sesuai dengan aslinya]. Penjelasan terhadap tjakapnjapun ber-lebih²an adalah ’bitjaranjapun, perkataannjapun lebih dari keadaan jang sebenarnja’, sedangkan tjakap angin adalah ’omong kosong’ alih-alih ’bual(an)’.

Jangan lupa pula, bual dalam Melayu menjadi bagian dari istilah acuan penulisan ilmiah, yakni temu bual alias wawancara. Penulis Sejarah Brunei Menjelang Kemerdekaan, Sabihah Osman dan kawan-kawan, menyebutkan salah satu sumber datanya adalah ”Temu bual dengan Yang Dimuliakan Pehin Orang Kaya Laila Wangsa Haji Mohd Salleh”. Perbualan itu tentulah bukan omong kosong, apalagi dilakukan dengan pemangku budaya luhur tradisional sekaligus elite pemerintahan di negeri itu. Ragam yang lebih ”halus” adalah temu ramah seperti ditulis Khazin Mohd Tamrin dalam Orang Jawa di Selangor.

Kita di Indonesia lebih baik bersikap waspada terhadap kata bual setidaknya karena dua alasan. Yang pertama waspada jika bual itu berarti banjir besar termasuk lahar dingin. Waspada kedua bila ternyata bual itu kata lain kebohongan yang, menurut isu politik, kini dimainkan kalangan pemuka negeri ini.

KASIJANTO SASTRODINOMO,

Pengajar pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Februari 2011

KOMENTAR

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • cimix nadzir

Jumat, 25 Februari 2011 | 11:43 WIB

alangkah indahnya keragaman bahasa, apalagi kalau kita bisa bersatu dengan keragaman tersebut

Balas tanggapan

  • samiadi rahman

Jumat, 25 Februari 2011 | 11:31 WIB

Sejatinya masih ada waspada ketiga, yakni bagi para guru bahasa Indonesia. Rajin-rajinlah membuka kamus sehingga kekayaan akan kosa kata terus bertambah.

Balas tanggapan

Meniti Jalan Mandiri Ilmu Sosial Indonesia

Ruswanto Adi Pradana Online

Jumat,
25 Februari 2011

Meniti Jalan Mandiri Ilmu Sosial Indonesia

MUNAWIR AZIZ

• Judul Buku: Genealogi Kekuasaan Ilmu Sosial Indonesia: Dari Kolonialisme Belanda hingga Modernisme Amerika
• Penulis: Hanneman Samuel
• Penerbit: Kepik Ungu & Lab Sosio UI
• Cetakan: I, September 2010
• Tebal: 159 halaman
• ISBN: 978-602-95766-7-2

Ilmu sosial Indonesia saat ini berada di tengah persimpangan. Antara menapak pada kajian indologi yang diwariskan pemerintah kolonial Belanda, berkiblat pada kajian sosio-kultur yang digelorakan para Indonesianis asal Amerika, dan membangun metodologi pengetahuan dan riset sendiri.

Pertanyaan ini membuka lebar pintu diskusi dan perdebatan akademis antarilmuwan sosial di Indonesia dalam mengidentifikasi diri maupun merumuskan identitas dan jalan panjang ilmu sosial pada masa mendatang.

Tantangan ini menjadi pertanyaan penting bagi ilmuwan sosial Indonesia yang berkutat pada dunia akademisi, riset, ataupun organisasi masyarakat. Hanneman Samuel, melalui buku Genealogi Kekuasaan Ilmu Sosial Indonesia, membedah akar sejarah, konteks politik, dan kepentingan kuasa yang melatarbelakangi hadirnya ilmu sosial di Indonesia. Buku ini setidaknya menawarkan skema penelusuran kepentingan kuasa yang melahirkan intelektual maupun kajian ilmu sosial di negeri ini, dari pemerintah kolonial sampai kepentingan luar negeri Amerika Serikat, yang merumuskan ilmu sosial sebagai bagian sistem pemerintahan era kolonial maupun pascakolonial.

Dalam kajian Samuel, Belanda berkepentingan dalam merintis kajian tentang negeri jajahan sebagai bekal dan metodologi pejabat kolonial sebelum bertugas, terutama di Indonesia. Snouck Hurgronje adalah salah satu intelektual Belanda yang berperan melahirkan kajian ”indologi”. Thomas Stamford Raffles dengan masterpiece The History of Java pada awal abad ke-19 merupakan penanda kerja indolog untuk memetakan seluruh kekuatan dan potensi negeri jajahan.

Indolog ke Indonesianis

Pada 1851, Pemerintah Belanda mendirikan Royal Institute of Linguistic, Geography and Ethnology of The Netherlands Indies (Koninklijk Instituut for Taal-, Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch- Indoie/KITLV) yang bertempat di Leiden. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam lembaga ini, antara lain JC Baud, G Simon, dan T Roorda. Pada awalnya, KITLV dikontrol kuat oleh Pemerintah Belanda sebagai pusat belajar, arsip, dan data yang penting bagi indolog maupun calon pejabat kolonial.

Namun, seiring berjalannya waktu, terutama ketika Belanda keluar dari Indonesia, KITLV menjadi pusat arsip dan penerbitan yang memberi pasokan data melimpah untuk memahami Indonesia. Sampai sekarang, publikasi, data, maupun hasil riset KITLV masih menjadi rujukan penting untuk menganalisis fenomena sosial di Indonesia dalam kerangka historis yang berpijak pada perspektif pascakolonialisme.

Pada titik ini, peran indolog dalam memetakan karakteristik dan potensi daerah memang berguna untuk membaca Nusantara dalam pelbagai perspektif. Namun, tak jarang data ataupun hasil riset yang dipublikasikan tak komprehensif. ”Indologi tak memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang realitas sosial yang dipelajarinya. Pertama, terdapat tembok tegas yang membatasi kelompok indolog beserta pemerintahan kolonial dengan masyarakat Indonesia. Kedua, kurangnya ragam cabang indologi telah mempersempit kemungkinan untuk mengecek dan ricek argumen-argumen yang telah dikemukakan oleh para indolog,” ungkap Samuel (hal 63). Temuan-temuan yang sebenarnya saling berkontradiksi satu sama lain telah dikubur di bawah latar keilmuan yang seragam dan asumsi-asumsi dasar yang dominan.

Ketika Belanda mencabut cengkeraman kekuasaannya di Indonesia, ilmu sosial beralih dari warisan indolog menuju kiblat Amerika Serikat. Pasca-Perang Dunia II, Pemerintah AS membentuk ratusan pusat studi kajian wilayah di beberapa perguruan tinggi. Kepentingan militer dan kebutuhan riset peneliti berkolaborasi dengan dukungan pemerintah untuk mengkaji negara-negara di Amerika Latin dan Asia—khususnya Asia Tenggara—yang menjadi daerah potensial perkembangan komunisme. Pusat studi Indonesia di AS awalnya didirikan di Yale, Cornel, dan Massauchetts Institute of Technology. George MT Kahin, Antony Reid, dan Clifford Geertz adalah tamsil Indonesianis yang mengkaji wilayah-wilayah Indonesia dengan segenap aspeknya.

”Quo vadis” ilmu sosial

Presiden Harry Truman punya kontribusi penting dalam mengalokasikan dana besar untuk politik luar negeri, di antaranya memberikan beasiswa bagi mahasiswa-mahasiswa luar Amerika untuk belajar di beberapa perguruan tinggi AS. Maka, hadirlah generasi intelektual Indonesia yang belajar ilmu sosial di AS: Selo Soemardjan, Harsya W Bachtiar, Mely G Tan, dan Solaeman Soemardi. Generasi inilah yang merintis pengajaran dan pengajian ilmu sosial Indonesia dari perspektif orang pribumi, meski belum bisa sepenuhnya lepas dari kerangka kepentingan Amerika.

Selo Soemardjan menghadirkan karya sosiologis yang berbobot, Social Changes in Indonesia (1962). Karya ini dianggap sebagai ekspresi kerja intelektual Indonesia yang tekun menggarap tema sosial di negeri dengan metodologi Barat, tapi tak terjebak pada romantisme maupun ideologisasi asing untuk memandang obyek.

Buku anggitan Hanneman Samuel ini setidaknya menghamparkan pernyataan maupun pertanyaan tentang masa depan ilmu sosial Indonesia. Di tengah derasnya tekanan asing, khususnya intervensi Barat yang tak pernah selesai, intelektual Indonesia perlu mencari rujukan sendiri tanpa terpaku pada metodologi maupun perspektif kolonialis ataupun meminjam kacamata Barat untuk memetakan dan menelaah problem sosial di negeri ini.

Untuk membangun optimisme manusia Indonesia dalam berbangsa, bernegara, maupun berkebudayaan, Parakitri T Simbolon (2007) menghadirkan riset mendalam untuk ”Menjadi Indonesia”. Dalam pandangan Parakitri, menjadi Indonesia merupakan keniscayaan sejarah manusia negeri ini jauh sebelum kemerdekaan, bahkan menjadi Indonesia bisa jadi dianggap sebagai spirit untuk menuntun langkah, watak, maupun kepribadian manusia negeri ini.

Ia menyebut peristiwa kebangkitan nasional sebagai unintended consequences dalam proses menjadi Indonesia, sebagai bagian kerja yang tak diperhitungkan, tapi menjadi gerakan dahsyat dari pribadi manusia kita. Jika demikian, kebangkitan ilmu sosial yang mandiri merupakan kerja kreatif untuk menyempurnakan proyek monumental menjadi Indonesia.

Namun, jika melihat realitas akademis, warisan indolog Belanda maupun kajian Indonesianis Amerika masih membayangi kajian ilmu sosial sarjana Indonesia, bagaimana langkah awal untuk meniti jalan mandiri bagi ilmu sosial negeri ini? Kita, sebenarnya, seharusnya memikirkan bersama.

Munawir Aziz,

peneliti di Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS)

Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Sumber : Kompas, Jumat, 25 Februari 2011

Sabtu, 19 Februari 2011

LEUKEMIA : Saat Sel Darah Putih Mengganas

Sabtu, 18 Februari 2011/18:25 WIB

Ruswanto Adi Pradana Online

LEUKEMIA

Saat Sel Darah Putih Mengganas

Oleh Lusiana Indriasari

Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Pada anak, jenis kanker yang paling sering ditemukan adalah leukemia atau kanker darah. Kanker ini bisa menyerang bahkan sejak anak dilahirkan. Semakin dini kanker ditemukan, semakin besar peluang untuk diupayakan kesembuhan.

Ketika usia Adzi menginjak dua tahun, orangtuanya, Rusfin (39) dan Dian Ekasari (36), menemukan kejanggalan pada anak sulungnya. ”Telapak tangan dan kakinya putih pucat. Tidak tampak bercak-bercak kemerahan seperti umumnya,” kata Rusfin.

Mereka kemudian membawa Adzi ke rumah sakit. Semula Adzi didiagnosis menderita anemia berat. Namun, setelah diberi obat, kondisi pucat tidak hilang. Adzi juga sering demam dan muncul bintik-bintik merah di kulitnya sehingga dikira terserang demam berdarah.

Lewat pemeriksaan darah, dokter menemukan leukemia di tubuh Adzi. Ia kemudian dirawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Untunglah, sebagian biaya ditanggung asuransi.

Sejak tahun 2008, Adzi menjalani pengobatan. Oleh dokter, ia dianjurkan menjalani transplantasi sumsum tulang belakang. Biayanya diperkirakan mencapai Rp 2 miliar.

”Secara pribadi, saya sudah tidak sanggup. Namun, kami ditolong oleh relawan Yayasan Pita Kuning untuk mengumpulkan dana,” kata Rusfin, pegawai sebuah perusahaan pertambangan di Papua.

Berubah sifat

Kanker merupa- kan salah satu penyakit paling ditakuti. Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, yang terbayang di benak adalah tingginya biaya pengobatan, rasa nyeri yang luar biasa, hingga bayang-bayang kematian.

Rusfin tidak pernah menyangka anaknya terkena kanker darah. Sepengetahuan ayah dua anak itu, dalam keluarganya maupun keluarga istrinya tidak pernah ada riwayat kanker. Ia dan istrinya juga selalu mengupayakan makanan sehat untuk anak-anaknya.

Dokter spesialis anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, Eddy Tehuteru, mengatakan, penyebab kanker sampai sekarang masih misterius. Ia menjelaskan, secara umum, ada dua kelompok besar kanker, yaitu kanker padat dan kanker cair.

Kanker padat tumbuh berupa benjolan yang bisa terjadi di semua organ tubuh. Adapun kanker cair disebut dengan kanker darah (leukemia). Leukemia terjadi ketika sumsum tulang memproduksi sel darah putih (leukosit) secara berlebihan. Sebagian sel darah putih itu berubah sifat menjadi ganas. Akibatnya, sel darah putih yang seharusnya menjadi ”tentara” untuk melindungi tubuh justru menekan trombosit (keping darah) dan eritrosit (sel darah merah).

Karena mengalir bersama darah, sel darah putih menyebar termasuk ke otak, gusi, kulit, tulang, hati, limpa, dan testis.

Serangan sel darah putih yang mengganas itu bisa dilihat sebagai gejala. Bila kadar eritrosit dalam darah rendah, anak akan terlihat pucat. Gejala lain, anak mengalami demam berulang kali. Sementara itu, kadar trombosit yang rendah menyebabkan perdarahan, baik di kulit, gusi, atau hidung. Trombosit berperan dalam pembekuan darah.

”Bila anak memiliki ketiga gejala ini, paling tidak dua gejala, patut dicurigai terkena leukemia,” kata Eddy. Untuk mengonfirmasi, dilakukan cek darah, yaitu mengecek jumlah haemoglobin (pengangkut oksigen dalam sel darah merah), leukosit, dan trombosit.

Pada tahap lanjut, ketika sel kanker mulai menyebar ke organ tubuh, anak akan mengalami kejang, gusi bengkak, nyeri tulang, perut membesar karena hatinya rusak dan testis membesar dan keras.

Kepala Bagian Onkologi Anak RS Kanker Dharmais, dokter spesialis anak Anky Tri Rini Kusumaning Edhy, mengingatkan, bila orangtua menemukan gejala yang mencurigakan pada anak, jangan ragu-ragu untuk memeriksakan anak ke rumah sakit. ”Kalau hasilnya negatif kanker, orangtua bisa tenang. Tetapi, kalau ternyata ada kanker, setidaknya bisa terdeteksi sejak dini,” kata Anky.

Leukemia menduduki urutan tertinggi dari jumlah kasus kanker pada anak. Data kasus di RS Kanker Dharmais menunjukkan, sejak tahun 2006-2010, rata-rata ada 56 kasus kanker pada anak. Dari jumlah itu, kasus yang paling banyak ditemukan adalah leukemia.

”Angka ini bukan angka nasional karena kita tidak memiliki data angka kasus di seluruh rumah sakit di Indonesia,” tutur Anky.

Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) menyebutkan, setiap tahun ada 4.100 anak terkena kanker.

Leukemia bisa menyerang anak dari berbagai golongan umur, mulai dari anak balita hingga menjelang dewasa muda, bahkan orang dewasa. Pada anak, leukemia bahkan bisa terjadi sejak anak dilahirkan.

Faktor apa saja yang bisa menyebabkan seorang anak terkena leukemia sampai sekarang belum bisa dipastikan. Namun, ada faktor risiko yang menyebabkan seseorang berpeluang terkena leukemia, yaitu faktor genetik dan gaya hidup tidak sehat seperti merokok atau terpapar asap rokok. Kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat, yaitu mengandung bahan kimia, juga meningkatkan risiko anak terkena leukemia.

Menurut Anky, gaya hidup yang semuanya ingin serbacepat memengaruhi pola konsumsi makanan dan minuman. Orangtua dan anak-anak sekarang maunya serbapraktis. Mereka lebih memilih mengonsumsi makanan dan minuman yang siap makan dibandingkan dengan harus memasak sendiri.

Padahal, makanan dan minuman dalam kemasan ini, kalau dikonsumsi terus-menerus, akan berdampak pada kesehatan. Makanan dalam kemasan biasanya mengandung bahan pengawet, pemanis buatan, dan pemberi rasa sintetis yang semuanya berbahan kimia.

Kondisi lingkungan yang buruk juga bisa meningkatkan risiko anak terkena leukemia. Anak-anak yang lebih sering terpapar gelombang elektromagnetik dari saluran listrik tegangan tinggi, terkena radiasi, dan tinggal di lingkungan polutif lebih berisiko terkena kanker.

Kemajuan teknologi

Meski penyakit leukemia masih sulit disembuhkan, tetapi tetap ada peluang kesembuhan bila sejak awal sel-sel darah putih yang mengganas ini bisa dideteksi. Menurut Eddy, bila yang mengganas adalah sel darah putih dari jenis limfosit, peluang disembuhkan lebih besar. Namun, bila yang mengganas adalah jenis monosit yang bentuk kepingannya lebih besar dari limfosit maka akan lebih sulit disembuhkan.

Pada tahap awal, upaya untuk membunuh sel kanker darah adalah dengan kemoterapi, yaitu memberikan obat antikanker pada pasien. Obat-obatan ini bisa diberikan dengan cara ditelan, disuntikkan langsung ke pembuluh darah, otot, di bawah kulit atau di antara dua ruas tulang belakang.

Sayangnya, kata Eddy, masih banyak orang takut menghadapi kemoterapi. Kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker, tetapi juga sel-sel lain yang sehat.

Akibatnya, muncul dampak yang biasa disebut sebagai efek samping. Efek samping yang biasa muncul antara lain mual, muntah hebat, diare, sariawan, rambut rontok, sensitif terhadap sinar matahari, infeksi, demam, dan sulit buang air besar.

Namun, teknologi pengobatan sekarang sudah bisa meningkatkan kualitas hidup pasien kanker, antara lain ada obat-obatan untuk mengatasi mual, muntah, dan nyeri hebat yang muncul karena serangan kanker.

Obat-obatan yang diberikan tergantung dari seberapa hebat mual, muntah, dan nyeri yang dirasakan pasien. Untuk nyeri tingkat tinggi, misalnya, biasanya dokter memberikan morfin dalam kadar rendah.***

Sumber : Kompas, Rabu, 16 Februari 2011

KOMENTAR

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • tony suroto

Rabu, 16 Februari 2011 | 07:54 WIB

pada alines 22, (Makanan dalam kemasan biasanya mengandung bahan pengawet, pemanis buatan, dan pemberi rasa sintetis yang semuanya berbahan kimia). terlalu naif jika istilah bahan kimia dijadikan kambing hitam sebagai penyebab kanker,perlu diketahui udara bebas yang kita hirup, air yang kita minum semuanya berBAHAN KIMIA. Tidak ada unsur di dunia ini yang tanpa BAHAN KIMIA. Jika ada wujudnya berarti MENGANDUNG BAHAN KIMIA. Jangan takut dengan BAHAN KIMIA, yang perlu diwaspadai adalah BAHAN KIMIA SINTETIS.

Balas tanggapan

Mengurangi Trauma dan Sakit Saat Pengobatan

KANKER PADA ANAK

Mengurangi Trauma dan Sakit Saat Pengobatan

Sabtu, 17 Februari 2011/18:21 WIB

Ruswanto Adi Pradana Online

Orangtua dan anak-anak pasien kanker tinggal di Rumah Kita, salah satu rumah singgah milik Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia di kawasan Salemba, Jakarta, Jumat (11/2). Tempat ini khusus menampung anak-anak penderita kanker dari keluarga prasejahtera yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. (KOMPAS/RADITYA HELABUMI)***

Adzi Nurrahman (4,5) duduk di kursi roda. Di sisinya tampak tiang dan tabung infus dengan selang terpasang di tangannya. Ia asyik bermain mobil-mobilan. Namun, sesaat kemudian ia bosan, lalu merengek minta pulang. Lusiana Indriasari

Rengekan berubah menjadi tangisan keras ketika dokter yang merawat Adzi di Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) belum mengizinkan bocah itu pulang. ”Kondisinya sedang drop,” kata Dian Ekasari (36), ibu Adzi, Jumat (11/2).

Dian berusaha keras menenangkan Adzi. Ia mengajak anaknya berkeliling selasar ruang perawatan. Namun, Adzi, yang dirawat di Ruang Onkologi Anak RSKD sejak 2008, terus rewel dan minta pulang.

”Kalau sedang bosan, Adzi bisa mengamuk. Ia kangen dengan rumah dan teman-temannya,” kata Dian sambil mengajak Adzi turun ke lobi rumah sakit.

Rumah sakit sudah menjadi tempat tinggal Adzi selama hampir tiga tahun. Sejak dideteksi menderita kanker darah (leukemia), Adzi dan ibunya harus meninggalkan rumah mereka di Pondok Melati, Jatiwarna, Bekasi, Jawa Barat. Ia menempati salah satu dari 32 tempat tidur di Ruang Onkologi Anak RSKD.

Adzi jarang bisa bermain dengan teman-temannya; main sepeda, petak umpet, atau main kejar-kejaran. Kanker darah telah melumpuhkan aktivitas luar ruang yang ia butuhkan.

Ketika pertama kali dirawat, anak bertubuh subur itu harus tinggal selama tiga bulan di rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Apabila kondisinya membaik, ia diperbolehkan pulang selama beberapa hari, kemudian balik lagi ke rumah sakit untuk meneruskan prosedur pengobatan. ”Boleh dibilang, kehidupan anak saya kini 95 persen dijalani di rumah sakit,” tutur Rusfin (39), ayah Adzi.

Traumatis

Berdasarkan data RSKD, pada 2010 tercatat 63 kasus kanker pada anak. Kanker yang paling banyak ditemukan pada anak adalah leukemia dan retinoblastoma (kanker mata).

Untuk leukemia, pengobatan dilakukan dengan kemoterapi. Kemoterapi harus dijalani tanpa putus selama dua tahun. Setelah sesi kemoterapi berakhir, pasien wajib kontrol secara berkala. Jika kambuh, ia harus dikemoterapi lagi.

”Lamanya pengobatan bisa membuat penderita kanker tertekan. Apalagi jika dialami anak-anak yang sedang giat bermain dan berteman,” kata dr Anky Tri Rini Kusumaning Edhy, SpA, Kepala Bagian Unit Onkologi Anak RSKD.

Suasana rumah sakit dan prosedur pengobatan juga menimbulkan trauma pada anak. Febbi (4), yang berasal dari Batam dan sudah delapan bulan tinggal di rumah singgah milik Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) di Salemba, Jakarta, selalu ketakutan apabila melihat orang asing menghampiri. ”Enggak mau ke rumah sakit, enggak mau...,” Febbi menangis, Jumat, ketika melihat beberapa orang menghampirinya.

Menurut ibu Febbi, Mimi Mariati (36), selama berobat, Febbi harus diambil darahnya dua kali sehari. Jarum suntik yang menembus kulitnya membuat ia menjerit-jerit. ”Ia sudah hafal ruang pengambilan darah dan ruang infus. Setiap kali mau masuk ruang itu, Febbi pasti menangis,” kata Mimi yang membawa Febbi berobat ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

”Faktor psikologis anak merupakan salah satu penentu keberhasilan pengobatan. Jika anak ketakutan dan stres, justru memperparah sakitnya,” kata Anky. Untuk menunjang keberhasilan pengobatan, bagian onkologi anak mengembangkan konsep pengobatan tanpa rasa sakit dan tanpa rasa takut (no pain, no scared).

Mengurangi rasa sakit

Menurut dokter spesialis anak RSKD, Eddy Tehuteru, setiap melakukan tindakan pada anak, rumah sakit kanker rujukan nasional ini menggunakan obat penghilang rasa sakit. ”Bentuknya salep, cukup dioleskan di kulit anak-anak agar tidak kesakitan,” katanya.

Dibantu Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI), RSKD merenovasi ruang perawatan anak seluas 500 meter persegi. Dinding ruang perawatan anak dicat warna-warni, dilengkapi gambar buah-buahan, binatang, dan tumbuhan. Ruang perawatan juga dilengkapi dengan pengatur suhu, ruang bermain, sambungan internet, dan komputer.

Ada lagi ruang konsultasi psikologi dan psikososial untuk membantu pasien dan keluarga mereka. ”Kami tak ingin selama pengobatan anak-anak kehilangan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang,” kata Anky.

Selain RS Dharmais, YOAI juga membantu empat rumah sakit lain, yaitu RSPAD Gatot Soebroto, RS Fatmawati, RS Harapan Kita, dan RSCM. Namun, belum semua rumah sakit bisa menyediakan fasilitas seperti RSKD.

Di RSCM, ruang perawatan anak sebatas dicat dengan warna hijau terang dan oranye. ”Kami akan merenovasi total bangsal anak. Pembangunan kira-kira dimulai pada April ini dan akan memakan waktu tiga tahun,” kata dr Rinawati Rohsiswatmo, SpA, salah seorang pengurus di ruang perawatan anak RSCM.

Untuk mengalihkan kebosanan dan rasa takut, pasien anak-anak di RSKD dan rumah sakit lain juga diajak melakukan berbagai kegiatan.

Mereka diberi kegiatan menggambar, membuat bando, gelang, origami, dan lain-lain. Selain itu, relawan dari Yayasan Pita Kuning juga membantu pasien anak belajar agar tetap bisa mengikuti pelajaran sekolah.***

Sumber : Kompas, Rabu, 16 Februari 2011

Tarsius


Sumber : Kompas, Rabu, 16 Februari 2011

Penyu Langka Tampakkan Diri di Sumatera

Penyu Langka Tampakkan Diri di Sumatera

Sabtu, 19 Februari 2011 | 18:34 WIB

Ruswanto Adi Pradana Online

Penyu belimbing. (NOAA)***


KOMPAS.com — Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) menampakkan diri di salah satu pantai di Sumatera. Penyu belimbing adalah salah satu jenis penyu yang sangat langka dan tergolong paling terancam punah.

Khairul Amra, anggota grup konservasi lokal, Kamis (17/2/2011) mengatakan kepada AP bahwa ia menjumpai penyu itu selama akhir pekan sebelum penyu itu kembali ke air. Khairul mengatakan, ia menjumpai penyu tersebut bersama lusinan telur yang diletakkan penyu itu.

Ini untuk ketiga kalinya para ahli menjumpai penyu jenis tersebut di pantai yang sama. Penyu belimbing adalah spesies yang telah mengembara lautan selama 100 juta tahun. Namun, kini jumlah penyu belimbing hanya sekitar 30.000 ekor.

Spesies yang ditemui di Sumatera ini memiliki ukuran 3 meter, ukuran maksimal penyu jenis itu bisa tumbuh. Keberadaan spesies ini terancam oleh perburuan telur dan perikanan komersial.***

Sumber : AP/Kompas.com, Jumat, 18 Februari 2011

Penulis: Yunanto Wiji Utomo | Editor: Tri Wahono

Ada 6 Komentar Untuk Artikel Ini.

  • TRI NOFEAR

Sabtu, 19 Februari 2011 | 08:24 WIB

mari bersama menjaga n melestarikan keneka ragaman terlebih sesuatu yang sangat dilindungi oleh negara kita,... jangan biarkan tangan tangan jahil mengancam kehidupan mereka,....

Balas tanggapan

  • arief sambada

Sabtu, 19 Februari 2011 | 06:27 WIB

di wikiped memang nyaris gitu bro (2,75 m) dan beratnya bisa nyampe 9 kwintal. gile.. gedhe bener nih makhluk.. pantes aja gampang ketangkep

Balas tanggapan

  • yudiweb

Sabtu, 19 Februari 2011 | 05:22 WIB

penyu belimbing ini memang penyu laut paling besar di dunia, kl sdh dewasa bisa dinaiki manusia spt sodaranya kura2 Galapaggos (kura2 darat), hehe.. coba liat di wikipedia indonesia ketik: penyu, itu yg buat awal saya loh :p tapi utk penyu belimbing ini blm ada artikelnya, tolong dibuat donk.

Balas tanggapan

  • Regis Darmawan

Sabtu, 19 Februari 2011 | 00:36 WIB

Apanya yang 3 meter? Besar sekali dong?

Balas tanggapan

  • Athanasius Adi

Jumat, 18 Februari 2011 | 22:23 WIB

wow.. 3 meter? gede ajah..

Balas tanggapan

Senin, 14 Februari 2011

Bulan Mati Meninggalkan...

KOSMOS

Bulan Mati Meninggalkan...

Senin, 14 Februari 2011 | 09:12 WIB


Planet Saturnus dan cincinnya

NASA

Cincin Saturnus

TERKAIT:

RUSWANTOADIPRADANA.BLOGSPOT.COM — Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Bulan mati meninggalkan (apa)? Studi terbaru planet keenam bumi, Planet Saturnus, mengindikasikan bahwa bulan mati meninggalkan lingkaran cincin Saturnus.

Cincin indah yang melingkari Planet Saturnus diperkirakan merupakan peninggalan dari bulan Saturnus yang ”mati terbunuh”. Minggu (12/12/2010) lalu muncul berbagai tajuk berita yang menggunakan istilah ”pembunuhan kosmik” yang menunjuk pada matinya bulan yang menyebabkan munculnya cincin warna-warni di bagian luar Planet Saturnus.

Korban pembunuhan adalah bulan Saturnus yang tidak diketahui apa namanya. Bulan tersebut ditandai menghilang pada 4,5 miliar tahun lalu. Penyebab kematian bulan-bulan tersebut adalah pelat gas hidrogen (H) yang mengelilingi Saturnus pada suatu masa dan pada saat yang bersamaan di sana terjadi pembentukan bulan-bulan dari Saturnus. Namun, sekarang tidak ada lagi jejak gas hidrogen.

Menurut astronom Cornell University Joe Burns—dia tidak turut dalam tim itu—misteri cincin Saturnus ”merupakan teka-teki bagi para ilmuwan selama berabad-abad”.

Mencermati cincin-cincin Saturnus, ada permasalahan yang harus dipecahkan. Selain teori di atas, ada teori yang menyebutkan bahwa bulan-bulan (Saturnus) bertabrakan satu sama lain. Teori lainnya mengungkapkan adanya asteroid yang menabrak beberapa buah bulan yang menghasilkan puing-puing yang membentuk cincin tersebut.

Masalahnya, bulan-bulan Saturnus tersebut terdiri atas gas dan batuan. Sementara itu, tujuh cincin Saturnus tersebut sekitar 95 persennya terdiri atas es dan kemungkinan besar dahulu semuanya terdiri atas es.

Tertarik ke planet

Penulis laporan penelitian tentang cincin Saturnus tersebut, Robin Canup dari Southwest Research Institute di Boulder, Colorado, AS, mengatakan, Saturnus turut berperan pada terbunuhnya bulan-bulan tersebut. ”Saturnus itu kaki tangan (pembunuh) dan cincin-cincin tersebut adalah hasilnya,” ujar Canup.

Canup membuka teorinya dengan peristiwa yang terjadi miliaran tahun lalu saat terjadi proses pembentukan bulan-bulan. Suatu pelat hidrogen yang besar ketika itu beredar mengelilingi Saturnus. Pelat tersebut turut membantu pembentukan bulan sekaligus juga menghancurkannya.

Bulan besar yang ada dalam sistem tersebut kemungkinan berputar secara teratur tertarik ke dalam (ke arah Saturnus) akibat tertarik massa gas hidrogen. Proses kematian bulan dengan gerak spiral ke dalam tersebut berlangsung sekitar 10.000 tahun. Bagaimana cincin-cincin Saturnus tersebut lahir adalah dengan memahami apa yang terjadi pada saat itu.

Menurut pemodelan komputer yang dilakukan Canup, Saturnus memotong lapisan es dari sebuah bulan yang berukuran amat besar yang berjarak cukup jauh dari Planet Saturnus sehingga tidak bisa terjebak dalam cincin.

Cincin Saturnus pada mulanya berukuran 10 kali-100 kali ukuran cincin yang sekarang. Namun, menurut Canup, sebagian besar es tersebut kemudian bergabung menempel pada bulan-bulan Saturnus yang amat kecil ukurannya. Menurut Canup, Saturnus memiliki sekitar 62 buah bulan dan 53 di antaranya memiliki nama.

Secara teratur ditemukan bulan-bulan yang baru oleh pesawat ruang angkasa Cassini dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang diluncurkan pada Oktober 1997. Namun, penemuan tersebut tidak mampu menjelaskan cincin-cincin yang mengelilingi planet-planet lain dalam sistem matahari, seperti Planet Yupiter, Neptunus, dan Uranus.

”Mungkin cincin-cincin dari planet-planet lain itu terbentuk dengan cara yang berbeda dari Saturnus,” ujar Canup.

Saturnus adalah planet dengan ukuran terbesar kedua dalam sistem matahari setelah Planet Yupiter. Menurut Burns, teori yang dikemukakan Canup jauh lebih baik dalam menerangkan komponen es yang berat yang ada dalam cincin Saturnus. Sementara itu, Larry Esposito, penemu salah satu cincin Saturnus, mengungkapkan, ”Sungguh karya ilmiah yang cerdas, idenya orisinal.”

”Saya cenderung mengatakan bahwa apa yang terjadi tersebut mirip daur ulang kosmik,” ujar Esposito. Semula adalah bulan kemudian menjadi cincin dan kemudian menjadi bulan lagi. ”Mekanisme semacam itu bukanlah sebuah proses kematian, melainkan merupakan upaya kosmik untuk menggunakan kembali material, menggunakannya berulang-ulang,” katanya.

(NASA/ScienceDaily/AP/ISW)***

Sumber : Kompas.com, Senin, 20 Desember 2010 | 09:12 WIB