RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Minggu, 06 Desember 2009

Suku Anak Dalam Kian Terjepit

Seorang perempuan rimba menganyam daun rumbai untuk dijadikan tikar di sudut perkebunan rakyat di Desa Rejosari, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, Rabu (2/12). Akibat perluasan areal perkebunan sawit dan daerah transmigrasi, Orang Rimba yang tinggal di kawasan hutan Provinsi Jambi menjadi kian terdesak hidupnya. (Foto : Kompas/Laksana Agung Saputra)***

Suku Anak Dalam Kian Terjepit

MERANGIN - Orang rimba di kawasan hutan Provinsi Jambi makin terjepit. Kondisi ini disebabkan kawasan hutan sebagai tempat hidup sekaligus satu-satunya sumber makanan mereka dibabat habis untuk perluasan areal perkebunan sawit dan daerah transmigrasi.

Orang Rimba atau Suku Anak Dalam atau Suku Kubu adalah kelompok masyarakat yang hidup dengan pola seminomaden dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara berburu dan meramu di kawasan hutan Provinsi Jambi. Jumlahnya sekitar 6.650 jiwa.

Berdasarkan pemantauan di wilayah Kabupaten Merangin, Rabu (2/12), mereka kini antara lain hidup di kawasan perkebunan masyarakat dan perkebunan perusahaan dengan tenda-tenda darurat. Sebagian lagi tinggal sementara di lokasi permukiman yang dibangun Dinas Sosial Provinsi Jambi.

Di Desa Rejosari, Kecamatan Pamenang, sebanyak 16 keluarga Orang Rimba tinggal tersebar di kawasan perkebunan rakyat. Mereka mendirikan tenda-tenda darurat.

Roni (35), salah seorang warga rimba, menyatakan, hasil hutan kini nyaris habis. Dulu sumber pangan Orang Rimba dipenuhi sepenuhnya dari hasil hutan. Di antaranya adalah benor dan tubohobi (sejenis umbi-umbian), gadung, sagurisi, serta bayas (sejenis pinang).

Hal sama terjadi pada hasil hutan yang dulu bisa dijual untuk kebutuhan hidup tambahan. Misalnya adalah rotan, manau, getah balan, getah jernang, getah jelutung, dan getah damar.

Menciutnya areal hutan, menurut Gilan (26), Orang Rimba yang tinggal di daerah transmigrasi Kecamatan Pamenang di Permukiman Satuan Permukiman C, juga menyebabkan populasi babi hutan sebagai hewan buruan semakin sedikit. Jika dulu orang rimba bisa menangkap rata-rata 20 ekor per minggu, sekarang rata-rata 2-3 ekor per minggu.

”Sekarang kami semakin sulit mencari makan. Jadi, bergantung pada beras dan makanan luar,” kata Gilan.

Konversi

Erinaldi Ramli, staf senior Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, menyatakan, Orang Rimba kehilangan wilayah tempat hidup. Ini disebabkan areal hutan banyak terkonversi menjadi perkebunan sawit dan daerah transmigrasi. Akibatnya, taraf hidup mereka anjlok.

”Persoalan ini terjadi karena pemerintah provinsi salah mengelola wilayahnya. Orang Rimba tidak pernah menjadi pertimbangan dalam hal perencanaan pembangunan sehingga mereka terus terdesak sampai kehilangan wilayah,” kata Erinaldi.

Menurut Rukayah Rofiq, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Setara, Pemerintah Provinsi telah mencadangkan areal perkebunan sawit seluas 1,3 juta hektar (ha). Saat ini, areal yang telah ditanami disebutkan seluas 485.000 ha.

Berdasarkan data, luas perkebunan sawit di Jambi pada tahun 2009 diperkirakan telah mencapai 485.000 ha. Sementara Orang Rimba tersebar di tiga kawasan besar, yakni di wilayah Taman Nasional Bukit 12 (1.500 jiwa), di kawasan sepanjang Jalan Lintas Tengah Sumatera (1.700 jiwa), dan di selatan Taman Nasional Bukit 30 (450 jiwa). (LAS)***

Sumber : Kompas, Sabtu, 5 Desember 2009 | 04:18 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar