RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Jumat, 17 Juni 2011

Tahapan Gerhana Bulan

Jumat, 17 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Tahapan Gerhana Bulan

Foto menunjukkan tahapan gerhana bulan yang berakhir dengan gerhana total yang terlihat di atas langit Belgrade, Serbia, Rabu (15/6/2011) waktu setempat. (REUTERS/"PRLM")***

Awan Ganggu Pengamatan Gerhana Bulan

Jumat, 17 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Awan Ganggu Pengamatan Gerhana Bulan

GERHANA bulan setelah puncak bayangan matahari menutupi bulan pada pukul 04.05 WIB yang terlihat dari langit di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Kamis (16/6/2011). Puncak gerhana bulan total pengamatannya terganggu adanya awan.(USEP USMAN NASRULLOH/"PRLM")***

Sabtu, 11 Juni 2011

101 Tim Ikuti Kontes Robot Nasional 2011

Sabtu, 11 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Kontes Robot

101 Tim Ikuti Kontes Robot Nasional 2011

K3-11 | Agus Mulyadi | Jumat, 10 Juni 2011 | 22:34 WIB

Ilustrasi: REX-WORLD.COM

TERKAIT:

YOGYAKARTA, KOMPAS.com, RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE - Sebanyak 101 tim robot dari 51 perguruan tinggi di Indonesia akan mengikuti Kontes Robot Nasional 2011 di Grha Sbha Pramana Universitas Gajah Mada (GSP UGM), Yogyakarta, Sabtu dan Minggu, 11-12 Juni 2011.

Dr Eng M Arif Wibisono ST MT, ketua panitia kontes robot mengatakan, 101 tim peserta itu adalah para juara Kontes Robot Tingkat Regional yang diselenggarakan di masing-masing regional belum lama ini.

"Mereka adalah para juara, baik juara I, II maupun III dalam kontes robot tingkat regional. Ada lima regional yaitu regional I yang diselenggarakan di Poltek Negeri Batam, Regional II di ITB Bandung, Regional III di UNY, Regional IV di PENS Surabaya, dan Regional V di Untad Palu," kata Wibisono, Jumat (10/6/2011) di Kampus UGM.

Kontes Robot Nasinal 2011 akan mempertandingkan tiga kategori, yaitu Kontes Robot Indonesia (KRI), Kontes Robot Cerdas Indonesia (KCRI), dan Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI).

Wibisono menjelaskan tema KRI 2011 adalah Larungan, mengadaptasi tema Asia-Pasific Broadcasting Union Robocon 2011 yaitu Loy Krathong atau melarung bunga teratai untuk dewi sungai yang biasa diselenggarakan tiap bulan November di Thailand.

"Tema itu kami adopsi, karena pemenang KRI 2011 ini akan kami kirim ke Thailand untuk mengikuti kontes tingkat internasional yang akan diselenggarakan di Bangkok, Thailand, 9 September mendatang," ucap Wibisono.

Sementara untuk kategori Kontes Robot Cerdas Indonesia, dibagi dalam tiga divisi yaitu KRCI Beroda dan Berkaki dengan tema Robot Cerdas Pemadam API, serta divisi KRCI Battle dengan tema Robot cerdas Pemain Bola.

Lebih lanjut Wbisono menjelaskan, KRCI Beroda dan Berkaki memiliki misi mencari dan memadamkan api di arena lapangan berbentuk simulasi interior sebuah rumah.

"Robot tercepat yangberhasil menemukan dan memadamkan api dan kembali ke home base dinyatakan sebagai pemanang," tutur Wibisono.

Adapun untuk divisi KRCI Battle 2011 dipertandingkan dua robot yang akan menendang sebanyak mungkin bola ke gawang lawan. Robot yang paling banyak memasukkan bola ke gawang lawan adalah pemenangnya.

Juara pertama Divisi KRCI Battle 2011 akan mewakili Indonesia dalam ajang Kompetisi RoboCup 2012 di Mexico.

Sementara untuk kategori terakhir KRSI adalah kategori khas Indonesia, karena hanya dipertandingkan di ndonesia.

Menurut Wibisono, KRSI 2011 mengambil tema Robot Tari Klono Topeng. "Robot seni ini harus dapat menari, mengikuti irama yang sudah ditentukan. Kemampuan sinkronisasi gerakan robot dengan alunan musik, variasi gerak tarian robot dan penampilan bentuk luar robot, merupakan poin-poin yang menentukan kemenangan," kata Wibisono.***

Source : Kompas.com, Sabtu, 11 Juni 2011

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini.

·

arsip

Sabtu, 11 Juni 2011 | 05:52 WIB

smangadd!!!trutama buat tim robotika UGM!viva UGM!!! :D

Tanggapi Komentar

Laporkan Komentar

Jumat, 10 Juni 2011

IPTEK : Nata de Melo dari Kecambah

Jumat. 10 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

IPTEK

Nata de Melo dari Kecambah

Bayu Prasetyo dan Agustian Putra menumbuhkan dan mengembangkan bakteri Acetobacter xylinum dari nanas dan kecambah. Bakteri yang dihasilkan alami ini kemudian digunakan untuk membuat nata de melo, nata berbahan sari melon. (KOMPAS/NINA SUSILO)***

IPTEK

Nata de Melo dari Kecambah

Oleh Nina Susilo

Mencari makanan berkandungan selulosa tinggi, siswa SMP IPIEMS Surabaya membuat nata de melo. Nata yang berbahan dasar sari melon ini diproses sealami mungkin. Karena itu, bakteri Acetobacter xylinum ditumbuhkan dan dikembangkan sendiri dengan bahan alami.

Karena menjadi kunci pembuatan nata, dua siswa kelas III SMP IPIEMS yang juga anggota Kelompok Ilmiah Remaja, Bayu Prasetyo dan Agustian Putra, menumbuhkan bakteri Acetobacter xylinum dari kecambah dan nanas.Caranya yaitu dengan menggunakan daging nanas yang diblender. Sebanyak enam sendok makan ampas nanas dicampur dengan tiga sendok makan gula dan satu sendok makan sari nanas. Sebagai penyedia nitrogen, ditambahkan pula 100 gram kecambah yang sudah dihaluskan dengan blender.

Campuran ini ditempatkan dalam wadah bertutup kawat kasa yang sudah disterilkan. Setelah dua minggu, bakteri yang tampak putih-putih di kasa dikembangkan dengan campuran air kelapa yang sudah direbus, cuka, dan gula.

Manis dan alami

Setelah bakteri ini siap, setengah buah melon (Cucumis melo) dihancurkan dengan blender menjadi 240 ml sari melon. Dengan tambahan 50 ml bakteri Acetobacter xylinum, 20 ml cuka 25 persen, dan 2-3 sendok makan gula, campuran ditempatkan dalam wadah bertutup tisu roti dan diikat.

Campuran kemudian ditempatkan dalam lemari sehingga tidak terkena cahaya dan dibiarkan 12-13 hari. Saat itu sudah terbentuk lapisan nata de melo yang siap dicuci dan direndam dengan air panas. Setelah dibersihkan, nata de melo sebesar sekitar 75 gram itu dipotong-potong dan disajikan sesuai selera.

Menurut Bayu (14), bakteri Acetobacter xylinum bisa juga ditumbuhkan dengan daging dan kulit nanas. Namun, kata Bayu yang bercita-cita menjadi peneliti, rasa nata de melo lebih kenyal, empuk, dan manis jika bakteri ditumbuhkan dengan ampas daging buah nanas tanpa kulit nanas.

Dari percobaan, anggota KIR SMP IPIEMS dengan pembimbing Ismukaca itu menguji kandungan vitamin nata de melo ke laboratorium. Hasilnya, nata de melo mengandung serat kasar 1,22 persen dari 100 gramnya. Selain itu, terdapat vitamin A 215 SI, vitamin B 0,03 mg per 100 gram, dan vitamin C 3,2 mg per 100 gram nata de melo.

Selain kandungan asam amino yang cukup tinggi, menurut Ismukaca, pengembangbiakan Acetobacter xylinum sangat alami ketimbang membeli di pasaran. Umumnya, Acetobacter xylinum yang dijual di pasaran dikembangkan dengan pupuk ZA sebagai penyedia nitrogen.

Acetobacter xylinum yang diproduksi sendiri ini juga mempercepat proses pembentukan nata. Selisih waktunya 3-4 hari dan ketebalannya lebih baik. Nata de melo bisa dipanen setelah 12 hari. Adapun nata de coco dengan bakteri yang dibeli di pasaran memerlukan sekitar 16 hari.

Kandungan asam

Buah nanas sebagai media pertumbuhan bakteri dipilih karena umumnya Acetobacter xylinum bisa berkembang di buah berkandungan asam. Hasil percobaan ini juga akan dipaparkan dalam Final Lomba Penelitian Ilmiah Remaja di Yogyakarta, 27 September sampai 2 Oktober. Bayu dan Agus menjadi satu-satunya tim yang mewakili Surabaya dan menjadi satu dari 11 tim yang dikirimkan dari Jawa Timur untuk tingkat SMP.

Berbagai nata

Sebelumnya, berbagai kalangan pernah membuat pula beragam jenis nata. Ada yang membuatnya dari ubi kayu (nata de cassava), nanas (nata de pina), ubi jalar, atau jagung. Namun, pembuatan nata dari melon belum ditemukan referensinya sehingga pembelajaran dilakukan menggunakan prinsip pembuatan nata de coco.

Percobaan membuat nata de melo tentu saja tidak serta-merta berhasil. Pada percobaan pertama, bakteri tidak terbentuk karena wadah dan kasa tidak steril. Akibatnya, bukan bakteri yang dihasilkan, melainkan belatung. Pada usaha kedua, perbandingan ampas nanas lebih sedikit, hanya 4 sdm dan gula hanya 2 sdm. Pada percobaan ketiga, jumlah ampas nanas ditambah menjadi 6 sdm dan gula menjadi 3 sdm dan hasilnya lebih baik.

Nata de melo dengan bakteri yang dikembangbiakkan alami ini berbiaya relatif murah. Menurut Ismukaca, pembuatan bakteri sampai menjadi 75 gram nata de melo hanya menghabiskan biaya Rp 40.000.

Kendati nata de melo sudah berhasil dibuat, tentu saja pengembangan selanjutnya, seperti produksi, pengemasan, dan pengukuran kandungannya, perlu dilakukan secara lebih akurat lagi. Setidaknya dua anak remaja tersebut telah berhasil membuka pintu pengetahuan dengan semangat kewirausahaan yang mereka miliki.***

Source : Kompas, Kamis, 23 September 2010 | 02:40 WIB

Manusia di Bojonegoro Sejak Prasejarah

Jumat, 10 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Manusia di Bojonegoro Sejak Prasejarah

Ilustrasi : history1978.wordpress.com

BOJONEGORO, RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE -- Di Bojonegoro, Jawa Timur, sudah ada manusia sejak zaman prasejarah, sebelum manusia di Indonesia mengenal tulisan, pada tahun 400 Masehi.

Ini dikatakan dosen arkeologi Universitas Indonesia, DR Ali Akbar, dalam pameran dan seminar kepurbakalan yang diikuti guru sejarah di Bojonegoro, Rabu.

Menurut dia, dasar di Bojonegoro ada kehidupan manusia bisa dilihat dari serpihan alat rumah tangga, berupa alat untuk menumbuk yang ditemukan Dewan Kepurbakalaan Bojonegoro.

"Serpihan alat rumah tangga yang sudah menjadi fosil yang dipamerkan ini menunjukkan adanya manusia di Bojonegoro, pada zaman pra-sejarah," katanya menegaskan.

Menurut dia, kehidupan manusia tersebut menunjukkan awal keberadaan Bojonegoro, sekitar 1.600 tahun yang lalu. Diperkirakan, ketika itu mereka menghuni gua-gua, hanya saja wilayah yang ditempati manusia di zaman prasejarah di Bojonegoro belum ditemukan.

"Ketika itu mereka belum mengenal tulisan," katanya menjelaskan.

Dia mengatakan, dengan adanya temuan serpihan perlengkapan manusia prasejarah di wilayah Bojonegoro itu, perlu dipetakan daerah yang kemungkinan menjadi hunian manusia di zaman itu. "Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih mendalam," ucapnya.

Seminar dan pameran kepurbakalan di Bojonegoro tersebut, diselenggarakan selama dua hari dengan mengundang narasumber dari Universitas Indonesia dan Universitas Udayana Bali.

Di lokasi seminar juga dipamerkan sejumlah fragmen fosil manusia purba, juga binatang purba, hasil temuan dewan kepurbakalaan dari sejumlah situs di Bojonegoro.

Menurut Ketua Panitia Penyelenggara Seminar dan Pameran Kepurbakalaan Bojonegoro, Hasan Lutfi, digelarnya seminar ini sebagai langkah mengangkat peninggalan sejarah yang ada di Bojonegoro. Alasannya, temuan peninggalan prasejarah dan sejarah di Bojonegoro selama ini kurang mendapatkan perhatian, sehingga dianggap tidak berharga.

"Adanya seminar ini sekaligus untuk mengali awal sejarah Bojonegoro," katanya menjelaskan.(Kompas.com)***

Source : Kompas.com, Kamis, 21 Oktober 2010 | 06:39 WIB

Jumat, 03 Juni 2011

Tanoto Foundation : Beasiswa Kuliah Mahasiswa S-1 dan S2

Jumat, 3 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Tanoto Foundation

Beasiswa Kuliah Mahasiswa S-1 dan S2

Ester Lince Napitupulu | Pepih Nugraha | Rabu, 25 Mei 2011 | 19:29 WIB

Prof. Dr. Herri Susanto, salah satu penerima TPA, memaparkan penelitian tentang penyempurnaan teknologi gasifikasi biomasa sebagai sumber alternatif ramah lingkungan memanfaatkan limbah sekam padi dan tongkol jagung, Jumat (12/11/2010), di Jakarta. (tanotofoundation)***

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com, RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE - Pendaftaran beasiswa "National Champion Scholarship" tahun penerimaan 2011/2012 bagi mahasiswa dari Tanoto Foundation kembali dibuka. Tersedia 200 beasiswa untuk mahasiswa S-1 dan 30 mahasiswa S-2 di Indonesia.

Beasiswa ini tersedia bagi mahasiswa berprestasi dari tujuh perguruan tinggi negeri mitra Tanoto Foundation, yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Universitas Jambi (UNJA), Universitas Riau (UNRI), dan Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun beasiswa S-2 disediakan untuk mahasiswa dari IPB, ITB, UGM, dan UI. Pendaftaran dibuka melalui registrasi online mulai tanggal 21 Mei - 30 Juni 2011. Beasiswa Tanoto Foundation meliputi biaya kuliah setiap semester sampai dengan Rp 3 juta untuk jenjang S-1 dan sampai dengan Rp 15 juta untuk jenjang S-2.

Selain itu, setiap penerima beasiswa jugamenerima tunjangan bulanan Rp 500.000,- untuk jenjang S-1 dan Rp 1.200.000,- untuk jenjang S-2. Mereka juga mendapatkan beragam program pembekalan serta kesempatan untuk menjajaki peluang kerja di grup perusahaan yang terafiliasi dengan Tanoto Foundation.

Persyaratan utama "National Champion Scholarship" jenjang S-1 adalah prestasi tinggi dengan IPK minimum 3,00 (skala 4,00), berusia maksimum 21 tahun, dan berasal dari keluarga dengan kemampuan ekonomi yang terbatas. Jika pelamar baru duduk di tahun pertama PTN, minimum nilai rata-rata raport kelas 3 SMU adalah 8,00 (skala 10).

Untuk jenjang S-2, minimum IPK adalah 3,25 (skala 4,00). Persyaratan lainnya adalah: berusia maksimum 40 tahun dan memiliki pengalaman kerja minimum dua tahun setelah menyelesaikan program S-1.

Ratih Loekito, Direktur Program Beasiswa Tanoto Foundation, di Jakarta, Rabu (25/5/2011), mengatakan program National Champion Scholarship berupaya untuk menyediakan akses terhadap pendidikan yang berkualitas tinggi bagi para mahasiswa berprestasi yang memiliki keterbatasan finansial.

"Kami percaya melalui pendidikan yang baik, bibit-bibit unggul ini akan dapat mendapatkan pekerjaan yang layak atau bahkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga hal ini dapat membantu untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia," jelas Ratih.

Proses seleksi beasiswa "National Champion Scholarship" terdiri dari tiga tahapan, yaitu seleksi dokumentasi, psikotes dan wawancara. "Melalui proses seleksi beasiswa yang cukup panjang ini, kami berharap para penerima beasiswa Tanoto Foundation tidak hanya cakap dalam prestasi akademik, tetapi juga berjiwa kepemimpinan serta memiliki akhlak yang baik di masyarakat," tambah Ratih.

Untuk informasi lebih lanjut, bisa dilihat di www.tanotofoundation.org. ***

Source : Kompas.com, Rabu, 25 Mei 2011

Rabu, 01 Juni 2011

Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar

Rabu, 1 Juni 2011

RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE

Bahasa Asing Jangan Jadi Bahasa Pengantar

BANGKOK, RUSWANTO ADI PRADANA ONLINE - Untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran di sekolah, hindari penggunaan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Dengan bahasa asing, siswa dikhawatirkan justru akan bingung dan tidak mengerti persoalan atau malah salah pengertian.

Kekhawatiran itu diungkapkan berkali-kali oleh para peserta dan pembicara dalam sesi diskusi konferensi internasional mengenai ”Language, Education, and the Millenium Development Goals (MDGs)”, Rabu (10/11) di Bangkok, Thailand.

Dari berbagai pengalaman yang diceritakan para peserta dan pembicara, mayoritas bahkan menilai, penggunaan bahasa asing yang terlalu dini di taman bermain dan taman kanak-kanak justru akan mengacaukan kemampuan berbahasa anak.

”Di satu sisi, anak tidak fasih bahasa Inggris karena tidak dipakai sehari-hari. Di sisi lain, penggunaan bahasa ibu juga lama-lama menjadi tidak lancar karena di sekolah mulai ditinggalkan,” kata penasihat pendidikan di Save the Children Inggris, Helen Pinnock, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Luki Aulia.

Direktur SIL International-LEAD Asia Catherine Young juga khawatir jika siswa tidak mengerti bahasa pengantar yang digunakan di sekolahnya, lambat laun minat dan semangat anak bisa menurun dan berakhir dengan drop out.

Keberhasilan MDGs

Sehari sebelumnya, saat membuka konferensi, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva mengatakan, ”Ilmu pengetahuan apa pun akan lebih cepat dimengerti siswa jika disampaikan dalam bahasa mereka sendiri.” Apalagi di masyarakat yang tinggal di pedesaan, daerah perbatasan, dan kelompok masyarakat miskin.

Masyarakat pedesaan, daerah perbatasan, dan miskin itulah yang dinilai Abhisit masih tertinggal karena tidak bisa memperoleh informasi atau pengetahuan hanya karena mereka tidak menguasai bahasa nasional ataupun bahasa internasional.

Bahkan, menurut pakar bahasa Inggris dari University of Oxford, Inggris, Suzanne Romaine, masyarakat lokal, terutama kelompok minoritas, akan tergilas roda pembangunan jika mereka masih saja terhambat urusan bahasa. Jika pemerintah mau peduli untuk mempertahankan bahasa ibu, taraf hidup masyarakat dipastikan akan membaik.

”Berikan kebebasan masyarakat untuk menggunakan bahasa mereka sebagai sarana untuk mengembangkan diri sendiri,” kata Romaine.

Jika masyarakat lokal dipaksa untuk menggunakan bahasa selain bahasa ibu, Helen Pinnock khawatir masyarakat takut mencoba hal baru dan akan kian tertinggal.

Bukan ukuran

Helen menilai, tidak ada salahnya mengajarkan bahasa asing di jenjang pendidikan dasar asalkan menjadi salah satu mata pelajaran dan bukan bahasa pengantar. Helen juga mengingatkan, bahasa asing sebagai bahasa pengantar tidak bisa dijadikan ukuran mutu suatu sekolah.

”Yang penting benahi metode pengajaran, cara belajar siswa, dan cara guru mengajar. Kuncinya, buat anak nyaman belajar di sekolah, apakah itu dengan bahasa lokal, nasional, atau asing,” kata Helen.

Dalam lingkup yang lebih luas, Helen mengingatkan pentingnya menentukan arah pendidikan. Sumber daya manusia seperti apa yang diharapkan akan dihasilkan institusi pendidikan untuk menghadapi tantangan masa depan.

”Sangat bergantung pada rencana pembangunan jangka panjang pemerintah. Setelah tahu itu, barulah kurikulum seperti apa yang harus dibuat,” ujarnya.

Pengakuan

Suzanne Romaine mengaku khawatir dengan banyaknya negara yang menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Apalagi jika latar belakang pemikirannya hanya agar bisa diakui memiliki standar internasional.

Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar justru akan berisiko bagi negara-negara yang bahasa utamanya bukan bahasa Inggris. Kondisi belajar-mengajar akan semakin tidak jelas karena masih banyak guru yang tidak mahir berbicara dalam bahasa Inggris, apalagi mengajar dalam bahasa Inggris.

Daripada menggunakan bahasa Inggris, Romaine mengusulkan agar lebih baik menggunakan bahasa lokal, terutama bagi siswa yang tinggal di daerah pedesaan atau daerah terpencil.

”Ajarkan bahasa ibu dulu. Baru seiring dengan itu, sedikit demi sedikit, ajarkan bahasa lain,” kata Romaine.

Source : Kompas, Kamis, 11 November 2010 | 04:04 WIB

Ada 8 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • sri adisusilo

Kamis, 11 November 2010 | 14:40 WIB

no 1 diajarkan pada anak adalah bhs ibu, kemudian bhs indonesia, baru bahasa asing. Tulisan ini sangat agus, mengingatkan pada yang sadar, anak harus diarahkan menjadi orang Indonesia yang punya kepribadian, bukan menjadi manusia global yang tak tahu jati dirinya. "saya anak mana, saya anak siapa"

Balas tanggapan

  • Arya Seta

Kamis, 11 November 2010 | 14:05 WIB

Semoga Menteri Pendidikan Nasional kita membaca artikel ini dan menyadari bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam sistem pendidikan kita adalah pilihan yang salah. Bahasa Inggris tidak perlu menjadi bahasa sehari-hari di sekolah. Biarkan bahasa William Sheakespeare ini menjadi bahasa pengetahuan tertentu atau bahasa tambahan. Semoga beliau juga mengingat atau mencari tahu bagaimana kerja keras Komisi Istilah pada tahun 50-an dalam memuliakan bahasa Indonesia di dunia pendidikan.

Balas tanggapan

  • made pasmidi

Kamis, 11 November 2010 | 12:47 WIB

Penguasaan bahasa ibu paling dulu, kemudian bahasa di lingkungan, makin lama makin meluas sesuai keperluan.

Balas tanggapan

  • didit purwanto

Kamis, 11 November 2010 | 12:40 WIB

setuju, tapi bagaimana dg program RSBI yg di Indonesia, terutama yg di daerah kabupaten pelosok, yg mana kemungkinan siswanya yg melanjutkan ke luar negeri tidak ada, atau sangat kecil

Balas tanggapan

  • ilham muhammad

Kamis, 11 November 2010 | 12:17 WIB

materi pelajaran dengan pengantar bahasa lokal saja kadang susah dicerna, apalagi bahasa asing. kebijakan pemerintah tentang RSBI tidak matang, agar dibilang mendunia padahal membunuh karakter peserta didik

Balas tanggapan