Biokilang Limbah Nol
Oleh Yuni Ikawati
Konsep produksi bersih dan tanpa limbah kini menjadi tumpuan pengembangan teknologi di dunia. Untuk itu, kini tengah dikembangkan teknologi biokilang, yang mengolah berbagai limbah biomassa. Di bidang ini Indonesia yang memiliki sumber biomassa terbesar memiliki prospek yang cerah.
Negeri ini memang memiliki beragam sumber energi terbarukan yang melimpah dan pemanfaatan yang menjanjikan pada masa depan. Potensi pengembangan biomassanya pun paling besar. Hal ini ditunjang kondisi geologi dan iklim yang menguntungkan.
Iklim tropis basah dengan curah hujan tinggi memungkinkan produksi biomassa jauh lebih besar dibanding kawasan lain di subtropis. Produktivitas biomassa Indonesia masuk tertinggi di dunia, bersaing dengan potensi di Brasil dan Afrika barat daya.
Dengan energi matahari yang melimpah menyebabkan proses fotosintesis dua kali lipat banyaknya dan pertumbuhannya pun cepat. Kondisi ini berujung pada produksi biomassa yang produktif pula.
Sebagai sumber daya alam, biomassa bukan hanya memiliki prospek yang baik sebagai bioenergi yang ramah lingkungan, melainkan dapat menggantikan bahan yang berbasis petrokimia.
Hal inilah yang sekarang tengah dikejar oleh pakar bioteknologi dengan mengembangkan teknik proses atau teknologi biokilang untuk mengolah biomassa dengan cara yang bersih dan tanpa limbah.
Selama ini biomassa berupa rumput-rumputan hingga tumbuhan kayu telah digunakan untuk berbagai keperluan, baik pakan, sandang, maupun papan. Namun, pengolahan dengan teknologi yang relatif konvensional masih menyisakan limbah.
Karena itu, biokilang terus dikembangkan untuk mengolah limbah hingga tak bersisa dan menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis.
Biokilang terintegrasi
Teknologi biokilang digunakan untuk mengolah limbah biomassa kemudian diintegrasikan dengan teknik proses yang telah ada sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan, limbah pabrik kelapa sawit berupa tandan kosong dapat diolah menjadi bioenergi. Limbah minyak sawit mentah (CPO) juga diproses menjadi biodiesel. Bahan lignin yang masih tersisa diolah lagi jadi adesif atau perekat dan serat.
Sementara itu, Bambang Prasetya, Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan peneliti lignoselulosa Samsuri meneliti pemanfaatan bagas atau limbah pabrik gula.
Dari bagas dapat dihasilkan bioetanol dan bahan biokimia. Untuk mengolah limbah ini dipakai cara biologis dengan menggunakan enzim yang berfungsi menguraikan selulosa. ”Proses ini tengah didaftarkan untuk memperoleh paten,” kata Samsuri, yang meraih doktor dari Jurusan Kimia FMIPA-UI.
Dengan potensi biomassa dan peneliti selulosa yang dimiliki, kata Bambang Prasetya, yang juga Ketua Konsorsium Bioteknologi Indonesia, kegiatan riset diarahkan bukan hanya menjadi bahan bakar, melainkan juga pengganti petrokimia.
”Dalam lima tahun mendatang riset ditargetkan masuk ke tahap komersial dengan mengintegrasikan industri gula dan kelapa sawit,” ujarnya.
Indonesia lebih memilih teknologi bioproses etanol generasi kedua dengan memanfaatkan bahan limbah selulosa, yang potensinya sangat tinggi. Upaya ini telah dirintis LIPI bekerja sama dengan Jurusan Kimia Universitas Indonesia.
Pembangunan pabrik skala laboratorium untuk proses pembuatan bioetanol dan biokimia dari limbah selulosa tahun ini akan dimulai di Puspiptek Serpong. Unit produksi ini akan menghasilkan 200 kilogram bioadesif per batch.
Pembuatan bahan bioadesif kini telah dipatenkan atas nama Bambang Prasetya. Bioadesif ini digunakan untuk memperkuat panel bangunan rumah suku Aborigin di Australia sehingga tahan terhadap terjangan topan.
Menurut Bambang, bahan bangunan dengan bioadesif itu memungkinkan untuk dikembangkan di Indonesia dengan bahan baku lokal, tetapi kualitas produknya sama. Teknologi biokilang yang dikembangkan diarahkan pada alternatif yang paling aman, produktif, tetapi murah.
Potensi Indonesia untuk bahan baku telah menarik minat negara Asia lainnya untuk menjalin kerja sama riset dengan menetapkan Indonesia sebagai pusat teknologi biokilang di kawasan Asia Tenggara, serta membentuk jejaring dengan Korea dan Jepang pada pekan lalu. ***
Source : Kompas, Selasa, 23 Februari 2010 | 03:32 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar