Anak-anak di Kampung Linggua, Distrik Nambioman Bapay, Kabupaten Mappi, Papua, tampak ceria bermain di Sungai Obaa, Selasa (8/6). Kampung Linggua merupakan salah satu wilayah endemik penyakit kusta. Jumlah kasus penyakit yang disebabkan bakteri Mycobacterium leprae tersebut di Mappi cukup tinggi. Penyebabnya adalah pola hidup yang belum memerhatikan kebersihan diri. (KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO)***
WARGA PEDALAMAN
Tinggi, Jumlah Kasus Penyakit Kusta di Mappi
MAPPI - Penyebaran penyakit kusta di Distrik Nambioman Bapay, Kabupaten Mappi, daerah pedalaman Papua, relatif masih tinggi. Setiap bulan ditemukan sekitar 10 kasus kusta di daerah rawa dekat Sungai Obaa itu. Penyebabnya adalah pola hidup masyarakat yang belum higienis.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Mappi tahun 2008, jumlah penderita kusta yang baru mencapai 52 kasus.
Berdasarkan hasil pemantauan, Selasa (8/6), penderita kusta banyak ditemukan di Kampung Linggua, Distrik Nambioman Bapay. Kebanyakan penderita kusta warga asli suku Yaghai yang tinggal berkelompok di rumah panggung dari kayu. Satu rumah rata-rata dihuni 5-10 keluarga.
Nicolaus Raimu (43), penduduk Kampung Linggua, mengaku tangan kanannya sudah 10 hari terasa lumpuh. ”Tidak gatal, tetapi ada bercak-bercak. Ipar saya yang tinggal serumah juga seperti ini,” katanya.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kampung Linggua Salvius Emogoin (58) mengatakan, salah satu penyebab maraknya penyakit kusta karena kampungnya kesulitan air bersih. ”Mereka mengandalkan air Sungai Obaa yang kotor untuk mandi, minum, dan mencuci,” kata- nya.
Tinggal secara berkelompok menyebabkan penyebaran penyakit kusta menjadi cepat.
Distrik Nambioman Bapay meliputi 11 kampung. Kampung Linggua dihuni 107 keluarga yang terdiri atas 500 penduduk.
Dokter pegawai tidak tetap (PTT) yang bertugas di Distrik Nambioman Bapay, Arya Mongan, menuturkan, kesadaran kebersihan diri pada penduduk yang hidup di bantaran Sungai Obaa memang memprihatinkan. Mereka tinggal di daerah rawa yang lembab dan asupan gizinya kurang.
Kesadaran masyarakat terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae itu masih rendah. Padahal, gejala kusta cukup mudah dikenali, yakni muncul bercak coklat yang mati rasa di kulit.
Keterbatasan sarana transportasi, menurut Arya, menghambat penanganan kesehatan di sejumlah wilayah pedalaman. Biasanya tim puskesmas keliling dari ibu kota Distrik
Nambioman Bapay di Kampung Mur beroperasi sebulan sekali. Tim yang terdiri atas lima orang itu menempuh jalur darat dan sungai ke kampung-kampung. ”Jalur darat sering rusak jika hujan turun. Adapun jalur sungai riskan karena harus membawa banyak peralatan,” kata Arya.
Kepala Bagian Humas dan Pengelolaan Data Elektronik Setda Pemkab Mappi Yulius Londong mengakui, tingkat kesehatan di wilayahnya masih rendah.
”Selain penyakit kulit, ada penyakit lain, seperti infeksi saluran pernapasan akut dan kaki gajah. Kami berharap semakin banyak dokter PTT yang bertugas di wilayah ini,” katanya. (GRE)***
Sumber : Kompas, Rabu, 9 Juni 2010 | 03:55 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar