RAIH KEMENANGAN KLIK DI SINI

Rabu, 09 Juni 2010

Arief Rahman, Dokter yang Tidak Takut

RELAWAN WNI

Arief Rahman, Dokter yang Tidak Takut

Detik-detik menegangkan tiba-tiba datang ketika pasukan komando Israel menyerbu kapal Mavi Marmara, Senin dini hari pekan lalu. Namun, itu tidak membuat kalut Arief Rahman, seorang dokter dari Medical Emergency Rescue Committee.

”Saya tidak berpikir sama sekali kalau akan ditembak oleh tentara Israel karena kesadaran profesi dan fungsi saya sebagai tenaga medis,” ujar Arief Rahman menuturkan pengalamannya menghadapi saat sangat menegangkan di atas kapal.

Ia mengungkapkan, pengalamannya menjalankan misi di berbagai daerah konflik membuatnya tahu cara bertindak dan hati juga tetap tenang ketika menghadapi situasi gawat. ”Bermodalkan perasaan sebagai dokter, tidak ada perasaan takut atau perasaan lainnya. Misi utama sebagai dokter, bagaimana menolong korban jatuh, tewas, maupun luka-luka,” katanya.

Arief mengaku tentara Israel pernah berbuat agak kasar. ”Ketika itu saya melihat korban dari kejauhan, lalu saya mencoba mendekat untuk memberi pertolongan, tapi tiba-tiba tentara Israel menarik kaus saya dari belakang,” ujarnya.

Arief Rahman adalah salah seorang dari empat anggota MER-C yang ikut dalam armada kebebasan Gaza. Sejak tiga bulan lalu MER-C memutuskan ikut dalam rombongan armada kebebasan Gaza karena menganggap saat ini adalah satu-satunya jalan melanjutkan program MER-C untuk pembangunan rumah sakit di Jalur Gaza.

MER-C pernah berusaha masuk ke Jalur Gaza melalui Mesir pada bulan April tahun lalu, tapi gagal.

Menurut Arief, seandainya perjalanan armada kebebasan Gaza sukses, maka MER-C hendak menyewa kapal kargo untuk mengangkut bahan bangunan ke Jalur Gaza untuk pembangunan rumah sakit itu.

”Gambaran terjadi kekerasan dan dipaksa kembali ke Turki atau digiring ke Israel telah kami perhitungkan semua. MER-C bertekad menempuh jalan apa pun untuk bisa menembus Jalur Gaza,” ujarnya lagi.

Seperti diberitakan media internasional dan nasional selama ini, kapal-kapal perang Israel mulai membayangi armada kapal kebebasan Gaza sejak Minggu sekitar pukul 22.00.

”Tidak berapa lama setelah armada kapal bertolak dari perairan Siprus menuju selatan ke arah Jalur Gaza, saya melihat lampu kapal-kapal di sekitar kapal Mavi Marmara dengan lebih dari enam lampu, melampaui jumlah armada kebebasan yang enam kapal. Saat ini sudah mulai dirasakan bahwa pasti ada kapal Israel yang membayang-bayangi,” jelas Arief.

Tak diberi makan

Aktivis MER-C itu menceritakan, ketika para penumpang shalat subuh, serangan Israel dimulai dan kegaduhan pun terjadi. Korban mulai berjatuhan. Kapal Mavi Marmara kemudian mengibarkan bendera putih, tanda tak mau berkonflik, tetapi tentara Israel mulai masuk ke kapal.

Diungkapkan, seharian di atas kapal pada hari Senin (31/5), penumpang tidak diberi makan.

Kapal kemudian merapat ke pelabuhan Ashdod pada Senin sekitar pukul 20.00. Setelah merapat di pelabuhan Ashdod, satu per satu penumpang dengan tangan diborgol digiring ke darat dengan dikawal dua tentara Israel.

Para penumpang berada di pelabuhan Ashdod selama semalam, dari Senin malam hingga Selasa dini hari, untuk dilakukan proses imigrasi, tes kesehatan, foto, serta sidik jari, lalu dibawa ke penjara Beersheba sekitar pukul 05.00 hari Selasa.

”Sekitar pukul 16.00 hari Selasa, ada delegasi Jordania untuk melihat penumpang dari negara-negara Arab, Indonesia, dan Malaysia. Jadi, Pemerintah Jordania berperan sekali sebagai mediator,” ungkap Arief Rahman.

”Ketika Jordania menawarkan kepada relawan WNI untuk dibawa ke Amman, kami setuju.” (mth/Kompas)***

Sumber : Kompas, Senin, 7 Juni 2010 | 05:54 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar